ISTRI MUDA AYAHKU (1-5 bab promo)

9
0
Deskripsi

 

 

Alea Marisa Herlambang adalah gadis 19 tahun yang cantik dan cerdas. Gadis yang selalu patuh pada orang tua dan tidak pernah macam-macam.

Setelah ayahnya terlibat kasus korupsi besar yang banyak merugikan negara, Alea bukan hanya ikut menjadi bahan bully semua orang di penjuru negeri, dia juga harus terpaksa berhenti dari kuliahnya dan kehilangan masa depan. Harta keluarganya dibekukan negara, ibunya mendadak struk karena suaminya yang tertangkap bersama wanita muda di sebuah hotel.

Alea sudah tidak...

BAB 1 ANAK KORUPTOR 

"Ayahmu adalah seorang koruptor, sekarang semua orang di seluruh penjuru negeri ini juga menbencinya. Walaupun kau tidak tahu apa-apa tapi mereka semua mengenalmu sebagai putri Herlambang dan tidak akan mudah untukmu mendapatkan pekerjaan di manapun, Alea."

Bibi Rosita masih terus bicara sambil mengajak duduk keponakannya baik-baik.

"Sekarang juga sudah tidak ada yang membiayai kuliahmu. Bibi serta paman-pamanmu hanya bisa bantu mengurus ibumu sebisa kami dan tidak mungkin selamanya kami bisa mengurus kalian."

Alea sudah tidak bisa menangis lagi, air matanya sudah kering sejak dua bulan yang lalu ketika ayahnya tersangkut masalah korupsi dan tertangkap tangan di sebuah hotel bersama teman wanitanya. Karena berita itu ibu Alea juga langsung terkena serangan struk dan sekarang dirawat oleh keluarga paman serta bibinya.

Kekayaan keluarga Alea dibekukan oleh negara. Sekarang Alea bukan hanya tidak bisa melanjutkan kuliah lagi tapi dia benar-benar sudah ikut tidak memiliki masa depan. Semua orang membencinya dan benar apa yang dikatakan bibi Rosita 'dia juga tidak akan diterima bekerja di manapun!'

Walaupun seorang anak tidak tahu apa-apa mengenai perbuatan orang tuanya tapi nyatanya dia tetap ikut dihakimi atas dosa mereka.

"Jika kau mau mendengarkan saran pamanmu, menikahlah saja dan terima lamaran tuan Anmar kemarin. Toh, sebentar lagi umurmu juga sudah dua puluh tahun tidak apa-apa menikah agar ada yang mengurus kalian."

Alea masih diam belum bicara apa-apa. Meskipun bibinya bicara pelan-pelan dan tidak ingin memaksa tapi dengan sama sekali tidak diberi pilihan maka artinya akan sama saja. Alea yakin bibi Rosita juga disuruh oleh paman-pamannya untuk membujuk Alea supaya mau menerima lamaran tuan Anmar, seorang duda beranak satu yang anak laki-lakinya juga merupakan teman Alea di kampus.

Alea merasa masih sangat muda, belum mau menikah, Alea masih sanggup bekerja untuk membiayai ibunya, 'tapi siapa yang mau menerima anak seorang koruptor  seperti dirinya?' Semua penduduk negeri ini sedang mengutuk keluarganya. Bahkan keluarga paman dan bibinya juga ikut malu dengan kasus korupsi ayahnya. Andai saja Alea tidak ingat masih memiliki ibu pasti dia sudah kabur sejauh mungkin entah ke mana agar tidak merepotkan mereka semua, tapi Alea sedang tidak memiliki banyak pilihan.

"Menurutku tuan Anmar juga tidak buruk. Dia masih bisa memberimu seorang anak, dan ingat Alea!" bibi Rose kembali mengingatkan, "tidak banyak pria yang mau menikahi anak seorang koruptor. Tuan Anmar mau menikahimu karena dia masih ingin memiliki keturunan dari wanita yang lebih muda."

Tanpa kenal putus asa bibi Rosita terus membujuk keponakannya. Pada kenyataannya keluarga mereka bukan keluarga kaya, mustahil mereka bisa terus menanggung biaya hidup Alea serta ibunya. 

"Aku masih belum bisa berpikir Bibi tolong beri aku waktu," hanya itu yang bisa diucapkan Alea. 

Sang bibi meraih tangan Alea dan mengenggamnya layaknya seorang ibu.

"Bibi mengerti, Alea. Bibi mengerti perasaanmu. Tapi seperti yang Bibi katakan tadi, tuan Anmar orang yang baik. Bibi yakin nanti kau akan mengerti jika di dalam rumah tangga wanita tidak cuma membutuhkan cinta yang menggebu-gebu, kita perlu seseorang yang lebih tenang sebagai sandaran."

Akhirnya Alea mengangguk. "Aku ingin bertemu dengannya dulu."

Bibi Rosita langsung tersenyum meskipun sambil menahan isakan haru. "Percayalah Alea tuan Anmar bukan pria yang buruk dia juga masih tampan andai saja kau mengerti nantinya."

Tentu Alea sudah pernah melihat tuan Anmar, dia pengusaha kaya raya, duda dengan satu anak. Walaupun masih terlihat gagah dan berkarisma tapi tetap saja pria empat puluh tahun akan lebih cocok sebagai ayah Alea. Tuan Anmar sudah dua puluhan tahun menduda sejak kepergian istrinya, dan tiba-tiba mau kembali menikah karena ingin memiliki keturunan lagi.

 

BAB 4 MAHAR 

Malam ini kedua paman Alea berkumpul di rumah paman Kamir untuk menyambut kedatangan tuan Anmar yang akan bertamu ke rumah mereka. Dari sore bibi Rosita dan bibi Mala sudah sibuk merapikan rumah dan mengganti taplak meja agar rumah mereka terlihat rapi. Akan kedatangan tamu seperti tuan Anmar ternyata membuat mereka semua panik.

Belum apa-apa Alea juga seperti ikut gugup dan takut. Alea tahu dirinya sudah tidak bisa mundur lagi karena akan membuat malu keluarganya. Sebentar lagi Tuan Anmar akan datang untuk membicarakan perihal pernikahan mereka, sesuatu yang sama sekali belum berani Alea bayangkan.

"Kak Alea mau menikah?" tanya salah seorang sepupu kembarnya yang ikut menyimak pembicaraan para orang tua sepanjang hari tadi.

Alea cuma mengangguk kemudian beranjak pergi ke kamar ibunya. Alea benar-benar tidak mau diingatkan jika dirinya yanga akan menikah.

Ibu Alea sudah dipindahkan dari kursi roda dan akan berbaring seperti itu sampai pagai. Ibu Alea memang sudah tidak bisa melakukan apa-apa tanpa bantuan orang lain. Karena itu Alea tidak mungkin terus-terusan merepotkan keluarga paman dan bibinya.

Alea menarik selimut ibunya agar lekas tidur. Ibu Alea memang menempati kamar paling belakang dekat dapur dan kamar mandi agar lebih mudah untuk mengurusnya. Jadi nanti ibunya juga tidak perlu tahu apa yang sedang dibahas di ruang tamu keluarga mereka.

Bibi Rosita tiba-tiba menyusul Alea ke kamar.

"Alea cepat ganti pakaianmu dengan yang lebih pantas, jangan seperti itu."

Alea memang hanya memakai baju rumahan yang menurut bibinya tidak pantas untuk menyambut tuan Anmar.

Layaknya anak yang patuh Alea menuruti perintah bibinya untuk sedikit berdandan walaupun cuma mengurai rambutnya. Padahal Alea masih tidak tahu apa nanti dirinya harus ikut bicara bersama paman-pamannya.

Sekitar jam delapan malam akhirnya tuan Anmar yang sudah mereka tunggu-tunggu benar-benar datang. Hanya seorang diri tanpa ditemani siapapun.

Masih sama persis seperti yang terakhir Alea ingat, pria tinggi tegap itu kali ini memakai kemeja warna biru gelap yang juga terlihat sangat pas dan elegan melekat di tubuhnya. Rasanya tuan Anmar memang tidak pantas untuk berada di dalam rumah paman dan bibinya yang terlalu sederhana.

Walaupun tidak menyapa Alea tapi tuan Anmar langsung tersenyum padanya dan Alea membalas dengan anggukan pelan karen pita suaranya tiba-tiba juga jadi kaku.

Sebenarnya Alea lebih suka berada di kamar, tapi bibi Rosita memaksanya ikut duduk bersama mereka untuk sekedar mendengarkan.

Tuan Anmar duduk tepat menghadap ke arah Alea. Meskipun mereka saling berjauhan tapi pria itu tetap bisa melihat Alea sewaktu-waktu kapanpun dia ingin tanpa perlu di sadari lawan bicaranya.

Alea tidak berani berpaling meskipun telapak tangannya berkeringat dingin dan dadanya terus bergelepar hanya dengan sesekali sengaja diawasi seperti itu.

Sebenarnya kemarin paman-paman Alea sudah saling bicara melalui telepon, jadi kedatangan tuan Anmar malam ini sebenarnya hanya untuk formalitas. Pria itu datang dengan membawa sebuah koper yang tadinya Alea juga tidak tahu apa isinya, tapi tuan Anmar menyebutkannya sebagai mahar untuk Alea.

"Aku tidak keberatan menunggu dua bulan lagi sampai usia Alea genap dua puluh tahun dan tidak apa-apa jika Alea ingin pernikahannya dilakukan diam-diam," kata tuan Anmar sambil melihat sebentar pada gadis muda yang sedang duduk di samping bibinya.

Alea cantik dengan rambut agak kecoklatan yang tergerai lembut menyentuh punggung. Gadis muda yang tidak terlalu banyak gaya tapi cantik dan sopan, siapapun pasti senang melihatnya.

"Kami setuju kapanpun tuan Anmar menginginkan pernikahannya," kata paman Kamir.

Tidak tahu kenapa Alea merasa paman-pamannya juga ikut gugup, padahal tuan Anmar justru hanya sendirian datang kemari.

"Apa ibu Alea juga tinggal di sini?" tiba-tiba tuan Anmar malah menanyakan ibu Alea.

Sang paman mengangguk dan bibi-bibinya tersenyum.

"Alea, apa boleh aku melihat ibumu?" kali ini tuan Anmar bertanya langsung pada Alea.

Alea sendiri masih bengong tapi bibi Rosita yang segera menimpali.

"Ya, tentu Tuan silahkan."

Bibi Rosita langsung menyikut Alea agar segera berdiri untuk menemani tuan Anmar menemui ibunya.

"Mari ... " Alea sempat tergagap sebentar "Mari Tuan Anmar saya antar."

Alea baru sadar setinggi apa pria itu ketika berdiri tepat di sampingnya. Tuan Anmar berjalan mengikuti Alea ke kamar ibunya yang terletak di belakang dekat dapur.

"Ibu sudah tidur." Alea membukakan pintu mengijinkan tuan Anmar untuk melihat.

Siapapun pasti akan prihatin melihat kondisi ibu Alea.

"Mungkin lain kali saja aku tidak ingin mengganggu istirahatnya."

Tuan Anmar beralih memperhatikan Alea yang masih sama-sama berdiri di samping ranjang ibunya.

"Terima kasih kau sudah setuju." kata tuan Anmar tiba-tiba.

Alea sangat gugup karena mereka hanya berdua dan Alea ternyata cuma bisa mengangguk.

Tuan Anmar juga membelai helaian rambut Alea dan menyisipkannya ke belakang telinga. Pria itu tidak bicara apa-apa lagi kecuali tersenyum dan mengajak Alea kembali ke depan dengan menggandeng tangannya.

Alea tidak berani protes saat digenggam seperti itu, tapi untung kemudian tuan Anmar melepaskannya sebelum mereka berdua kembali muncul di depan paman serta bibinya.

Tuan Anmar juga langsung berpamitan dan tidak lupa berpesan kepada paman Kamir untuk menjagakan Alea, seolah gadis itu memang sudah menjadi miliknya.

Baru kemudian Alea sadar jika mahar yang ditinggalkan di atas meja itu sudah ibarat tebusan untuk dirinya. Alea memang akan segera menjadi milik pria itu dan Alea yakin dirinya tidak akan bisa tidur lagi malam ini karena memikirkannya.

Bahkan Alea sudah tidak perduli sama sekali ketika paman dan bibinya terkejut melihat isi koper yang baru mereka buka.

"Lihatlah Alea bertapa murah hati tuan Anmar kepada kita."

Bibi Rosita menunjukkan satu koper penuh yang berisi uang dan tidak tahu kenapa tiba-tiba Alea merasa dirinya seperti anak gadis yang baru dijual meskipun mereka semua menyebutnya sebagai mahar.

BAB 5 ALEA DAN TROY 

Alea sedang membatu kedua sepupu kembarnya untuk mengerjakan tugas sekolah ketika bibi Rosita ikut menengok ke dalam kamar untuk memangilnya.

"Alea, ada temanmu."

"Siapa Bibi?" tanya Alea yang baru mendongak dari lembar buku paket yang sedang dia baca.

"Anak laki-laki tuan Anmar."

Seketika Alea langsung menutup buku di pangkuannya dan bergegas berdiri untuk keluar mengikuti bibinya.

"Kak Troy," sapa Alea ketika melihat Troy masih berdiri di ambang pintu dan Alea tetap saja terkejut dengan kedatangan tiba-tibanya.

"Maaf aku tidak memberitahu jika akan ke mari."

"Tidak, apa-apa ayo masuk," buru-buru mempersilahkan pemuda itu.

"Ini untuk ibumu," kata Troy sambil mengulurkan dua tas karton di masing-masing tangannya.

"Kenapa Kak Troy repot-repot begini."

"Hanya sedikit untuk ibu."

Troy datang dengan membawa bingkisan untuk ibu Alea. Walaupun merasa tidak enak tapi Alea tetap berterimakasih.

"Terimakasih, Kak."

Bibi Rosita kembali membuatkan teh hangat untuk Troy yang sedang duduk di teras bersama Alea.

"Aku akan berangkat ke UK minggu depan."

Alea tersenyum karena ikut senang mendengar pemuda itu akhirnya benar-benar mau mendengarkan nasehat ayahnya.

"Pasti kampus akan sepi tanpa Kak Troy," canda Alea yang sebenarnya masih merasa canggung ketika mereka bicara berdua seperti ini.

Sebentar lagi Alea akan menikah dengan tuan Anmar dan Alea akan menjadi ibu tiri bagi Troy. Benar-benar gelar yang tidak pernah terlintas di dalam mimpi Alea untuk menjadi ibu tiri dari pemuda yang Alea tahu sedang berusaha mendekatinya.

Tentu Alea juga tidak terlalu naif untuk menutup mata dengan perhatian Troy yang tiba-tiba bisa begitu ajaib datang ke rumahnya dengan membeli susu, oatmeal, serta 'diaper' untuk ibu Alea. Seorang Troy Haris yang terkenal sering mondar-mandi di kampus dengan mengendarai lamborghini mentereng tiba-tiba bisa menenteng tas berisi popok.

"Jangan lupa simpan nomor yang kuberikan kemarin, Alea," Troy mengingatkan. "Mungkin aku akan sering-sering meneleponmu jika tidak bisa tidur di tempat baru."

Mungkin Alea akan segera tersipu jika tidak segera ingat seharusnya dia lebih pantas untuk cemas dari pada senang.

"Jadi Kak Troy akan tinggal di asrama kampus?" Alea sengaja mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Semua harus tinggal di asrama kampus dulu untuk tahun pertama." Troy berlagak mengerutkan dahinya. "Sama sekali tidak ada perlakuan spesial dan kau tahu papaku benar-benar kejam."

Alea cuma menanggapinya dengan senyum meskipun dadanya sedang berdesir, berdentam, dan bergelepar tidak karuan hanya dengan pemuda itu menyinggung nama papanya sedikit saja.

"Semua pasti untuk kebaikanmu."

"Kau benar." Troy mengakui jika papanya adalah orangtua terbaik sedunia.

Ibu Troy meningal ketika melahirkan Troy dan sampai sekarang tuan Anmar tidak pernah mau menikah lagi karena hanya ingin membesarkan putranya.

"Bagaimana dengan ayahmu?" Troy gantian bertanya.

"Aku tidak tahu sepertinya tuntutan hukumnya akan berat dan aku hanya bisa mendoakan karena bagaimanapun dia tetap ayahku."

Troy jadi terdiam memperhatikan Alea dengan kebesaran hatinya yang luar biasa dan Troy jadi berpikir 'mungkin jika dia menjadi Alea ia sudah pasti akan membenci ayahnya setengah mati'. Pria yang tidak hanya menyakiti dan menelantarkan anak istrinya tapi juga menghancurkan masa depan Alea. Troy tahu Alea anak yang sangat cerdas dan sangat disayangkan bila dia sampai tidak bisa melanjutkan kuliah.

Alea tidak seperti kebanyakan teman wanita yang Troy kenal. Walaupun cantik, Alea memang tidak pernah banyak tingkah apa lagi sampai kecentilan pada laki-laki. Troy sering diam-diam memperhatikan Alea dan merasa tidak pantas untuk menggodanya. Kemarin saat baru mendengar kasus penangkapan ayah Alea sebenarnya Troy ingin sekali mendekatinya untuk memberi dukungan ketika semua orang sedang mengucilkan dan menggunjingkannya. Tapi Troy takut jika akan disalah artikan dan akan segera menjadi bagan gunjingan baru utuk mereka semua yang sedang tidak menyukai Alea. Sampai kemarin tiba-tiba Troy melihat Alea hanya sendirian dan Troy langsung memanggilnya.

"Apa kau mau menungguku, Alea?" tanya Troy tiba-tiba.

"Menunggu dari mana, Kak?" Alea pura-pura balik bertanya sambil tersenyum mengerutkan alisnya yang melengkung tebal. Alea memang cantik bahkan alisnya saja bisa membuat orang iri.

"Tunggu aku sukses."

"Kak Troy bicara apan, sih! jangan menggoda Alea!" tegur Alea yang pura-pura tidak mau terlalu menanggapi keseriusannya.

"Aku serius, Alea!" tegas Troy. "Tidak akan kubiarkan siapapun menghinamu lagi."

Tiba-tiba Troy meraih tangan Alea dan menggenggamnya.

"Hati-hatilah tinggal di negeri orang, Kak. Ingat kau hanya sendirian jaga kesehatanmu baik-baik," pesan Alea sengaja mengingatkan hal-hal sepele agar pemuda itu tidak terus memaksanya untuk membahas keseriusannya tadi.

Untung Troy segera melepas tangan Alea setelah itu. Alea cuma tidak menyangka jika Troy juga melepas satu-satunya cincin perak di jarinya kemudian meletakkan cincin tersebut ke telapak tangan Alea.

"Apa ini, Kak?"

"Aku hanya titip nanti akan kuambil lagi."

"Kenapa harus dititipkan padaku?"

"Karena itu logam berbahaya dan akan terdeteksi sensor logam di bandara, jadi simpan saja."

Alea tahu Troy hanya coba melucu, meski sedang tidak terdengar lucu di telinga Alea dan sangat tidak baik untuk kesehatan jantungnya karena sikap manis berlebihan Troy Haris sebagai calon anak tirinya.

"Kenapa harus aku?" Nampaknya Alea tetap tidak terima.

"Karena bik Warni pelupa jika aku suruh dia yang menyimpan barang."

"Siapa bik Warni?" Alea buru-buru kembali bertanya.

"Asisten di rumahku."

Bukan Troy jika tidak menemukan beribu akal untuk memaksa. "Sudah simpan saja, itu juga bukan benda mahal kalau kau tidak sengaja menghilangkannya aku tidak akan minta ganti."

Alea jadi cemberut karena tahu dia memang tidak akan diberi kesempatan untuk menolak. Dia pikir juga cuma cincin jadi Alea ikuti saja kemauan Troy.

"Jangan menitipkan apa-apa lagi!" tegur Alea.

Sebenarnya Troy ingin mengatakan jika dia 'ingin menitipkan hatinya' tapi Troy tidak mau terdengar terlalu gombal. Apa lagi Troy yakin Alea juga sudah tahu jenis pemuda macam apa dirinya selama ini.

"Minum tehnya, Kak, keburu dingin." Alea mengingatkan.

"Ah, iya." Nampaknya Troy juga baru ingat jika dia sudah dibuatkan teh dari tadi dan benar-benar dingin.

Sebenarnya baru kali ini Troy bertamu ketempat wanita dan disuguhi teh, karena faktanya memang juga baru kali ini Troy datang seperti pemuda tak diundang ke rumah anak gadis orang. Alea tidak seperti semua teman wanita Troy, Alea tipe anak rumahan yang tidak akan sopan jika dia bawa berkeliaran walaupun tiba-tiba Troy ingin mengajak Alea keluar sekali saja.

"Alea apa mungkin kita bisa makan malam di luar, kapan-kapan kamu sempat akan kujemput."

"Sepertinya aku tidak bisa, Kak." Jawab Alea langsung terus terang.

"Tidak apa-apa kalau tidak bisa." Troy yang merasa tidak enak. "Mungkin lain kali aku bawa makan malam ke rumahmu saja."

Alea menanggapinya dengan senyum karena mengira Troy memang hanya bercanda. Sebenarnya Alea juga bukan gadis yang sama sekali tidak pernah keluar apalagi jika cuma untuk makan malam bersama teman, tapi masalahnya sejak tuan Anmar memberikan mahar kepada keluarganya, sekarang paman dan bibinya sudah tidak pernah mengijinkan Alea keluar rumah lagi. Semua gara-gara jumlah uang mahar yang diberikan tuan Anmar dan sekarang mereka jadi sangat hati-hati menjaga Alea, paling tidak sampai satu setengah bulan lagi ketika usia Alea genap dua puluh tahun dan Tuan Anmar bisa menikahinya.

Troy akan berangkat ke UK satu minggu lagi yang artinya pemuda itu tidak akan ada di Indonesia ketika nanti Alea menikah dengan ayahnya. Karena itu Alea juga tidak mengatakan apa-apa perihal ayah Troy yang sudah melamarnya dan memberi mahar kepada keluarganya.

BAB 6 PERNIKAHAN

Tuan Anmar membawa tangan Alea utuk dia ajak duduk di sebelahnya. Tangan ALea terasa dingin dalam genggamannya dan bergetar. Gadis itu hanya menunduk pucat tidak berani menatap siapapun apa lagi pria yang kali ini berada di sampingnya.

Tidak banyak orang di ruangan tersebut hanya kedua paman dan bibinya serta beberapa saksi yang juga dibawa oleh tuan Anmar. Alea mengenakan kebaya putih sederhana yang kemarin dia pilih sendiri. Alea menolak utuk di make up, dia hanya memakai bedak tipis dan pelembab bibir warna pink lembut yang biasa dia pakai sehari-hari. Sebenarnya bibi Rosita sudah berulang kali membujuk Alea tapi dia tetap tidak mau dan tuan Anmar juga berulang kali berpesan agar mereka menuruti apapun yang diinginkan Alea.

Jadi seperti ini lah Alea di hari pernikahannya, terlihat pucat walaupun gadis itu masih tetap saja cantik. Pada dasarnya Alea memiliki kulit bersih dengan rona kemerahan alami meski tanpa perona tambahan, bulu matanya tebal dan lentik meski tanpa maskara. Alea cantik tapi tetap terlihat pucat untuk standar pengantin yang biasanya penuh riasan.

"Saya terima nikahnya Alea Marisa Herlambang binti Herlambang Putra dengan maskawin seperangkat alat solat dibayar tunai."

Walaupun sudah bertekad utuk tidak menangis tapi nyatanya kristal bening itu tetap meluncur jatuh dari kedua sudut mata Alea meski tanpa suara. Kedua bibinya terisak meremas hidung mereka masing-masing degan gumpalan tisu sedangkan kedua pamannya ikut mengucapkan puji syukur atas lepasnya tanggung jawab mereka untuk menyerahkan Alea pada suaminya.

Sebenarnya tadi Alea ingin tetap duduk di samping kedua bibinya tapi tuan Anmar ingin dia duduk di sampingnya ketika pengucapan ikrar ijab qobul.

Jemari tangan Alea masih terasa kebas ketika tuan Anmar pelan-pelan menyematkan cincin berlian yang kemarin juga Alea pilih sendiri. Alea balas memasangkan cincin perak senada ke jari pria yang kali ini sudah sah menjadi suaminya dan sah memilikinya.

Alea tidak menduga jika setelah itu tuan Anmar merunduk sebentar untuk mengecup pipi Alea. Hanya seper sekian detik tapi jantung Alea nyaris ikut lepas ketika merasakan bibir pria itu menempel di kulitnya.

Tuan Anmar mengangkat dagu Alea dan tersenyum lembut.

"Berpamitan lah pada paman dan bibimu."

Tuan Anmar juga kembali mengulurkan tangan kepada Alea untuk dia bawa kepada paman dan bibinya. Bukan hanya Alea karena tuan Anmar juga ikut mencium tangan mereka bergantian karena mereka memang pengganti orang tua bagi Alea. Ibu Alea tidak ikut menyaksikan pernikahan tersebut karena Alea tidak mau ibunya sampai sedih dengan pernikahan sederhana seperti ini. Sebagai seorang ibu yang cuma memiliki seorang anak perempuan tetu ibu Alea pernah memiliki mimpi untuk pernikahan putrinya.

"Apa boleh aku berganti pakaian dulu?" tanya Alea ketika memberanikan diri menatap tuan Anmar yang kemudian mengangguk.

"Tentu."

Pria itu mempersilahkan.

"Akan kutunggu."

Tidak tahu kenap kata-kata sederhana seperti itu saja bisa membuat jantung Alea terus berdegup kencang.

Alea segera pamit masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian. Bukanya segera berganti pakaian ia malah terisak di balik daun pintu yang baru dia tutup dengan tubuh bergetar. Tapi Alea tetap tidak boleh berlama -lama dan harus segera keluar karena tuan Anmar masih menunggunya.

Alea melepasi sendiri kancing kebayanya dan menggantinya dengan sweater agak longgar serta celana jeans. Alea juga sudah menyiapkan beberapa pakaian di dalam koper walaupun tuan Anmar mengatakan agar tidak perlu membawa banyak pakaian tapi Alea tetap merasa perlu menyiapkan beberapa keperluan pribadinya karena tidak mau merepotkan. Sepertinya Alea memang masih belum bisa membiasakan dirinya jika pria itu sekarang adalah suaminya dan yang akan menanggung semua keperluannya.

Hari ini juga tuan Anmar akan membawa Alea, entah akan dibawa kemana Alea tidak pernah berani bertanya. Alea bercermin sebentar dan menyisir rambut panjangnya yang juga cuma dia biarkan terurai begitu saja.

Begitu Alea keluar dari kamarnya tuan Anmar langsung berdiri untuk menyambutnya dan mengulurkan tangan.

Tuan Anmar masih mengenakan kemeja putih dan jas hitamnya yang melekat tepat di badan. Pakaian mahal memang terlihat berbeda apa lagi jika dipakai orang yang juga tepat. Tuan Anmar memang selalu terlihat elegan dengan apapun yang dia pakai sangat kontras ketika harus menggandeng Alea yang cuma memakai celana jeans.

Alea kembali diajak berpamitan pada keluarganya termasuk ibunya yang berada di kamar.

Ibu Alea sedang tidur jadi dia hanya mencium punggung tangan ibunya pelan-pelan.

"Besok kita akan membawa ibu bersama kita."

Alea mengangguk.

"Aku sudah menyiapkan semua keperluan untuk ibu."

Tidak tahu kenapa ketika pria seperti tuan Anmar ikut memangil ibu pada ibunya Alea tiba-tiba merasa kehilangan napasnya untuk sejenak. Alea hanya mengangguk mantap dan membiarkan pria yang sudah menikahinya itu menggandeng tangannya dan membawanya pergi entah kemanapun Alea pasrah.

Ternyata tuan Anmar tidak membawa Alea pulang, tuan Anmar membawa Alea kesebuah hotel paling besar di pusat kota yang merupakan salah satu milik tuan Anmar sendiri. Alea tidak pernah membayangkan dirinya akan dibawa oleh seorang pria ke hotel seperti ini. Karena jika membandingkan penampilannya dan setelan rapi yang dipakai tuan Anmar, Alea jadi benar-benar terlihat seperti gadis tidak benar yang suka dibawa pria-pria mapan ke hotel.

 

Sejak keluar dari mobil, tuan Anmar juga terus menggenggam tangan Alea tanpa pernah melepaskannya sedikit pun. Alea merasa benar-benar sangat canggung, bukan hanya karena penampilannya yang tidak cocok utuk berjalan di samping tuan Anmar, tapi karena semua orang yang kali ini juga sedang memperhatikannya.

Tuan Anmar membukakan pintu untuk Alea dan mepersilahkannya masuk ke kamar mereka lebih dulu. Alea belum berani membayangkan apapun yang akan mereka lakukan di kamar tersebut. Selama ini Alea juga hanya terus meyakinkan dirinya untuk menikah tanpa pernah mau memikirkan detail yang harus dia hadapi sebagai seorang istri dari pria yang dua puluh tahun lebih tua darinya.

 

"Kuharap kau menyukainya," ucap tuan Anmar yang masih membawa tangan Alea untuk mengikutinya.

 

Alea coba melihat ke sekeliling untuk menyibukkan pikirannya yang ternyata tetap saja gusar. Sebuah kamar super mewah dan sedang membuat Alea merinding karena ingat dengan siapa dirinya akan menghabiskan waktu di tempat tersebut.

Ada sebuah Cermin besar yang nyaris memenuhi sisi dinding tersebut tepat terletak di sebelah kiri ranjang, sehingga aktifitas apapun yang dilakukan di atas ranjang juga akan ikut dapat disimak dari pantulan cermin besar tersebut, bahkan kali ini Alea juga sedang melihat tampilan dirinya sendiri yang sedang sangat canggung.

 

"Mungkin kita akan tinggal untuk beberapa hari dulu di sini," kata tuan Anmar yang baru kembali berpaling pada Alea.

 

"Maaf jika aku belum bisa mengajakmu ke mana-mana."

 

Alea menggeleng pelan untuk sekedar memberi tahu jika dirinya tidak masalah tapi tuan Anmar justru mengangkat dagunya .

 

"Seharusnya aku bisa membawamu ke tempat yang lebih baik."

 

Jika setelah ijab qabul tadi tuan Anmar cuma sedikit menempelkan bibirnya di pipi Alea, kali ini pria itu menempelkannya di bibir Alea dan menyapukannya sedikit. Rahang dan dagu tuan Anmar yang terasa kasar benar-benar membuat Alea merinding total hingga seketika otaknya ikut gelap. Alea memejamkan mata, membiarkan tuan Anmar yang terus menyapukan bibir dan rahangnya sampai ke ceruk di belakang telinga Alea serta sisi lehernya. Alea hanya terus memejamkan mata bahkan ketika merasakan tangan pria itu mulai turun menyentuh buah dadanya. Alea benar-benar pasrah entah akan diapakan dirinya nanti.

 

Tuan Anmar berhenti sebentar untuk meperhatikan Alea yang sedang memejamkan mata dan masih terus memejamkan mata tanpa bergeming. Alea merasa bibirnya disentuh dengan ujung jari.

 

"Kau boleh menutup mata."

 

Ternyata suara tuan Anmar terdengar lebih berat ketika didengarkan sambil menutup mata, membuat Alea semakin merinding. Pria itu kembali membelai helai rambut Alea dari sisi dahi, menyentuh bibir, dagu dan membelai kulit lehernya yang hangat hingga kembali turun ke kedua buah dada Alea yang langsung ikut menegang karena belum pernah digenggam seperti itu. Alea terus memejamkan mata serapat mungkin, dia tidak berani melihat siapa yang sedang berbuat seperti itu terhadap tubuhnya.

 

Tuan Anmar kembali berhenti sebentar, entah apa yang sedang dia lakukan sampai tiba-tiba Alea merasakan sesuatu menutup kelopak matanya. Ternyata tuan Anmar melepas dasinya untuk menutup mata Alea yang tidak mau melihatnya.

 

"Jangan takut, Alea, aku berjanji akan pelan-pelan, karena ini yang pertama bagimu," bisik pria itu setelah mengikat simpul di belakang kepala Alea utuk merapatkan ikatan matanya.

 

Alea benar-benar hanya pasrah berdiri seperti boneka manekin ketika tuan Anmar mulai melucuti pakaiannya dan menjatuhkannya satu persatu ke lantai. Walaupun yang Alea lihat hanya kegelapan tapi sebenarnya dia masih sangat malu. Alea merasa tubuhnya ditarik merekat pada pria yang juga dapat Alea rasakan masih berpakaian lengkap sementara dirinya sudah bugil ditelanjangi. Punggung Alea dibelai dan pinggulnya diremas. Alea tahun jika dirinya akan segera menghadapi keinginan pria dewasa. 

 

Meski sudah sebesar ini Alea memang belum pernah berbuat macam-macam, jadi bukan cuma otaknya saja yang sedang syok tapi seluruh syaraf di tubuhnya juga demikian. Sesuatu yang lembab dan hangat beberapa kali mengecup dan menghisap ke beberapa bagian tubuhnya yang selalu terkejut. Rahang pria itu terasa kasar menyapu permukaan kulit Alea yang terus merinding. Sepertinya pria memang tahu tempat yang tepat untuk ditekuni.

 

Kali ini Alea merasa tubuhnya diangkat dengan begitu enteng. Lengan tuan Anmar terasa kokoh menahan berat tubuhnya dengan jalinan otot yang liat, dadanya bergemuruh dan keras saat Alea menempel di sana sejenak sebelum kemudian dibaringkan pelan-pelan ke atas ranjang.

 

Dalam jeda beberapa saat yang hening tersebut, Alea benar-benar tidak tahu apa yang sedang dilakukan tuan Anmar karena tidak ada suara apa-apa dan Alea juga tidak berani bersuara kecuali hanya merapatkan pinggulnya. Alea sangat malu, walaupun Alea tidak bisa melihat tapi dia tahu jika tuan Anmar sedang memperhatikan kepolosannya.

 

Gadis muda yang sangat lembut dan indah, tergolek pasrah dengan mata terikat. Gadis muda yang masih sangat utuh belum pernah tersentuh hingga gerakan kecil saja bisa sangat mengejutkannya. Sebagai pria yang sudah jauh lebih berpengalaman tentunya tuan Anmar tahu bagai mana Alea terus terkejut oleh sentuhan sederhananya. Walaupun gadi situ belum mau melihatnya tapi tuan Anmar bisa sangat memaklumi.

 

Beberapa saat kemudian Alea mendengar suara gemericik logam dari kepala ikat pinggang yang sedang diuraikan dan ditarik dengan cepat sebelum kemudian suaranya juga ikut dijatuhkan ke lantai. Alea coba utuk tidak memikirkan apa-apa tapi tetap saja buku-buku jarinya mengencang, mencengkram permukaan ranjang. Alea takut, sangat takut meskipun kemarin dia pikir akan siap menerima apapun.

 

Setelah ikut menanggalkan semua pakaiannya, tuan Anmar segera merangkak naik ke atas ranjang, menimbulkan suara berdencit berat di sekitar tubuh Alea. Pria itu sudah menaungi tubuh polos Alea yang mulai gelisah tapi tetap tidak berani bersuara. Alea tahu memang sudah menjadi tugasnya untuk tetap melayani pria yang kali ini telah menjadi suaminya. Terlepas dari apapun tujuan awal pernikahan mereka, tuan Anmar sekarang sudah menikahinya dan boleh mengambil apapun dari dirinya termasuk keperawanan Alea.

 

"Aku harus melakukanya jika menginginkan anak darimu." Tuan Anmar masih membelai pipi Alea seolah ingin kembali minta ijin walaupun Alea sudah menjadi haknya. "Semoga kau tidak keberatan, Alea."

 

Alea mengangguk dengan jantung berdegup kencang dan tubuhnya bergetar ketika merasakan kulit mereka saling bersentuhan. Walaupun tubuh besar yang sedang menindihnya itu terasa hangat tapi tubuh Alea tetap menggigil seperti orang yang sedang kedinginan karena demam.Butiran keringat dingin mulai merembas dari pori-pori di sekujur tubuh Alea yang terus merinding.

 

Bagaimana pun tuan Anmar tetap laki-laki, dia juga sudah sangat keras, malam ini akan segera menjadi peleburannya dengan gadis muda yang baru dia nikahi. 

 

Alea tidak melihat apa-apa kecuali hanya merasakan, merasakan sesuatu yang sangat besar dan sesak mendesaknya, terus memaksa masuk dengan kuat. Alea ikut memekik kejang dan apa yang terkoyak setelah itu adalah bukti jika gadis muda itu benar-benar masih utuh dan sempurna untuk dimiliki.

 

Rasanya juga sangat luar biasa mengejutkan bagi tuan Anmar setelah sekian lama. Istri yang masih sangat muda benar-benar seperti kuntum bungan mawar merah muda yang sedang merekah dan menyenangkan ketika ditenggelami.

 

Tubuh mereka telah menyatu, tidak bercelah lagi meski pun untuk sebutir atmosfer. Rasanya juga sudah lebur jadi satu tidak ada kesenjangan usia dalam hal seperti ini rasanya sama saja. Mereka hanya dua individu yang sedang melakukan penyatuan. Alea cuma mendengar suara, suara dari penyatuan mereka dan suara eraman dari nafas pria yang tumbuh memberat seiring dorongan yang terus dia desakkan kedalam tubuhnya. Alea sama sekali tidak tahu jika sex rasanya akan seperti itu, perih tapi juga ada yang terasa aneh ketika tersentuh di dalam sana. 

 

Alea terus tersengal-sengal dengan tarikan napas dalam tersendat hingga tenggorokannya terasa kering. Alea juga benar-benar tidak tahu jika laki-laki bisa sekeras itu menginginkannya. Semua sudah terlanjur, Alea tidak boleh menolak atau mengeluh walaupun sakit. Tuan Anmar terus menderanya, meski awalnya lembut dan pelan namun semakin lama tikamannya juga meningkat semakin keras hingga tubuh Alea mulai terpantul-pantul di atas ranjang. Alea memang tidak bisa melihat apa-apa tapi dia bisa membayangkan seperti apa kira-kira penampakan tubuh mereka berdua di depan cermin. 

 

Alea tersengal lagi tapi tetap tidak berani menolak atau menghindar. Alea menerima apa saja, apapun dari pria itu hingga tuan Anmar mengerang hebat di atas tubuhnya dan beberapa kali balas merintihkan nama Alea dalam desisan berat.

 

Sesuatu yang cair dan panas seketika membanjiri Alea di dalam sana. Ternyata Alea menangis, menangis bukan karena rasa sakitnya, tapi menangis karena tahu rahimnya sedang dibuahi oleh seorang pria. Alea akan melahirkan seorang anak untuk tuan Anmar.

********

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya KING AND QUEEN (bab 45)
36
23
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan