Forbidden Love - Part 1

30
2
Deskripsi

Aku sarankan kalian melakukan pembelian lewat web (karyakarsa.com) karena lebih murah dibanding transaksi di aplikasi.

Kalau masih ada yang belum paham, bisa tanya-tanya di DM. Makasih atas dukungannya 😘😘😘

PART 1

Abigail menatap bayangan dirinya di dalam cermin. Tubuhnya yang ramping terbalut cocktail dress warna putih, sangat serasi dengan warna kulitnya. Dress berbahan sutera itu memperlihatkan lekukan-lekukan indah yang terbentuk di tubuhnya. Abigail membenarkan tali spaghetti di pundaknya, merasa tidak nyaman.

“Sayang, dress yang kau belikan ini bagus, tapi terlalu terbuka. Bagaimana jika aku menggantinya dengan yang lebih tertutup?” Abigail berucap pada Marcel, suaminya.

Marcel yang sudah siap dengan setelan tuxedo putih serta jas warna hitam, melangkah mendekati istrinya. Ia berdiri di belakang wanita itu dan mengecup pundaknya yang terbuka.

“Kau terlihat cantik dan sexy dengan ini. Aku menyukainya.”

“Oke, aku boleh saja terlihat cantik di hadapanmu. Tapi apa aku juga harus tampil sexy di hadapan orang lain? Ayolah, Sayang. Kau tidak keberatan tubuh indah istrimu menjadi santapan mata-mata lelaki lain?”

“Tidak masalah, justru itu akan menjadi poin plus untukku. Lihat saja bagaimana nanti mereka akan mengagumimu dan berkata bahwa istri Marcel Alatas adalah wanita tercantik di pesta itu. Dan itu akan membuatku bangga, Honey.”

“Sayang, itu hanya pesta biasa, bukan ajang kontes kecantikan.”

“Kau tahu sendiri ‘kan, Tuan Davies mengadakan pesta ini untuk memperkenalkan putra tunggalnya yang baru pulang dari Los Angeles. Sudah pasti secara tidak langsung Tuan Davies menjadikan momen ini untuk mencarikan jodoh bagi Arthur. Akan ada banyak gadis-gadis cantik di sana, karena itu aku tidak ingin pesonamu terkalahkan oleh mereka. Malam ini, kau akan menjadi satu-satunya bintang yang bersinar di sana.”

“Tidak takut ada lelaki lain yang terperangkap oleh pesonaku dan berakhir jatuh cinta padaku?” Abigail menatap bayangan mata suaminya di dalam cermin.

Marcel tertawa, ia melingkarkan lengan di pinggang Abigail dan meletakkan dagunya tepat di pundak kanan wanita itu. “Kenapa harus takut? Mereka boleh jatuh cinta padamu, tapi semua orang tahu bahwa kau milikku. You are mine, dan hanya aku yang bisa memilikimu.”

Abigail tertunduk dengan senyum tertahan di bibirnya, tidak sanggup membalas tatapan intens suaminya. Wajahnya memanas dan rona merah menjalar di kedua pipinya. Wanita mana yang tidak meleleh ketika lelaki yang dicintainya mengucapkan kalimat seperti Marcel tadi?

“Aku punya sesuatu untukmu.” Marcel berbisik di telinga istrinya.

“Hadiah lagi?”

Marcel mengambil sesuatu dari saku jasnya, lantas memperlihatkan sebuah kalung depan wajah Abigail. “Hadiah untuk lima bulan pernikahan kita.”

Mata Abigail berbinar indah melihat kalung dengan liontin batu ruby berwarna merah. Sejak pernikahan mereka, Marcel sering menghujani Abigail dengan berbagai macam hadiah. Mulai dari perhiasan, pakaian-pakaian mahal, tas branded, dll. Romantis, bukan? Ah, bagaimana Abigail tidak semakin jatuh cinta pada suaminya?

“Kau terlalu sering membelikan barang-barang mahal untukku. Bukankah itu pemborosan?” protes Abigail.

Marcel tertawa. “Ini namanya meratukan wanita yang aku cintai.”

Abigail kembali menatap cermin, ia bisa dengan jelas melihat Marcel yang sedang memasangkan kalung itu di lehernya. Batu ruby itu nampak berkilau oleh cahaya lampu. Sangat indah.

“Terima kasih, Sayang.” Abigail membalikkan tubuh dan melingkarkan lengan di leher suaminya. “Terima kasih sudah memperlakukanku seperti seorang ratu.”

“Satu-satunya ratu di hatiku.”

“Really?”

“Of course.” Marcel mengecup bibir istrinya dengan lembut. “Ayo kita berangkat dan biarkan semua orang di pesta mengagumi kecantikan ratuku.”

***

“Pesta yang membosankan,” dengus Arthur sembari menyesap segelas cocktail di tangannya.

Dari balkon kamar lantai 2, lelaki dalam balutan tuxedo putih serta jas hitam yang sangat pas di tubuh atletisnya itu mengedarkan pandangan ke taman rumah. Tempat yang luas itu sudah disulap menjadi area pesta. Kursi-kursi berjajar rapi serta meja-meja penuh dengan makanan dan minuman. Pesta sederhana berkonsep outdoor itu nampak indah oleh buket bunga dan lampu hias yang terpasang di beberapa tempat.

“Memangnya apa yang kau harapkan dari pesta ini? Tarian gadis-gadis bertubuh sexy? Kita tidak sedang berada di club, Arthur.” Tuan Davies yang berdiri di sampingnya, tertawa.

“Seharusnya Papa tidak perlu membuat pesta hanya untuk menyambut kedatanganku.”

“Jangan pikir aku membuat pesta ini tanpa tujuan.”

“Tujuan? Agar semua relasi bisnis tahu bahwa Papa memiliki putra hebat yang suatu saat akan menggantikan Papa sebagai pimpinan perusahaan?”

“Tidak hanya itu.”

“Lalu?”

“Kau lihat tamu-tamu yang datang? Banyak relasi bisnis Papa yang mengajak anak gadisnya, siapa tahu nanti ada yang membuatmu tertarik.”

Arthur menaikkan kedua alisnya, kemudian tertawa. “Papa berusaha mencarikan jodoh untukku?”

“Usiamu sudah 29 tahun tapi masih saja bermain-main dengan wanita. Kau sudah waktunya menikah dan memiliki anak. Berhentilah bermain-main, Arthur.”

“Bukan bermain-main, Pa. Aku hanya sedang mencari wanita yang tepat untuk aku jadikan seorang istri.”

“Wanita seperti apa yang kau cari?”

“Wanita yang bisa membuatku jatuh cinta.”

“Cinta itu urusan nomor 2, yang penting itu komitmen. Jadi selama ini kau hanya mengencani wanita-wanita tanpa ada perasaan cinta? Ingin disebut lelaki brengsek, heh?”

“Bukan karena brengsek, Pa. Mereka yang menginginkanku, dan aku tidak tega jika harus menolaknya. Tapi Papa tidak usah khawatir, setahun belakangan ini aku sudah tidak pernah bermain-main lagi. Banyak gadis-gadis yang menggodaku, tapi sama sekali tidak ada yang menarik perhatianku.”

“Baguslah. Kalau begitu kau bisa melihat anak-anak gadis relasi bisnisku. Jika ada yang membuatmu tertarik, nanti aku akan mengenalkanmu padanya. Aku jamin tidak ada wanita manapun yang mampu menolak pesona putraku. Arthur Elenio Davies. Pewaris tunggal Davies Corp.”

Arthur kembali menyesap cocktail di gelasnya. Cita rasa asam, manis, dan pahit berpadu di dalam mulutnya. Mata Arthur berkelana ke area pesta, di mana para tamu undangan sudah hadir dan siap menyambutnya dengan tepuk tangan meriah. Adakah gadis-gadis cantik yang mampu menarik perhatian Arthur. Dan di satu titik, pandangan Arthur terpaku.

“Aku menemukannya,” ucap Arthur tanpa mengalihkan tatapannya.

“Gadis yang mana? Tunjukkan padaku.”

“Lihat gadis yang sedang berdiri sendirian di dekat lampu taman paling kanan? Wajah cantik dengan tatapan sayu. Kulitnya seindah pualam.” Arthur mengagumi keindahan di sana tanpa berkedip. “Apa Papa juga mengundang bidadari ke pesta ini? Lihat tubuhnya yang terbalut gaun sutera warna putih? Lekukan tubuhnya terlihat sempurna, rambutnya digelung ke atas dan memperlihatkan lehernya yang jenjang. Bagaimana rasanya mendaratkan sebuah kecupan di sana?”

Sebuah tepukan keras mendarat di bahu Arthur, dan seketika imajinasi liar di kepala lelaki itu buyar begitu saja. Ia menatap ayahnya kesal, ingin mengajukan protes.

“Dia istri orang, Bodoh!” Tuan Davies mendengus kesal. Bisa-bisanya putranya justru tertarik pada wanita yang sudah memiliki suami.

“Istri orang? Kau pasti bohong, Pa. Dia terlihat seperti masih gadis.”

“Dia istri Marcel, relasi bisnis kita. Mereka baru lima bulan menikah. Nanti aku kenalkan kau pada mereka. Tapi ingat, jangan sekali-kali menggodanya.”

“Oke.” Arthur mengedikkan bahu.

“Ayo, cepat turun. Acara akan segera dimulai.”

“Papa duluan, nanti aku menyusul.”

“Jangan terlalu lama.”

Arthur bergumam singkat, mengawasi punggung ayahnya yang menghilang di balik pintu. Dia kembali menyesap minumannya, sembari menghujamkan tatapannya pada bidadari yang tersesat di pesta itu. Tepat saat wanita itu mendongak ke atas dan mata sayu itupun berserobok pandang dengan tatapan setajam elang milik Arthur.

Hanya sesaat, karena di detik selanjutnya wanita itu buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain, dan melangkah menuju sekumpulan lelaki yang sedang berbincang-bincang. Oh, sepertinya Arthur ketahuan mengawasinya dan wanita itu merasa tidak nyaman.

“Jangan menggodanya?” Arthur menyeringai. “Terlalu sayang untuk dilewatkan. Lelaki beruntung mana yang mendapatkannya? Shit! Aku kalah cepat.”

Arthur meletakkan gelas di atas meja, bersiap-siap turun ke area pesta. Wanita asing itu membuatnya bersemangat. Ayahnya akan mengenalkan mereka. Masa bodoh meski wanita itu sudah bersuami. Sedikit menggodanya sepertinya tidak masalah.

***

Membosankan. Ya, sejujurnya Abigail tidak menyukai pesta semacam ini. Dari sekian banyak tamu undangan, tidak ada satupun dari mereka yang dikenal Abigail. Dia juga bukan type orang yang mudah berbaur dengan orang asing.

Sejak tadi Marcel sibuk bersama rekan-rekan bisnisnya. Membicarakan berbagai macam hal tentang perusahaan. Sangat membosankan bagi Abigail. Dan pesta macam apa ini? Banyak sekali para wanita yang terlihat tebar pesona dengan gaun-gaun seksi mereka. Apa karena mereka sedang berlomba-lomba menarik perhatian putra Tuan Davies? Kabarnya, Tuan Davies memang sedang mencari menantu. Putranya yang berusia 29 tahun belum menikah karena tidak pernah menjalin hubungan yang serius dengan wanita.

Oke, sekarang Abigail tahu alasannya. Lihat bagaimana para gadis-gadis itu terpukau ketika Arthur memperkenalkan diri di atas podium! Mata mereka tidak berkedip menatap lelaki bertubuh tinggi tegap dalam balutan tuxedo dan jas hitam. Wajah aristokrat dengan senyum mempesona, seolah mengundang siapa saja untuk mengagumi dirinya.

“Sayang, apa kita tidak bisa pulang cepat? Aku bosan di sini,” bisik Abigail.

“Tidak bisa, Honey. Bagaimanapun juga aku harus menghargai undangan Tuan Davies. Lagipula setelah ini kami juga harus membahas tentang bisnis.”

“Kalau begitu aku pulang duluan saja, bagaimana?”

“Aku tidak mungkin membiarkanmu malam-malam pulang naik taksi dengan pakaian seperti ini. Tunggu aku saja, oke? Hanya 1 atau 2 jam saja.”

Abigail mengembuskan napas kasar. Jangankan 1 jam. 1 menit saja berasa setahun. “Tidak apa-apa, Sayang. Lagipula ini belum terlalu malam. Jalanan masih ramai.”

“Oke. Tapi sebaiknya kita menyapa Tuan dan Nyonya Davies terlebih dulu.”

Marcel merengkuh pinggang ramping istrinya, bersama-sama menghampiri tuan rumah. Tuan Davies dan Nyonya Maria sangat ramah. Mereka menyalami Abigail dan Marcel.

“Halo, Marcel. Apa kabar?” ucap Nyonya Maria. “Jadi ini istrimu? Maaf waktu itu aku tidak bisa menghadiri acara pernikahan kalian karena sibuk.”

“Saya Abigail, senang bisa berkenalan dengan Anda, Nyonya Maria.” Abigail memperkenalkan diri.

“Kau beruntung memiliki istri secantik Abigail, Marcel. Ah, semoga saja nanti Arthur juga bisa mendapatkan istri yang seistimewa ini.” Nyonya Maria mengusap pundak Abigail dengan lembut.

“Arthur lelaki yang tampan. Dia pasti bisa mendapatkan yang lebih cantik dari Abigail,” kata Marcel.

Mereka berbasa-basi sebentar, sebelum akhirnya Abigail berpamitan.

“Kau pulang sendirian?” tanya Nyonya Maria. “Tidak, ini sudah malam. Ah ya, kebetulan rumah kalian searah dengan apartemen Arthur. Biar Arthur yang mengantarmu sekalian dia pulang.”

“Tidak usah repot-repot, Nyonya.”

“Sama sekali tidak merepotkan. Kebetulan tadi Arthur juga mau pulang ke apartemennya, jadi biar sekalian lewat. Sebentar, aku panggilkan.” Nyonya Maria mengedarkan pandangan, dan melambaikan tangan begitu menemukan Arthur.

“Ya, Ma?” Arthur menghampiri kedua orang tuanya.

“Kau mau pulang, ‘kan? Antarkan istri Marcel, kebetulan rumahnya searah dengan apartemenmu.”

Arthur menatap Marcel dan Abigail bergantian. “Oke.”

Abigail ingin mengajukan protes, tetapi Marcel justru menyetujui ide Nyonya Maria dan mengatakan bahwa ia lebih merasa tenang ketika Abigail pulang bersama Arthur dibanding naik taksi. Akhirnya, ia tidak punya pilihan lain kecuali berjalan membuntuti Arthur menuju ke mobil.

“Antarkan sampai ke rumah!” Nyonya Maria berseru. “Awas kalau sampai diturunkan di tengah jalan.”

“Oke, Ma.” Arthur balas berseru. Lelaki itu tidak berhenti tersenyum. Baru beberapa menit yang lalu ia ingin mencoba berkenalan dengan wanita cantik itu. Ternyata, ibunya sudah terlebih dulu memberikan peluang bagi Arthur untuk mengantar Abigail pulang. Bukankah ini sebuah keberuntungan?

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Forbidden Love
Selanjutnya Forbidden Love - Part 2
23
4
“Hei, kau mau ke mana? Mobilku berada di sebelah sana!” seru Arthur.“Aku naik taksi saja,” sahut Abigail tanpa menoleh.“Naik taksi? Yang benar saja! Ibuku memintaku untuk mengantarmu sampai rumah.”“Terima kasih, tapi aku bisa pulang sendiri.”“Tidak baik seorang wanita pulang malam-malam sendirian.”Abigail menghentikan langkah, berbalik menatap Arthur. “Akan lebih tidak baik lagi jika seorang wanita yang sudah bersuami berada di dalam mobil bersama lelaki lain. Bagaimana jika orang berpikir yang tidak-tidak?”“Why? Suamimu sudah mengizinkannya. Dia bahkan mempercayakan keselamatanmu padaku.”Abigail menghela napas kasar. “Maaf, tapi aku tidak nyaman berada satu mobil bersama orang asing.”“Hei, Nona? Apa wajahku terlihat seperti kriminal?” Arthur tertawa. “Aku tidak mau tahu alasanmu, saat ibuku memintaku untuk mengantarmu, artinya keselamatanmu adalah tanggung jawabku. Seandainya kau pulang sendiri dan hal buruk terjadi, tetap saja aku orang pertama yang akan disalahkan.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan