
Deskripsi
Bulan depan ulang tahunnya Remi, Tara berniat mengadakan dinner romantis nan megah yg bertabur makanan langka sebagai hadiah untuk Nya, sedikit tambahan dengan menyiarkan acara ini secara online mungkin akan menarik pikirnya, satu persatu persiapan acara itu selesai dikerjakan, ruangan berukuran 4 x 6 sudah di sulap bak VIP Room untuk para golongan Sultan, Tara menghela nafas dipusingkan dengan Daging segar yang ada di hadapannya, Besok ulang tahunnya, Remi suka dibuat apa ya katanya Sambil harap-harap...
Berbagi Kisah Nyata dimana pun berada
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya
"Begu Ganjang" Mejuah juah Man banta Kerina
9
0
Begu GanjangMejuah juah Man banta Kerina Sedikit penjelasan arti dan sebutan :*Nini = Nenek / Mbah Uti *Nini Buyut = ibu dari Nenek *Mama = Paman Garis Keturunan Ibu *Nande = Ibu *Bapa = bapak *Pak tua = Pak De *Pak Uda = Pak Le (adek laki laki bapak paling bungsu) *Pak Tengah = Sebutan saudara laki laki bapak urutan di tengah, tidak paling muda *Mami/bibik = Tante *Bolang = Kakek *Man/Naken = Makan *Ndu, Kam = kamu *Ban = Untuk *Kuta = Kampung. OpeningTok.. Tok… Tok.. “Woiiii Begindu !!! (Oiii Kau dengar??)” Teriak seseorang dari luar rumah yang mengusik tidur nyenyak Pak Bukit dimalam itu, dirinya tersentak kaget, dengan kelopak mata terbuka setengah, sebebelum dia beranjak dari ranjang tempat berbaring.Suara tersebut terus bergema, mengaung memangil namanya sembari mengetuk pintu rumah, “Ise? (siapa)” Tanya Pak Bukit sambil berjalan kearah pintu rumahnya dengan perlahan,. “Aku, Buka lebe (aku, buka dulu?), jawab sosok misterius tersebut. “Engkou Sep? (Kamu itu Sep?)” Tanya Pak Bukit spontan, seakan dirinya mengenali suara tersebut.Pak Bukit mempercepat langkahnya guna membuka pintu, ada kebingungan dalam hatinya, kenapa Josep adik bungsunya mengunjungi dia dalam keadaan larut malam seperti saat itu, apakah ada hal penting yang harus segera disampaikan, sampai dia mengedor pintu rumah di jam 1 dini hari, pikir Pak Bukit didalam benak. Pintu itu di buka oleh-nya, “Sep… Josep, I ja engkou? (Sep.. Josep dimana kau?)” teriak Pak Bukit mencari keberadaan adiknya.Dia merasa bingung, menatapi kesunyian disekitar, tanpa ada tanda seorang pun berada disana, Pak bukit kemudian melangkah lebih jauh keluar rumah, menilik sekitar guna mencari keberadaan Josep saat itu. “Apakah Aku sedang berhalusinasi, tapi suara dan ketukan itu sangat jelas mengiang di telinga” ucapnya riuh pada diri sendiri.Lama matanya menilik sekitar, sekali lagi dirinya coba memastikan keberadaan sosok yang baru saja memanggil namanya, dirinya mengitari rumah tersebut, namun tetap tidak ada seorangpun yang dijumpai oleh dirinya di dini hari tersebut.Pak Bukit mencoba mengabaikan kejadian tersebut, mungkin benar aku sedang berhalusinasi, ucapnya kembali mencoba melawan rasa takut didalam hatinya, dia kembali masuk ke dalam rumah. Krek… Ditutupnya kembali pintu tersebut, baru selangkah dirinya membalikan badan, hendak masuk kedalam kamar tidurnya. “Tok.. Tok.. Tok.. “ pintu itu kembali terketuk, “Woiiii Begindu !!! (Oiii Kau dengar??)”, begitulah suara itu kembali terdengar memangil dirinya dari luar rumah. Pak bukit terdiam, bulu kuduknya bergedik, seiring kaki yang mulai gemetar, sesaat dia berhenti mencoba menenangkan diri, sebelum kembali dia membalikan badanya menatap kearah pintu dengan tajam. Di telaahnya suara yang sedari tadi intens memanggil dirinya tanpa ada sedikitpun jedah, begitu pula dengan ketukan tersebut, yang terus berbunyi nyaring dikeheningan malam kala itu.“Tok.. Tok.. Tok.. Woiiii Begindu !!! (Oiii Kau dengar??)”,Pak Bukit menghela nafas panjang, memberanikan diri untuk sekali lagi membukakan pintu tersebut, walau dirinya sudah merasa takut, tapi dia masih mencoba berpikir positive, bawasannya Josep, adik bungsunya mungkin sedang menjahilin dirinya.Kreeek… Pintu itu dibuka kembali oleh dirinya, dan seketika itu Pak Bukit langsung bergedik hebat, matanya terbelalak, menatap sosok Hantu mengerikan yang berdiri tepat dihadapannya. “Be.. be.. begu ganjang ( Hantu Panjang)” teriak pak bukit ketakutan menatap sosok demid tersebut.Tubuhnya seketikakaku, begitu juga dengan mulutnya, dia tidak dapat mengerakan 1 pun organ tubuh, hanya kepala dan matanya yang seperti terus bergerak, melihat sosok goib tersebut semakin membesar, dan seketika mencengkram lehernya.Bukit terengah mencoba menghirup udara yang tidak lagi dapat masuk dengan bebas kedalam hidungnya, Begu Ganjang itu mencekik dirinya dengan sangat kuat, sekuat tenaga dia meronta mencoba melepaskan cekikan tersebut, namun belum jua dia berhasil terlepas dari cekikan itu, Begu Ganjang tersebut dengan cepat menancapkan 5 jari yang memiliki kuku sangat tajam menembus perutnya hingga menyentuh usus.Bukit langsung memuntahkan cairan merah dari mulut, darah bercecer dari perut dan mulutnya, seketika itu pula dirinya tewas di heningnya malam. Keesokan hari kampung Marga Silima (bukan nama sebenarnya) terhebohkan dengan kematian Pak bukit. Melihat Jenazah dirinya membuat Warga terbelalak hebat, merasa ngeri akan luka memar membiru dibagian leher dan perut. Isenge si ngrim begu ganjang e? (siapa yg mengirim setan panjang ini?) ujar salah 1 warga yang turut hadir disana saat itu. Bagi warga kampung Marga Silima melihat hal tersebut seakan kembali mengingatkan akan peristiwa beberapa tahun silam, dimana perbegu ganjang (sebutan bagi orang yang memelihara setan panjang), membuat keadaan kampung tersebut hidup dalam ketakutan di setiap harinya.Kehadiran sosok misterius ini awalnya untuk peruntuan membantu warga guna melindungi hasil panen mereka, karena pada saat itu rawan aksi pencurian hasil tani. Begu ganjang sendiri merupakan sosok hantu paling populer di sumatra utara, Demid yang konon katanya hasil dari penjeratan jiwa bayi, sosok ini berprawakan seperti manusia, namun bila kita bertemu serta menatap dirinya, dia akan terus bertambah panjang dan akan membunuh korbannya dengan cara mencekik hingga kehabisan udara. Namun seiring perjalanan waktu, peruntuan begu ganjang yang sejatinya hanya sebatas ingon penjaga, lambat laun berubah menjadi lebih mengerikan. Setan tersebut lebih banyak disalah gunakan untuk mengirim santet, atau bisa juga sebagai pemujaan, demid yang mampu memberikan kekayaan (pesugihan), begitulah isi dongeng yang kerap ku dengar dari Alm Nini (Nini = nenek) semasa kecil dulu. Sama seperti kematian Pak Bukit, cerita itu seperti tidak mengenal akhir, sudah 4 generasi terlampaui namun Bibik (= bude) dari Nini (=Mbah uti/nenek) masih dicap sebagi perbegu ganjang bahkan sampai cerita ini saya tuliskan. Sebut saja Nini buyut ku itu bernama Parbun, umurnya sudah menginjak 94 tahun kala aku kecil dulu (2002), beliau berprawakan kurus dan bongkok, dia hidup sebatang kara, kalau dari cerita yang aku dengar, beliau sempat menikah namun tidak mempunyai anak, sementara untuk saudara kandungnya sendiri hanya ada 1 orang, yaitu adek lelaki bernama Natal, yang tak lain adalah ayah dari Nini Ku (Mbah Uti). Sementara Mbah Uti memiliki 2 saudara kandung lain, dimana salah satunya merupakan orang yang diamanahkan oleh ayah mereka untuk merawat Nini Parbun. Aku sendiri jarang ketemu dengan beliau, namun setiap kali beliau datang menemui kami, pasti akan ada hal buruk yang menerpa.Entah itu pertengkaaran antara ayah dan ibu, Ada anggota keluarga yang sakit, bahkan terjadi kecelakaan yang dapat dikatagorikan tidak lazim. Mungkin hanya satu kebetulan, begitulah hemat ku engan untuk menyangkut pautkan semuanya dengan hal berbau mistis.Tetapi pandangan positive itu sepertinya salah, terlebih pada saat adik dari mbah uti berpulang, dan Nini Parbun tinggal bersama kami. Disini awal aku baru menyadari bahwa buyut ku ini benar seorang Perbegu Ganjang, yang memiliki aura sangat hitam dan kelam, dan apa yang dikatakan orang akan sosok dirinya yang tak ubahnya dukun santet memang benar adanya.Tidak hanya sampai disitu, mungkin pula apa yang dituduhkan warga pada masa mudanya merupakan suatu kebenaran, bawasannya beliaulah yang menjadi dalang tewasnya Pak bukit, Pria yang tak lain adalah suaminya sendiri.Begu Ganjang Mejuah Juah Man Banta Kerina (sehat sehat untuk kita semua) Begitulah ucapnya ramah kepada siapa pun yang dia temui. Parbun ZenajorenaNgundari reh kami naruhken nakan manban ndu Ni, Ngelah la mesui ukur ndu nandangi kami kempu kempu ndu enda, persikap kerina, ula nari ribut ita i jena (Kedatangan kami untuk mengantarkan makan,mohon maaf, jangan lagi sakit hati akan kelakuan cucu mu Mbah, biar semua kembali damai)” begitu lah Nini (nenek/mbah) berkata kepada Nini Parbun pasca sakit berkepanjangan yang melanda ibu.Selang acara sungkem ke tempat Nini Parbun, secara misterius keadaan ibu yang semula sakit, berangsur membaik, selain itu penampakan makhluk astral yang kerap menampakan diri, seketika terhenti dan tidak pernah mengangu kami lagi . Di tahun 2011, dengan usia yang sudah melebih 1 abad, Nini Parbun akhirnya berpulang, menghembuskan napas terakhirnya.TamatTamat perjalanan hidup beliau di dunia fana ini, dan disinilah pula awal cerita tentang beliau mulai terkuak, dimana acara prosesi yang seharusnya bernuansa kesedihan, malah menjadi ajang pembongkaran aib masa lalu. Semua orang khusyuk membicarakan tubuh yg sudah terkaku didalam peti mati tersebut. Nini Parbun dulu merupakan....... “1925”,Parbun Zenajorena atau yang kami kenal dengan sebutan Nini Parbun merupakan gadis remaja yang tinggal di Kampung Marga Silima, saat itu dia berusia 17 tahun dan menjadi kembang desa yang menjadi incaran para pemuda dimasanya. Konon sangkin cantiknya wajah Gadis yang biasa di panggil Zena tersebut, banyak pria beradu jotos demi menarik simpati si kembang desa, sayangnya, hingga usianya menginjak angka 17, umur yang pada saat itu sudah layak nikah bagi kaum wanita, belum ada seorang priapun yang berani mempersunting dirinya secara langsung.Statusnya sebagai anak dari kepala adat dengan strata kaum berada pastinya menciutkan nyali pemuda untuk melamar dirinya, tetapi bukan hal tersebut yg menjadi pertimbangan, karna pada saat itu banyak keluarga disana yang jua memiliki kekayaan, dan bisa dikatakan sebanding bahkan jauh melebihi harta keluarga tersebut. Justru keberadaan Nande Rada (Ibu dari Zena) yang membuat pria disana engan untuk meminang wanita cantik tersebut, sudah menjadi suatu rahasia umum, sosok ibunda dari Zena dikenal oleh warga desa Marga Silima sebagai seorang Perbegu Ganjeng (Dukun Santet), yang pastinya membuat siapapun bergedik dan engan untuk mendekatai keluarga tersebut. 3 tahun lamanya, barulah seorang pria muda muncul memberanikan diri mengunjungi keluarga Zena, pria tersebut tak lain adalah Bukit Sitepu (Bukan nama sebenarnya), seorang pria baik yang mungkin salah dalam memilih pasangan.Kala itu zena sudah menginjak usia 20 tahun, umur yang pada saat itu sudah dikatakan telat bagi seorang wanita untuk menikah. Perkara faktor umur tersebut jua, yang akhirya membuat Bukit tidak perlu bersusah payah untuk meraih simpati keluarga Zena, dan acara blau selambar (mengantarkan sirih selembar), semakin memantapkan dirinya untuk mempersunting zena dan melangkah ke acara Mbaba Kampil (pernikahan). Pesta adat bernuasa mewah digelar selama 3 hari, sebagai penanda resminya hubungan antara Zena dan Bukit, ke 2 nya dianggap pasangan serasi, karna memang berasal dari strata keluarga terpandang di desa Marga Silima, namun tetap saja ada orang yang mencibir pernikah tersebut, terutama keluarga dari pihak mempelai pria yang sempat menentang hubungan Bukit dan Zena, bahkan beberapa keluarga inti Bukit, berkali kali mengingatkan dirinya untuk memikirkan ulang rencananya menikahi Wanita tersebut, dan lagi lagi Nande Rada (Ibu dari Zena) menjadi alasan yang dilontarkan mereka. “Perbegu ganjang keluarga na!! (bersekutu dengan setan keluarga itu!!)” begitulah perkataan miring yang sering kali didengarkan bukit dari beberapa saudaranya.Singkat cerita selang dari prosesi tersebut, ke 2 nya sah menjadi pasangan suami istri, mereka mendiami rumah baru yang sudah dipersiapkan oleh orang tua Bukit sebelum pernikahan tersebut dilakukan, saat itu zena berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan sesekali membantu suaminya bekerja diladang kepunyaan mereka, karena pada saat itu mata pencarian warga disana merupakan petani buah dan sayuran. Awal pernikahan itu berjalan mulus, ke 2 nya saling melengkapi, bahkan tudingan miring yang dulu sering didengar bukit, sudah tidak lagi muncul kepermukaan dan seakan tenggelam dengan kemesraan serta kekompakan yang kerap mereka tunjukan kepada orang orang.Namun 9 bulan beralalu, cerita indah tersebut akhirnya memulai babak baru, awal tragedi keretakan itu terjadi pada saat ladang 1 hektar berisikan buah jeruk siap panen milik mereka, raib digondol maling. Zena dan Bukit terpaksa mengigit jari, melihat setengah hasil ladang kerja keras mereka dipanen oleh orang tidak bertanggung jawab, dan pastinya kabar itu sampai pula di telinga Nande Rada. Beliau berang mendengar kejadian tersebut, akibat perkara itu jua beliau memasang pagar goib berisikan pasukan Begu Ganjang miliknya untuk memberikan pelajaran kepada si pencuri, sekalipun maksud dan tujuan beliau baik, tapi hal tersebut membuat Bukit kecewa, apalagi mengingat Bukit memiliki pondasi agama dari keluarga yang taat, namun apa daya didepan ibu mertuanya Bukit hanya bisa mengiyakan perbuatan musrik tersebut dilakukan oleh Ibu Mertuanya. Kehancuran keluarga ZenaTidak perlu waktu lama, hanya selang sebulan dari pemasangan pagar goib itu, rumah dari Bukit mendapat kunjungan dari pasangan paruh baya yang memohon maaf atas kelakuan anaknya, mereka menuturkan bawasannya putra mereka merupakan orang yang mencuri hasil panen di ladang Bukit. “Mohon kali nak ku, ampuni kel anak ku, janji ku galari kerina” (Tolong nak, ampuni kesalahan putra ku, kami janji akan membayar segala kerugian). Begitulah perkataan yang disampaikan orang tua tersebut kepada Bukit.Jelas bukit merasa aneh, karna dia tidak pernah merasa memiliki masalah dengan orang lain, Bukit hanya diam, tanpa tau harus menjawab apa?, terlebih dari penuturan ke 2 orang tua tersebut yang mengatakan saat ini anak mereka sedang sakit parah dan 2 hari yang lalu anaknya mengakui perbuatan tersebut, serta meminta ke 2 orang tuanya menyambangi rumah Bukit guna memohon maaf. Bukit kembali hanya bisa terhenyuk dalam diamnya, terlebih ucapan dari Wanita tua tersebut sedikit membuat dia bergedik. “Mati aku kayaknya besok Mak, moga bisa dimaafkan Bukit aku” ucap beliau menirukan perkataan anaknya dengan penuh air mata. Panjang kali lebar perbincangan itu berlangsung, Bukit sudah berulang kali mengatakan sudah memaafkan, hanya saja tuntutan dari ke 2 orang tersebut untuk membebaskan anak mereka membuat tekanan besar pada diri Bukit. Dirinya paham bahwa apa yg merundung putra mereka merupakan ulah dari begu ganjang milik mertuanya, tapi tidak mungkin dirinya menceritakan kejadian tersebut kepada mereka. Bukit terpaksa berpura pura tidak mengetahui apa yang terjadi kepada putra mereka, dan menyangkal tuduhkan itu. Sitik pei la ku teh nde, la ku ngerti kai si terjadi ras anak ndu (sedikit pun aku gak paham buk, aku benar gak tau apa yg terjadi pada anak kalian) ucap Bukit kepada wanita tua yang sedari tadi meraung memohon di kaki nya. Singkat cerita ke 2 orang tersebut pulang dengan perasaan kecewa karna Bukit tidak dapat menyangupi permintaan mereka, kepergian mereka jua membuat Bukit merasa cemas, membayangkan sesuatu yang mungkin besok akan terjadi, dan benar saja, firasat bukit begitu cepat terjadi. Seminggu dari kejadian itu, kabar tak mengenakan cepat berembus, dimana bukit mendapatkan informasi bawasannya pria tersebut benar tewas selang sehari dari kedatangan ke 2 orang tuanya, semenjak saat itu juga nama Bukit menjadi tenar dalam hal negative, dia dicap sebagai seorang perbegu ganjang, yang pastinya membuat dirinya maupun zena mulai dikucilkan.Lambat laun prihal tersebut membuat pribadi Bukit berubah drastis, sangkin seringnya dia menerima gunjingan dari warga, bahkan keluarganya kembali mengungkit kisah lalu agar dirinya mengurungkan niat untuk menikahi zena semakin membuat Bukit depresi dan sering melampiaskan kekesalannya dengan menyalahkan zena. Tak jarang pula dirinya mulai ringan tangan, dan mulai menjelekan Nande rada di hadapan Zena.Mulih kau ras nandem, engkau perbahan bage kerina, seh kel nyesal aku erjamu ras mu (Pulang saja kamu ke mamak mu, gara gara kamu semua jadi begini, sumpah aku sangat menyesal menikahi mu) perkataan tersebut acap kali terlontar dari mulut nya kepada zena disaat mereka mulai berdebat. Zena saat itu masih mencoba menahan hatinya, karna dicerai oleh suami, merupakan aib bagi keluarga dikala itu, namun kerasnya batu karang dihati seorang wanita, tetap akan luluh lantah bila terus diterpa ombak. Begitu juga zena, sangkin seringnya dia menerima perlakuan kasar, dirinya seakan mati rasa, dan menyimpan dendam kepada Bukit, karna bagi dirinya, seburuk apapun kelakuan ibu tercinta, tetap dirinya tidak akan ikhlas mendengar Bukit terus terusan menghina Ibunya. Keretakan hubungan itu pada akhirnya tidak dapat ditutupi oleh Zena, suatu ketika Bukit kembali melontarkan hinaan membabi buta dikarenakan akar permasalahan yang sangat sepele.“Ga ada becusnya kau jadi istri, pantas kali memang kau jadi anak mamak mu” Bentak Bukit kesal karna dipagi itu Zena telat mempersiapkan sarapan bagi dirinya. Bentakan itu terdengar sampai keluar rumah yang membuat siapapun mendengarkannya pasti akan merasa risih, tak terkecuali Natal, adik lelaki zena yg pada pagi itu hendak menjemput dirinya bergegas pulang kerumah. Selama ini keluarga dari Zena sebenarnya sudah mengetahui kabar keretakan rumah tangga Zena, serta perlakuan kasar dari Bukit kepadanya, namun mereka tidak mau terlalu mencampuri urusan pribadi rumah tangga anak tertuanya tersebut, apalagi Zena juga enggan tuk bercerita.Sama seperti pagi itu, sekali pun Natal merasa dongkol akan perlakuan Iparnya Bukit, dia masih menjaga perasaan dari kakak tercintanya. “Kak.. kak zena.. Dirumah Kam kak? ( Kak.. Kak Zena .. Dirumah kakak?)” Teriak nya dari luar rumah agar Bukit menghentikan makian yang sedari tadi terdengar dari dalam sana. Mendengar panggilan tersebut membuat Bukit sedikit kalang kabut, apalagi Zena masih terisak tangis, terduduk disalah 1 bangku di ruang tamu.Bukit enggan untuk bertemu dengan saudara lelaki istrinya tersebut. “Ula kataken merawa aku, paham ko, aku erjuma lebe ( jangan bilang aku lagi marah, ngerti kau!! Aku kerja keladang dulu)” Ujar Bukit meninggalkan dirinya dari pintu belakang.Selang dari kepergian suaminya, Zena sempat mengelap air matanya, menenangkan diri sebelum menyuruh adiknya masuk kedalam rumah. “Masuk dek” Teriaknya, sembari memaksakan tersenyum untuk menghadapi kehadiran adiknya tersebut. Sesaat natal masuk ke dalam rumah, dia memandangi wajah kakaknya, ada sedikit bekas membiru di wajah zena, namun Natal enggan mempertanyakan apa yang terjadi, dia juga enggan untuk menanyakan keberadaan Bukit, karna kedatangan Natal kesana sejatinya sudah membawa kabar buruk, dan tidak ingin dirinya melihat kakaknya semakin terpuruk. “Otah kak, Mulih ita, enggo pulang bapa nai (ayok kak, pulang kita kerumah, bapak sudah wafat)” .Ucapnya lirih yang membuat zena seketika terduduk, menangis histeris memangil ayahnya. Saat itu juga mereka segera berangkat pulang kerumah, sepanjang perjalanan Zena tidak berhenti menangis dan setibanya disana, tangisan itu semakin keras terdengar. “Pak, Ula kam tadingken aku, ija nari ingan ku ertedu, baba aku pak (Pak jangan tinggalkan aku, dimana lagi nanti aku mengadu, bawa aku pak)” ucap Zena sembari memeluk tubuh pria tua yang sudah kaku tersebut. Natal coba menenangkan dirinya, namun diapun tak kuasa melawan kesedihan serta larut dalam tangis.Ber 2 mereka bersujud memohon maaf di mayat ayahnya. Isak tangis ke 2 nya membuat warga disana mengiba turut hanyut dalam kesedihan,, sekalipun masih banyak hal hal ganjil yang membuat Warga sebenarnya bertanya tanya tentang yang terjadi kepada ayah mereka.Seperti yang dituliskan diawal cerita, Nande Rada dicap seorang dukun santet, selain itu kematian Ayah mereka tergolong cepat tanpa ada sakit yang menyertai, belum lagi ditubuh mayat tersebut banyak memar menghitam, terutama dibagian leher, yang sekaan menandakan beliau wafat dicekik seseorang, mata mayat tersebut pun tidak dapat dipejamkan, terus melotot dan membuat semua warga yang hadir melayat bergedik ketika melihatnya. Kembali rumor miring beredar, banyak warga yang melayat pada hari itu, mengatakan beliau terkena Begu ganjang, mungkin kiriman dari orang yang sakit hati dengan Nande Rada, tapi rumor lebih menyakitkan iyalah, dia dijadikan tumbal oleh Istrinya sendiri (Nande Rada), hal itu diperkuat dengan begitu tegarnya Nande Rada menjalani prosesi pemakaman suaminya dimana beliau tidak sedikitpun terlihat menangisi Jenazah suaminya. 2 hari berlalu, acara prosesi pemakaman usai, dan meninggalkan bekas mendalam di hati zena, dia sungguh terpukul, kehilangan sosok pria yang selama ini menjadi pangayom, pikirannya hampa tanpa tau harus berbuat apa, belum lagi sang suami yang diharapkan menjadi tempat bersandar, malah menjadi beban pikiran tersendiri, Bukit engan untuk hadir, atau menjemput dirinya. Malam di hari ke 2 itu pula, selang kepulangan sanak saudara dan menyisakan mereka ber 3 dirumah tersebut, Nande Rada mulai bertingkah laku ganjil, Zena dan Natal dipanggil oleh dirinya, guna membicarakan satu rahasia besar dari keluarga mereka. Cahaya dari petromak menjadi sumber penerangan, Natal dan Zena duduk menghadap Nande Rada, dan saat itu pula dirinya menangis, seakan melepas segala sedih ditinggal oleh suaminya. Ke 2 anak nya langsung merangkul beliau, suara isak tangis silih berganti dari mereka. Engo nde, ersikap ngekerina (sudah mak, baiknya nanti) ucap Natal bersikap bijaksana, karna pada saat itu dia merupakan satu satunya lelaki yang ada disana dan pula menjadi kewajiban dirinya untuk menganti sosok ayahandanya.Lama mereka berpelukan, saling menguatkan, baik Zena dan Natal silih berganti menghibur Nande Rada, hingga disaat hari semakin larut, cahaya dari petromak juga meredup, tangis Nande Rada tetiba berubah menjadi cekikikan melengking, beliau tertawa diantara isak tangis ke 2 anaknya Mejuah juah man banta kerina Ucap nande rada dengan suara yang sangat berat, Zena dan Natal yang mendengarkan perkataan tersebut sontak terkaget, mata mereka menatap tajam ke arah Nande Rada yang sedari tadi tidak berhenti tertawa. Kematian Nande RadaNatal menarik tangan Zena, mencoba menjauhi ibunya. Disamar penerangan malam itu, Zena dan Natal sempat melihat wajah Nande Rada berubah, wajah ibunya terlihat kurus hingga menonjolkan sisi tulang wajah, begitu juga dengan tubuh beliau, baju yang dikenakan beliau seakan melorot, padahal Nande Rada memiliki perawakan tubuh gempal.Mereka sudah salah memilih lawan, siapapun tidak boleh mempermainkan kami. Tiba saat nya waktu pembalasan, kau zena, dengarkan, besok kalau aku sudah tidak ada, kamu pemimpin keluarga ini Ucap Nande Rada kepada ke 2 anaknya. Zena dan Natal terdiam kaku dalam ketakutan, karna selang dari ucapan tersebut, untuk kali pertama mereka melihat langsung sosok yang sering dituduhkan kepada Nande Rada ada disana, mata mereka tidak dapat mempercayai kala tubuh Nande Rada semakin memanjang, bahkan melebihi tinggi langit langit rumah. Tuhu Nande perbegu ganjang dek (benar ibu melihara setan dek) ujar zena menyaksikan hal tersebut,. Erangan mengerikan dari arah depan mereka terdengar, Zena dan Natal histeris berteriak kencang dengan riak wajah pucat pasi melihat sosok begu ganjang tersebut. Angin juga berhembus kencang di dalam ruangan itu, padahal tidak ada pintu maupun jendela yang terbuka. “Ertoto kak, ertoto ita (Berdoa kak, doa kita)” ucap Natal kepada Zena. Sampetin kel kami Dibata (Tolong kami Tuhan) spontan kalimat tersebut diucapkan zena. Engo nde (sudah mak) lanjut dirinya berbicara, sedih melihat apa yang terjadi kepada ibunya.Perkataan itu sempat membuat Begu Ganjang yang ada dihadapan mereka berhenti mengerang, Hantu tersebut menatap lirih, tajam ke arah Zena dan Natal, seakan mengerti permintaan mereka.Mata demid tersebut mendadak sayu, seakan ingin menangis. Lagi zena berucap, berlinang air mata Engo nde, ula nari, persikap nde (sudah mak, jangan lagi, hentinkan semua) katanya kembali. Begu ganjang tersebut, berjalan mendekati zena dan natal yang sudut terpojok disisi ruangan, sampai jarak mereka sekitar 1 meter,dia menatap Zena. Ula kou ajari kai sikulakuken (ngak perlu kau menasehati ku) Ujar demid itu sembari kembali mengerang, membuka mulutnya yang dipenuhi oleh taring taring tajam. Zena dan Natal kembali bergedik, histeris, tidak sempat mereka bersiap, Begu Ganjang tersebut menghempaskan tangganya kearah Natal, membuat dirinya terpental, menghajar dinding kayu, Dek teriak Zena melihat kejadian itu. Zena menatap Begu Ganjang tersebut. Bunuh aku makucapnya. Begu ganjang tersebut mendekatkan wajahnya, zena dapat merasakan nafas erangan dari hantu tersebut. Plak.... Tangan demid tersebut mencekik leher zena. Me engo ku kataken, ula ajari mu aku (sudah ku katakan, jangan kamu mengajari diri ini)”. pungkas Begu Ganjang tersebut berbicara tepat di depan wajah zena yang tersedak, menahan sakit karna cekikan tersebut. Zena tak dapat berkata kata, dia terengah, dengan ke 2 tangannya berusaha melepaskan cengkraman demid tersebut dari lehernya. Aku akan sangat puas melihat kalian semua mati secara bersamaan Ujar Begu Ganjang itu sambil menyerigai, ucapan itu jua seakan bergema didalam ruang tersebut, bahkan Natal yang masih memegangi punggungnya tak kalah gemetar mendengar perkataan itu. U,.. ud. udah mak, am..ampun mohon zena terbatah, dari hidung dan matanya darah segar mulai mengalir karna sedari tadi dirinya tidak dapat menghirup udara dengan bebas. Hentikan bangsat !!!! teriak Natal dengan urat suara yang menonjol dileher, mata Natal tampak berkaca, dia berdiri, berlari berusaha menyelamatkam Zena yang hampir mati. Kau bukan lagi ibu ku jahanam!! teriaknya kembali sembari menghantamkan dirinya ke arah Begu Ganjang itu berada. Terjangan hebat yang dilakukan Natal tidak dapat mengoyah posisi Begu Ganjang tersebut, Natal tersungkur dibawah kakinya, dengan mulut yang mengerang, menahan sakit disekujur tubuh. Dia berusaha untuk kembali bangun, namun tubuhnya sudah diujung batas, samar tangis Natal terdengar, memohon ampun, memegangi kaki Begu Ganjang tersebut, agar mau melepaskan kakaknya Zena. Wajah natal memelas, mengerut dengan linangan air mata. Ha...ha..ha.... tawa Begu Ganjang terdengar melengking, seakan puas melihat penyiksaan itu.Tak lama kemudian, kaki dari Begu Ganjang itu menginjak kepala Natal, seperti akan meremukan dan mengeluarkan seluruh isi yang ada dikepalanya. Natal meronta, berteriak sejadinya menahan sakit, terlihat wajahnya memerah dipenuhi urat urat berwarna biru menghijau menonjol dikulit wajahnya, rahangnya juga mulai memengkak dengan mata berkedut seakan menungu waktu terlepas dari wajah.Ke 2 anak Nande Rada seperti tinggal menunggu untuk mati, sesaat sebelum mata Zena tertutup, mungkin untuk terakhir kali, dia kembali melihat wajah ibu nya ada dihadapannya. Enggo nde (sudah mak) sekali lagi zena berkata demikian, agar sang ibu menghentikan segalanya, dan saat itu Zena maupun Natal mungkin tewas dengan cara yg sangat mengenaskan, mati perlahan oleh ingon ibunya sendiri. Di tempat berbeda, 1 keluarga berhasil lepas dari teror Begu Ganjang yang dikirim oleh Nande Rada, seorang cenayang bernama Corak tampak senang, setelah berhasil mengembalikan ingon tersebut kepada pemilik nya. Mungil ko gundari (mampus lah kau hari ini) Ujarnya dengan senyum tipis, penuh dengan kebahagian sudah berhasil membantai keluarga nande rada malam itu. Dalang Tragedi2 hari lamanya rumah Nande Rada tapak kosong, beberapa kali terlihat keluarga itu mendapatkan kunjungan tamu namun tidak ada seorangpun yang keluar dari dalam sana, hingga hal yang semakin membuat warga penasaran, iyalah bau busuk menyengat yang sepertinya bersumber dari dalam rumah tersebut, hal tersebut membuat warga berinisiatif untuk melakukan pengecekan kedalam rumah.Mata mereka terbelalak, tak kala berhasil mendobrak pintu depan, sajian mengerikan dengan limpangan darah membanjiri lantai, 3 penghuni rumah tersungkur disana, mungkin sudah tewas, pikir warga kala pertama kali menemukan mereka. Warga berbondong menuju kesana, melihat apa yang terjadi kepada keluarga Nande Rada, singkat kisah, Natal menjadi satu satunya yang masih bernafas namun dengan keadaan sekarat, sementara Zena tewas, untuk Nande Rada tidak ada pertanyaan, karna bau bangkai yang tercium oleh warga berasal dari tubuhnya yang sudah membusuk dengan bagian usus menjuntai penuh belatung keluar dari perutnya. Natal segera dilarikan untuk mendapatkan pertolongan, sementara Nande rada dan putrinya Zena akan dimakamkan dengan segera, diluar itu semua warga yang pada saat itu hadir maupun hanya mendengar berita itu memiliki pertanyaan yang sama. Siapa orang yang mampu untuk menghabisi sosok yang selama ini ditakuti warga desa marga silima karna kengerian akan ilmu hitamnya .Hari itu juga prosesi pemakaman diadakan, karena memang banyak yang tidak suka dengan Nande Rada, acara itu dibuat seadanya, tanpa menunggu seluruh anggota keluarga hadir. Sesaat kala peti Jenazah zena masuk ke dalam liang lahat, kengerian dan teror yang sebenarnya barulah akan terjadi.Dor..dor... dor... Terdengar suara ketukan dari dalam peti, warga sempat panik, termasuk pendeta yang memimpin acara pemakaman tersebut. Peti itu diangkat kembali naik ke atas, mereka membuka tutup peti tersebut dan seketika itu juga Zena bangun, dirinya duduk di dalam peti tersebut dengan tatapan melotot kearah depan, wajahnya terlihat kurus, seperti hanya kulit yang menempel disekujur tubuh, sangkin mengerikan penampilan zena saat itu, membuat beberapa warga ada yang lari pontang panting sembari berteriak begu... (Setan) .Tak ada yang dapat mendetail kejadian kala itu, terlebih lagi zena juga tidak mengeluarkan sepatah katapun, hanya hembusan nafas dari hidung yang membuat warga meyakini dia masih hidup, dan langsung memapah dirinya keluar dari peti mayit tersebut.Waktu yang bergulir tidak menyembuhkan Zena baik secara tubuh maupun psikis, bahkan dirinya tetap kurus sampai beliau menghembuskan nafas di 2011 silam. Natal mengambil peran menjadi kepala keluarga, untungnya peninggalan dari ke 2 orang tua mereka setidaknya dapat dijadikan Natal sebagai alat penyambung hidup. Dirinya menjadi rajin mengarap ladang peninggalan yang memang tergolong luas, di sisi lain, bukit yang notabanenya suami dari zena, sepertinya sudah tidak memperdulikan zena, dia sama sekali tidak pernah menjumpai zena, bahkan kabar burung yang didengar Natal, Bukit sedang dekat dengan seorang wanita yang ada di desa Dolosiangkaen. Dan 8 bulan berlalu, Zena layaknya jasad hidup, tidak mengeluarkan sepatah katapun, dirinya hanya terbaring di ranjang tidur dengan pandangan kosong, hanya adik semata wayangnya Natal yang mengurusi dirinya sendiri, mulai dari membersihkan dirinya, menyuapi makan bahkan menghibur zena dengan mengajak berbicara. Natal masih berharap kakaknya tersebut dapat pulih seperti sedia kala, dia tidak pernah berputus asa, walau tanpa ada sedikit pun tanda kesembuhan. Posisi yang pastinya tidak mengenakan bagi Natal, namun bila bukan dirinya, mungkin tiada seorangpun sudi merawat Zena. Sore itu seperti biasa selesai membersihkan tubuh kakaknya, Natal memapah zena ke teras rumah, di sana biasanya natal menyuapi dirinya di kala senja mulai menyapa. Natal suka bercerita kisah kisah lucu tentang masa lalu mereka, kisah kala kehangatan masih terasa di rumah mereka. Sama seperti hari itu, sembari tangannya telaten menyuapi sesendok demi sesondok makanan ke dalam mulut zena, dirinya bercerita masa dimana zena pernah membela Natal habis habisan didepan ke 2 orang tua mereka, kala itu natal hendak dihajar oleh ayahanda, karna dirinya telah menghajar anak tetangga. Zena tidak tau menau sebab akibat kejadian itu, namun dia yakin apa yang dilakukan Natal, tak ubah hanya untuk menjaga harkat martabat ke 2 orang tuanya, mata Natal berkaca, dirinya terbawa keadaan, larut dalam kesedihan sampai meneteskan air mata menceritakan hal tersebut. Cepat kam sembuh, etah kel aku mesui pusuhndu, ula kam biar, mengo mehuli kerina (cepat sembuh ya kak, walau sakit hati mu, tidak perlu lagi kwatir, semua akan membaik) katanya pada zena. Khusyuknya keakrapan hubungan kakak dan adik saat itu terusik dengan suara asing yang berteriak ke arah mereka Oiiiii begu ( oi... setan) Bentak suara asing tersebut ke arah Natal dan Zena. Natal menatap ke orang yang berkata kasar tersebut, seorang Pria berpakain adat karo, lengkap dengan ulos berwarna merah maron ada di hadap nya.Ise? (siapa?) balas Natal dengan suara meninggi, kesal dengan ucapan tersebut.Mata si tamu mengacuhkan keberadaan Natal, dia lebih fokus menatap Zena yang terduduk diam dengan tatapan kosong. Engko nge, teh nge aku (kau kan!!! aku mengetahuinya) kata pria tersebut sembari mengarahkan jemari tangan menunjuk zena. Apa maksudmu? bentak Natal tidak terima akan perlakuan orang asing tersebut. Kamu jangan ikut campur kalau masih mau hidup besok pagi ketus pria misterius tersebut balik membentak Natal yang sudah dalam posisi berdiri. Pria asing tersebut merogoh kantong pakaian, diambilnya selembar sirih beserta kampil, kemudian dia mengunyah sirih tersebut.Cuh... dirinya meludah ke arah tangannya, tampak cairan menjijikan berwarna merah, lebih lanjut dirinya sedikit berjongkok, memungut tanah dari halaman rumah Natal. Natal terlihat berang, dirinya ingin menghajar lelaki tersebut, dia mulai melangkah kearah pria asing itu, sebelum satu hal lain membuat dia terkaget. La padah dek, aku si ngurusi kari (ga perlu dek, aku yang akan mengurusnya) ucap suara yang sangat di rindukan Natal, suara pertama zena kembali mengema selang setahun dirinya membisu.Zena membalikan wajahnya, menatap tajam kearah pria misterius bernama Corak, seorang cenayang yang dulu berhasil mengirim kembali Begu Ganjang peliharaan Nande Rada kepada mereka. Mejuah juah Man banta kerina ucap zena dengan senyum sinis menatap sosok pria itu. Natal bergedik melihat kejadian itu, walau dia senang melihat kakanya kembali bisa berbicara, namun dirinya merasa tak asing mendengar perkataan tersebut, Natal seakan melihat sang ibu Nande Rada kembali kerumah mereka. Diingatannya terngiang kencang, ucapan terakhir dari ibu mereka sebelum pristiwa na'as itu terjadi. Zena kamu nanti yang menjadi kepala keluarga bila aku tidak ada . Selang dari ucapan Zena, pria tersebut tertawa. Sudah ku duga, jangan kau pikir bisa mengalahkan ku, kau pun akan aku kirim ke neraka menyusul ibu mu!! Ketus Cenayang itu berbicara, sebelum pergi dari kediaman Zena. Kehadiran cenayang tersebut kerumah Zena disebabkan oleh teror yang sedang melanda keluarga yang dulu hendak disingkirkan Nande Rada. Beliau sejatinya sudah mengetahui ada orang yang ingin menghabisi dirinya, hanya saja kiriman santet yang ditujukan kepadanya malah menyangsar sang suami. Hal terkait membuat dirinya berang dan hendak membalaskan dendam, membantai seluruh anggota keluarga tersebut, sayangnya cenayang tersebut menjadi penghalang, dia berhasil menangkal tulah Begu Ganjang kiriman Nande Rada, dan menyelamatkan majikannya. Secara tidak langsung apa yang terjadi dikeluarga Zena merupakan ulah dari pria tersebut, atas perintah seseorang. Di lain tempat, Bukit tampak beriap untuk berpamitan pulang, setelah seharian dia merawat ayahnya dirumah. Sudah sebulan lamanya beliau jatuh sakit.“Bapak tetiba jatuh bang waktu kami berladang”, begitulah kronologi yang disampaikan oleh Josep adik bungsungnya.Semenjak saat itu juga, ibu mereka bertingkah ganjil, dimana si ibu suka histeris malah hampir beberapa kali nyaris membunuh suaminya, dia sering berkata bahwa itu bukan ayah mereka tapi Begu Ganjang, karna itu juga mereka berinisiatif memangil kembali Pak Corak untuk melakukan pengecekan.Bukit sejatinya pun baru mengetahui bahwa kematian keluarga Zena ternyata ada sangkut pautnya dengan keluarga dirinya sendiri. Singkat cerita, karna mereka tidak rela melihat Bukit dicap perbegu ganjang akibat kelakuan Nande Rada yang menyantet pelaku pencurian buah jeruk kala itu, ibu dari Bukit meminta bantuan Cenayang tersebut untuk membunuh Nande Rada.Bukit kecewa mendengar kebenaran itu, dia bahkan merasa bersalah terhadap Zena, karna telah termakan kabar palsu dari keluarganya sendiri, namun semua telah terjadi, terlebih kini keluarganya yang sedang dalam masalah teror, membuat dia menyampingkan perasaannya.Sebelum pulang, dia berpesan kepada Josep dan adik wanitanya Gita, agar menjaga ke 2 orang tuanya, dia juga berencana secepat mungkin untuk menemui Zena guna memohon maaf.Perkataan tersebut dia lontarkan dengan tegas, perkataan yang menjadi pesan terakhirnya bagi semua orang, sebelum keesokan harinya dia menjadi korban pertama atas rasa sakit hati yang dialami Zena. Yap... Keesokan harinya Bukit ditemukan tewas mengenaskan oleh Warga Desa Marga Silima. PembalasaanApa yg sebenarnya terjadi kak? Tanya Natal dengan riak wajah lelah. Siang itu dirinya bergegas pulang dari ladang setelah ada seorang warga yang mengabarkan kematian Bukit padanya. Entah kenapa selang mendengar berita tersebut, dia merasa Zena ada dibalik pristiwa itu. Keringat belum kering diwajah, nafasnya jua masih terengah, Natal kembali melemparkan pertanyaan kepada Zena. Labo kam kan kak? (bukan kakak pelakunya kan?) ucap nya kembali. Zena hanya berdiam diri dengan tatapan kosong, tiada sepatah katapun terucap dari bibir tipisnya, Natal bingung, karena selang kepulangan pria misterius kemarin, Zena kembali menjadi pribadi pesakitan, diam dan tdk dapat mengerakan tubuhnya. Sempat Natal berpikir Zena hanya bersandiwara, dan kala dirinya memapah sang kakak kembali masuk kedalam rumah, Natal sengaja melepaskan gengaman tangannya, namun tidak seperti apa yang dia harapkan, kakaknya justru jatuh tersungkur, yang membuat dirinya merasa bersalah. Siang itu dirinya duduk diranjang tersebut, dia memijatin kaki Zena, sambil terus mengajak dirinya becerita, Natal memaksa diri tersenyum, walau seribu tanya menghantui batinnya. Kalau memang begini keadaan kakak, lalu siapa yang kemarin berbicara dengan lelaki asing itu, terus kenapa hari ini Bang Bukit mati? tanyanya pelan berharap ada respon dari Zena. Khayal Natal jauh membayangkan hal mistis diluar nalar, baru kali ini dia merasa lelah dan resah memikirkan rahasia apa yang sebenarnya menyelimuti keluarganya. Dirinya meninggalkan zena, ketika sudah beberapa jam berusaha berkomunikasi, sudah cukup, tidak mungkin seorang yang sakit menjadi dalang semua ini, mungkin akupun harus berpikir rasional, benar kata warga yang mengatakan aku sudah gila, ucap Natal frustasi didalam jiwa. Dia beranjak menuju kamarnya, tidur mungkin menjadi pilihan terbaik saat ini, direbahkannya badan diatas kasur kapuk yang mulai mengeras, dia sempat kembali mengulang kejadian kejadian ganjil itu sebelum matanya terlelap dalam mimpi. Tok.. tok.. tok... Suara pintu kamar Natal bergema, diketuk oleh seseorang yang ada di depan sana. Natal membuka matanya, sayu dilihatnya Zena berada di depan pintu, karna kondisi tubuhnya lelah, dia sama sekali tidak merasa ganjil akan hal tersebut. Apa kak? tanyanya pelan, dengan mata setengah terbuka memandangi Zena. Aku pergi sebentar ya dek, jangan kemana mana dan jangan bukakan pintu sebelum pagi menyingsih, sekalipun kau dengarkan suara mengetuk dan memangil dirimu Ucap zena padanya.Iya Jawab Natal singkat sembari membalikan badan memeluk guling dan lanjut untuk tidur.Agak Lama berlalu, sebelum dia tersadar dengan apa yang barusan terjadi, Natal segera melompat dari ranjangnya. ******“Aku ingin dia mati” Ujar Wanita baya kepada seorang lelaki yang ada didepannya.Nande Melia begitu dia akrab disapa oleh warga sekitar, hari itu dendam yang teramat dalam bersemayam di hatinya, dia tidak dapat menerima kenyataan bahwa Putra sulungnya Bukit tewas mengenaskan, terlebih lagi kala dirinya mengetahui penyebab kematian Bukit akibat kiriman santet Begu Ganjang yang dilakukan oleh menantu nya (Zena) sendiri), begitulah cerita cenayang tersebut kepada dirinya.Gita dan Josep terdiam melihat murka sang Ibu, terlebih ketika mereka coba mengingatkan untuk mengakhiri perseteruan ini, bantingan pintu kamar yang sangat kencang menjadi jawaban, seakan Ibunya sudah memberikan instruksi bagi Pak Corak untuk menghabisi Zena dan Adiknya guna membalaskan dendam atas kematian anaknya.Pak Corak yang dipercayakan untuk melakukan hal tersebut sebenarnya juga tidak memiliki pilihan lain, karna sedari dia berkunjung kembali ke rumah tersebut untuk melihat apa yang terjadi kepada suami Nande Melia, dirinya sudah merasakan aura jahat dan bau amis ghoib, bau yang menandakan bawasannya seluruh anggota keluarga rumah ini sedang diincar. Sempat pula dia membuat penangkal untuk menghentikan kiriman santet tersebut, namun diluar perkiraan, Begu Ganjang tersebut mampu untuk menunaikan tugas pertama, dan itu dibuktikan dengan tewasnya bukit.“Aku tidak tau kenapa Wanita itu bisa mewarisi ilmu yang dimiliki oleh ibunya” ucapnya kepada Josep dan Gita kala itu, ke 2nya hanya terdiam mendengarkan celoteh yang keluar dari mulut Pak Corak, karna memang sedari awal mereka sangat tidak mendukung apa yang dilakukan oleh Ibunya tersebut.Tetapi berbeda dengan hari itu, Josep dan Gita sepertinya harus mengigit jari, setelah mendengar penjelasan lebih jauh dari mulut Pak Corak.“Sama seperti kemauan ibu mu, dia juga ingin semua orang dirumah ini MATI!!!” ketus dirinya berbicara dengan expresi wajah yang sangat serius.Pak Corak sudah dapat mengetahui bahwa lawan yang kali ini dia hadapi jauh lebih mengerikan, terlebih waktu dirinya menyambangi rumah tersebut dan bertemu dengan sosok Zena secara langsung, baru kali ini dia melihat ada seorang yang begitu gila, menggunakan tubuhnya sendiri sebagai tempat tinggal dari begu ganjang tersebut.Dirinya melihat Zena memopong 3 bayi ditubuhnya, bayi peliharan yang tak lain merupakan perujutan dari begu ganjang tersebut.Josep tertegun mendengar itu dan tidak memahami arah bicara Pak corak kepada mereka,“Untuk memelihara Begu Ganjang, seseorang harus menumbalkan bayi yang berusia tidak lebih dari 1 bulan, Bayi tersebutlah yang akan diikat jiwanya dan menjadi sesuatu yang kalian kenal dengan Istilah begu Ganjang” Ujar Pak Corak menjelaskan kepada mereka. Singkat cerita malam tiba, rumah kediaman keluarga Bukit tampak lenggang, hanya menyisakan Pak Corak yang terlihat duduk bersilah disalah satu ruangan yang ada disana, dirinya masih terus terjaga, karna yakin Begu Ganjang tersebut akan kembali datang untuk menyerang keluarga ini.Sesekali suara Langkah samar terdengar memecahkan konsentrasinya, lengah sedikit bukan saja nyawa keluarga ini akan melayang, namun nyawanya pun ikut dipertaruhkan. Sampai malam semakin larut, hanya bunyi jejangkrikan menghiasi keheningan malam, “Tok..Tok…Tok…” Suara ketukan pintu terdengar, seseorang memangil dari luar sana.“Buk.. buka pintunya!” ucap sosok tersebut.Pak Corak masih menahan diri, sekalipun dia tau Begu Ganjang tersebut telah datang, dirinya hanya berjaga sembari duduk dibangku yang ada pada ruang tamu, melihat siapa anggota keluarga dari Alm Bukit yang akan bangun membukakan pintu.“Kreeeek” Salah 1 pintu kamar terbuka, dalam samar penerangan lampu petromak, Corak mendapati bayangan seseorang mendekat kearah Pintu yang masih terketuk tersebut, didapatinya ibunda bukit menjadi orang yang terkena sirep dari panggilan Ghoib itu.Nande Melia berjalan seperti tidak menghiraukan sekitarnya, sekalipun Pak Corak sudah memberikan isyarat dengan berpura pura batuk untuk menyadarkan beliau, dia tetap berjalan lurus kearah pintu itu, wajar mengingat betapa terpukulnya Nande Melia atas kematian bukit, sehingga dapat dikatakan dirinyalah yang saat ini memiliki jiwa lemah dan mudah untuk diserang.Tak mau kecolongan untuk ke 2 kali, Pak Corak mengikuti Langkah Nande Melia, sampai dimana dirinya membuka pintu itu, Nande Melia menangis melihat putra sulungnya ada di depan pintu, dirinya langsung hendak memeluk bukit, sebelum Pak Corak dengan sigap mendorong tubuhnya hingga jatuh, dan seketika itu juga Pak Corak menancapkan sebilah Pisau kearah Bukit.“Tidak” teriak Nande Melia melihat apa yang dilakukan oleh Corak, namun hanya sebentar saja, pandangan matanya malah membuat dia bergedik, sosok bukit menampakan Ujud aslinya, wajahnya terkelupas, berubah menjadi demid yang sangat tinggi dan menyeramkan.“Ha…Ha…Ha…” Teriak Begu Ganjang tersebut sebelum menghilang dari pandangan Nande Melia dan Pak Corak.Josep dan Gita terbangun, karna mendengar suara histeris dari ibu mereka, sigap ber 2 memapah beliau yang terlihat pucat dengan roman expresi wajah sangat ketakutan.“Kenapa Buk?” tanya Josep padanya, pertanyaan itu malah dijawab oleh Pak Corak “Begu Ganjang itu kembali menuntut balas, kalian semua masuk ke kamar, bawa ini” perintah Pak Corak sembari memberikan bungkusan kain kecil yang tak lebih dari 10 cm. “Jangan keluar sebelum Matahari terbit” ucapnya kembali dengan wajah yang sangat serius.Mendegar perkataan itu ke 3 nya langsung masuk menuju kamar, Pak Corak mengambil posisi untuk bersemedi guna membalas teror horor yang baru saja menyambangi keluarga ini, mulutnya berkomat kamit mengucapkan mantra setan. ******Kak!! teriak dirinya kencang, bergegas menuju ke kamar Zena., deengan cepat dia menuju kesana, jantungnya berdebar kencang.Kakpanggilnya kembali ketika berada didepan kamar tersebut, Zena masih ada disana, dengan kondisi maupun posisi yang sama. Natal bergedik, dia mulai merasa takut, apa barusan, aku mimpi kah? tanyanya dalam batin, dia merasakan semua terasa sangat nyata, pelan dia berjalan menghampiri zena, dilihatnya sang kakak tidur dengan pulas, tangannya meraih selimut yang ada dibawah kaki zena, diselimutinya tubuh tersebut dan berlalu pergi meninggalkannya. Sesaat Natal ingin kembali kekamar tidurnya, pusaran angin samar bertiup kearah wajahnya,“Door..”Suara keras mengagetkan dirinya. “Door.. Door.. Door..” Pintu rumah tersebut berbunyi keras, diketuk dengan sangat keras. .Dek.... dek Natal, buka pintu nya ucap suara tersebut memangil dirinya, suara yang sangat tidak asing, walau dalam setahun ini hanya sekali dia mendengarkannya, dia yakin itu suara kakaknya zena. Seketika wajah natal memucat, dia sangat bingung dengan apa yang terjadi, dirinya tak langsung membuka pintu itu, kembali dia menuju kamar Zena, matanya menatap tajam tubuh Zena yang masih terlelap. Lalu siapa yang ada didepan sana? katanya dengan tubuh gemetar.Natal sedikit melupakan kejadian sebelumnya, dimana dia dilarang untuk membuka pintu tersebut. Natal meraih sebilah pisau Tumbuk Lada (senjata tradisional suku karo) yang menempel didinding rumah, dia beranjak, dirinya bertekad apapun nanti yang ada didepan sana, bila memang membahayakan, dia akan membunuh sosok tersebut. Tangannya sudah memegang gagang penganjal, namun seketika itu pula gedoran horor tersebut lenyap dan hanya menyisakan keheningan, senyap tanpa ada sedikitpun suara bising, dirinya seakan berada pada ruangan kedap suara. Natal terdiam, dengan nyali menciut, dirinya hanya berdiri dibalik pintu itu, dia ragu untuk membukanya. Sebentar Kesenyapan tersebut berlangsung, sebelum jantungnya kembali berdegup kencang, bahkan spontan dia melangkah mundur, tatkala tawa cekikikan kembali bergema. Dooor.... Dorrr.. Dorrr... Ha.. Ha.. Ha..... buka pintu nya Teriak sosok yang ada dibalik pintu tersebut sembari terus mengedor pintu, seolah ingin memaksanya terbuka. Buka pintunya, aku melihat mu, buka anak nakal!!! Natal terdiam, dia tak sangup berkata kata, wajahnya pucat, dengan keringat deras bercucur membasahi wajah. Nande (ibu)? ucapnya gugup penuh dengan ketakutan. Suara tersebut tak kunjung berhenti memangil dirinya, mengisyaratkan untuk Natal membuka pintu tersebut, namun bukan itu yang menjadi ketakutan Natal, melainkan nada suara dari sosok tersebut, belum terjawab kenapa ada suara kakaknya Zena di depan sana, padahal zena masih terbaring diatas ranjangnya, kini dia mendapati panggilan tersebut seolah diucapkan oleh Nande Rada, ibu yang dicintainya.Dan panggilan terakhir, membuat Natal tersentuh, suara yang sangat parau khas nada bicara sang ayah.Nak tolong buka pintunya Natal seakan tersirep, larut dalam panggilan itu. Iya pak Jawab dirinya sembari melangkah membuka pintu tersebut. Pintu terbuka, Natal tampak terperanjat menatap seorang pria tua berdiri membelakangi dirinya.Sosok pria tersebut sangat mirip dengan prawakan sang ayah, baik dari rambut maupun postur tubuh. Pak? Ucap natal dengan mata berbinar, dirinya seakan tak dapat berpikir rasional lagi, dia sangat merindukan kehangatan keluarga kala ke 2 orang tuanya masih Ada. Tidak ada respon untuk panggilan itu, membuat Natal memberanikan diri maju beberapa langkah, dia kembali memangil dengan kalimat yang sama, sembari menepuk pelan pundak sosok yang sangat mirip dengan prawakan sang ayah. Sosok tersebut membalikan badannya, mata mereka saling bertatap. Apa kabar mu Nak? Ucap sosok tersebut yang benar berwajah ayahnya. Natal merasa bahagia melihat hal tersebut, walau beberapa detik kemudian, dia tersadar, bahwa sosok tersebut bukanlah ayahnya.Natal terkaget, begedik merinding hebat, badanya kaku menatap perubahan uzud dari sosok tersebut yang perlahan meninggi, wajahnya pun berubah, dimana gambaran sang ayah kini menjadi sajian pemandangan mencekam, wajah itu perlahan terkelupas, menampakan luka menggangapenuh dengan cucuran darah hitam, belum lagi bola matanya memutih, dengan kuku hitam tajam nan pnjang di jari jarinya. Natal tidak dapat mengontrol anggota tubuhnya, dia merasa seperti ada sosok yang mengerakan kepala dan matanya agar terus memandang ke arah Begu Ganjang itu.Arggggggg Keras suara erangan makhluk goib tersebut mengema di telinga Natal. Secepat kilat tangan dari demid tersebut meluncur, mengincar leher Natal yang sudah terperangah menatap kearahnya. Natal merasakan tangan tersebut menyentuh kulit lehernya, namun tarikan dari arah belakang, dirasakan olehnya jauh lebih kasar. Seseorang menarik dirinya, menghempaskan Natal masuk kembali kedalam rumah. Hampir 4 meter, lemparan tersebut mengsungkurkan dirinya dari posisi awal berdiri, Natal memegangi kepalanya yang terasa berkunang, sembari menatap samar seorang wanita berdiri di depan pintu. Wanita itu sayu berujar kepada Natal Bukankah sudah ku ingatkan Ketus dirinya berbicara dengan nada sangat marah. Kak Jawab natal spontan, Natal bergegas bangun, dia yakin Zena lah sosok di depan pintu itu, namun sesaat dia berusaha menuju kearah Zena berada, hembusan angin sejuk kembali menerpa wajah.Tiupan tersebut tidak terlalu kencang, namun uniknya berhasil mematikan penerangan dari 2 petromak yang ada disana, seketika semua menjadi gelap gulita, bahkan pintu yang tadi terbuka dan sedikit memberikan pencahayan dari luar rumah seakan raib, atau ditutup oleh seseorang. Hal tersebut membuat langkah tertatih Natal ikut terhenti, dirinya hanya terpaku kaku memandang kegelapan tersebut. Lama berdiri dalam kegelapan, dirinya memutuskan untuk kembali berjalan, pelan dia melangkah dengan ke 2 tangan berusaha meraba sekitar sebagai petunjuk, namun jauh kaki beranjak, tidak 1 pun tangannya menyentuh sesuatu, bahkan dinding rumah serasa jauh dari jangkauan, belum lagi setiap kali kaki menapak, dirinya merasa sedang menginjak rerumputan dengan ketingginan semata kaki.Aku dimana? Gumannya dalam hati.“Tap.. Tap..” Langkah kaki Natal bergema, dia mencoba berlari walau dengan pandangan gelap, berkali kali pula dirinya terjungkal, tersandung oleh kakinya sendiri.“Aghhhh..” Teriaknya menahan sakit dibagian kaki, dia berbaring memijatin pergelangan kaki itu, mulutnya masih merintih pelan, begitu juga dengan hembusan nafasnya, terlihat sesak teregah, dalam rasa bimbang tersebut dia malah mendengar deru nafas lain yang pula berhembus lelah.Hah..Hah.. Suara hembusan nafas terengah dari mulut seseorang, yang sepertinya juga merasa lelah. Natal tersentak menyadari bawasannya ada sesorang yang saat ini duduk tepat disebelahnya, namun dia tidak dapat melihat jelas siapa sosok tersebut.Seketika itu pula dia beranjak, mencoba kembali berlari guna menjauhi dari sana, dengan langkah sedikit terpincang, entah berapa jauh dia sudah beranjak, sebelum dirinya kembali terhenti. Natal melirik sekitar, memastikan kondisi aman sebelum dirinya kembali duduk untuk menstabilakan tubuh.Baru juga tubuhnya menyentuh tanah, bulu kuduknya kembali merinding, lagi dia merasa kehadiran sosok tersebut seakan kembali duduk tepat disebelah dirinya berada. Karna sudah sangat lelah, dia mencoba memberanikan diri, namun sesuatu yang berbeda, kini membuat dirinya malah semakin ketakutan. Dirinya hanya terdiam, sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan suara sembari terus bersiaga.“Hikss..hikkss..” Kali ini tangis anak kecil terdengar dari arah sebelah kiri, tidak hanya sampai disitu, dirinya juga mendengarkan perkataan seorang lainnya, seperti suara seorang Wanita yang mencoba menenangkan suara tangis anak tersebut.Hus..us..hus..ussTak lama berselang, ke 2 suara itu hilang dengan sendiri berganti dengan lecisan percikan api.Ces Cahaya remang terpancar, dari percikan korek yangg digesek oleh seorang wanita. Mata Natal menyipit menatap silau kearah tersebut. Dirinya mendapati, seorang wanita dengan perut membusung (hamil) sedang menghidupkan petromak.Cahaya dari petromak itulah yang menjadi penerangan kala itu, lebih lanjut dirinya jua melihat seorang anak wanita yang mungkin masih berusia 2-3 tahun duduk dengan riak wajah sedih, bocah perempuan itu sesungukan menangisi sesuatu.Natal juga melihat karung coklat ada didakat posisi mereka berdua, dalam posisi takut dan bingung harus berbuat apa, dirinya kembali terkagetkan oleh ucapan wanita tersebut. Kalian tidak akan mati nak!! ucap wanita itu sembari mengelus perutnya yang seakan memecah keheningan. Natal terhenyak mendengar perkataan itu, dia seperti menyadari siapa Wanita tersebut.Ibu, kak Zena dan Aku, lalu apa isi karung coklat itu? ucap dirinya. Sosok yang diyakini Nande Rada oleh Natal bangkit dari duduknya, dengan mengengam petromak, dia berjalan menuju ke arah Natal berada, Natal terdiam, tubuhnya gemetar kaku, melihat sosok tersebut kini berada tepat dihadapnya. Belum lagi dilihatnya pula gathul tajam menghiasi pegangan tangan kiri wanita itu. Nande Rada mengangkat gathul tersebut seperti hendak menebaskannya ke kepala Natal.Ja...ja... mam... Ucap Natal memelas ketakutan, namun mulut nya seakan terkunci tidak dapat mengatakan utuh permohonan agar jangan membunuh dirinya.Lewat malam ini, tidak perlu lagi ada yg mati!!! ucap sosok itu, sembari mengayuhkan gathul dengan sangat kencang.“Prakkkkkkk...”Arghhhhhhhhh Teriak Natal keras, sembari mengadahkan tangan menutup kepalanya.Hos..ho..hos.. deru nafas Natal beradu kencang dengan, keringat dingin bercucur membasahi dahinya.Prak.. prak..prak.. bunyi hentakan tersebut terus mengema, Natal tidak merasakan apa apa, matanya sayu melirik kecil, Nande Rada tidak menghancurkan kepalanya dengan gethul tersebut, namun dia sedang mengali tanah disebelah posisi Natal tersungkur. Sekejap mata, Natal beranjak mundur dengan mengandalkan tanggannya, dia merangkak membelakangi Nande Rada yang sibuk mengali tanah dengan alat tersebut. Rangkakan kecil tersebut berhenti kala dirinya merasakan telah menabrak sesuatu, pandangan Natal melirik depan, melihat Karung berwarna coklat yang menghalangi dirinya, dan tepat disamping karung tu, bocah balita tersebut berada, memandangi Natal dengan sangat sinis, pandangan yang tidak lazim untuk ukuran anak balita, belum lagi tangannya menunjuk ke arah Natal.Natal terdiam, tau maksud tujuan yang ingin disampaikan bocah tersebut, perlahan dia membalikan pandangan, mengarah kembali dimana Nande Rada berada.Ha..a...aa...a… Teriaknya kembali histeris melihat Nande Rada tepat berada di belakangnya.Tolong bawakan karung itu kesana Ucap Nande Rada seraya menunjuk lobang galian yang lumayan dalam digali olehnya dalam waktu sesingkat itu. Usai berkata demikian, Nande Rada kembali berjalan ke arah lubang tersebut, sementara Natal masih terdiam, sekali lagi Nande Rada berteriak kerahnya.Bawa karung itu kesini!!! Bentak dirinya yang semakin membuat mental Natal hilang, dengan tubuh gemetar dirinya bangkit, diangkatnya karung tersebut. Jantungnya kembali berdebar hebat, kala dia merasakan ada gerakan dari dalam sana, kembali dia berpikir, mungkinkah sesuatu yang bernafas tersimpan didalamnya? Ujar Natal dalam jiwa. Belum juga dirinya berhasil memberikan karung tersebut kepada Nande Rada, suara tangisan keras mengema .Oee...oe.... Tangis bayi nyaring menghiasi malam hari itu, yang seketika membuat Natal kembali tersentak kaget hingga meenjatuhkan karung yang diangkatnya. Nande Rada yang melihat hal tersebut langsung melangkah menghampiri, sinis tatapannya menatap Natal, sembari tangganya mengambil karung coklat tersebut.Nande Rada membuka karung itu, dia mengeluarkan isi didalamnya, Natal tak dapat mempercayai, matanya melotot ngeri, saat Nande Rada mengeluarkan bayi dengan kulit yang masih sangat lembut dari karung coklat itu. Jerit bayi tersebut pecah, seakan tau dirinya segera akan merengang nyawa, tanpa banyak berbasa basi Nande Rada mengendong bayi tersebut dan melemparkannya kedalam lubang itu, kemudian dia kembali lagi kearah Natal, melakukan hal yang sama, didalam karung tersebut masih ada satu bayi lagi dengan perawakan yang sama, seperti bayi yang baru 1-2 minggu terlahir didunia.Sekali lagi Natal harus menelan ludah, menyaksikan kejadian horor keji, dimana Nande Rada kembali melemparkan bayi tersebut kedalam lubang tersebut, dan mengubur ke 2 nya hidup hiudp disana. Selang ke2 nya di timbun oleh dirinya, Nande Rada menanamkan 1 bibit pohon tepat dimana bayi tersebut terkubur, dimana keganjilan lain pada malam itu seakan ingin memberitau Natal apa yang sebenarnya terjadi, secara ajaib juga pohon itu dilihat oleh dirinya tumbuh dengan sangat cepat.Nangka Ucap dirinya menyadari ke 2 tumbal dari ibunya terdahulu ditanam tepat dibawah pohon Nangka milik mereka berada. Belum usai dirinya begedik melihat kelakuan ibunya terdahulu.Huuuuss.. Desisan Nafas pelan berhembus di leher membuat Natal seketika menoleh kearah belakang, dirinya terhenyak menatap sosok balita yang tadi ada disana kini berubah ujud dengan prawakan Wanita dewasa yang sangat dikenali oleh dirinya.Kak Zena!! Katanya terbatah.Zena menyerigai, tertawa cekikakan, beriring dengan wajahnya yang mulai terkelupas menampakan luka menganga, dengan tetesan darah hitam yang bercucur, belum lagi kuku tanganya memanjang bersamaan dengan bentuk tubuhnya yang terus meninggi dengan sangat cepat.Natal terperanjat, dirinya kembali tidak dapat mengontrol kepalanya, yang seakan dipaksa untuk terus melihat iblis itu semakin membesar dan Tap Secepat kilat tangan demid tersebut menyambar lehernya, mencekik Natal dengan sangat kuat. Aagg..Aggg... Teriak Natal menahan sakit, wajahnya langsung memerah, urat di kepalanya menonjol sangkin kencangnya cekikan itu.Lep..le..pas kak Rintih suara Natal memohon, beriring dengan darah yang mulai mengalir dari matanya. Dirinya sudah diambang batas, usaha untuk melepaskan jeratan itu sia sia, dengan mata yang melotot, seakan ingin lepas dari wajahnya, Natal hanya bisa pasrah, dia hanya mencoba berdoa di dalam hati agar Tuhan dapat mengampuni segala dosa keluarganya.Natal!!!! Pangilan tersebut keras terucap,“Arggggggg” Dirinya sontak terkaget, membuat dia terbangun dari mimpi buruk tersebut, dilihatnya tubuhnya penuh dengan keringat.Ayo Dek, berangkat keladang kita!! teriak Zena kembali membangunkan dirinya. Dirinya bingung, terlebih kala melihat kakaknya zena sudah ada didepan pintu kamarnya, dengan keadan yang sama sekali tidak seperti orang sakit.Cepat Bentak Zena kesal melihat dirinya hanya termenung. Natal bergedik, jujur dia takut melihat kakaknya kala itu, namun dia engan untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, terlebih rasa nyeri dileher seakan memberitau bahwa semua benar terjadi.Dirinya beranjak, dan hari itu mereka ber 2 berangkat menuju ladang warisan orang tuanya, disepanjang perjalanan Zena kembali menjadi pribadi yang banyak bicara dan suka bercanda, sama seperti dulu kala, semua terasa instan, otak Natal masih penuh dengan beribu pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi, belum lagi dihari yang sama, berita mencekam lainnya seakan membuat Natal enggan untuk mengorek informasi dari kakaknya tersebut.Selang disaat mereka ber 2 istirahat selepas dari berladang, seorang tua bernama Pak Mangkok, meyambangai pondok mereka yang berada tepat ditengah ladang. Kehadiran beliau kesana untuk mengabarkan bawasannya ayah mertua Kak Zena telah berpulang (ayah dari bukit ), kabar itu dia dapat dari seseorang bernama Josep yang tadi pagi berkunjung ke rumah mereka, namun pada saat kedatangan dirinya, Zena dan Natal sudah terlebih dahulu berangkat ke ladang.Natal kaget mendengar informasi tersebut, terlebih baru kemarin anak sulungnya bukit tewas, namun Natal lebih merasa heran, kala menatap kakaknya, tidak ada perasaan sedih, expresi yang ditunjukan Zena datar seakan tidak mengangap informasi yang disampaikan Pak mangkok sesuatu hal yang penting.Kembali Natal berpikir kejadian yang semalam terjadi Apa zena yang melakukannya? Ucapnya penuh dengan tanda tanya.Kematian Bukit dan Ayahnya yang sangat tiba tiba ternyata bukan akhir dari cerita mencekam tersebut, beberapa minggu dari kematian ke 2 nya, Natal kembali kedatangan tamu yang membawa berita duka, adik Bukit yang bernama Josep tewas mengenaskan dengan cara sama, dan lebih gila lagi, tidak sampai seminggu, anggota lainnya keluargat tersebut, yakni Gita (Adik Wanita Bukit) jua tewas secara misterius.Keluarga itu hanya menyisakan sang ibu, itupun dalam keadaan gila pasca seluruh anggota keluarganya mati satu persatu secara tragis. Dari informasi yang didapatkan Natal, Beliau sering berkeliaran disekitar kampungnya dengan (maaf) pakaian setengah bugil, dan selalu saja mengucapkan kalimat Pergi..pergi kau Begu Ganjang Yang pastinya diikuti raungan tangis dari dirinya.Sementara kabar cenayang bernama Corak, baru diketahui Natal selang setahun kejadian brutal tersebut, dimana Natal kala itu lagi mengantarkan dagangan buah miliknya ke pedagang besar di salah satu kampung. Dirinya yang lelah akhirnya memilih untuk beristirahat diwarung makan yang ada disana, tanpa sengaja dia mendengar pembicaraan oleh warga yang mungkin penduduk asli daerah tersebut.Beberapa pemuda itu khusyuk menceritakan tentang kisah mistis membahas prihal sosok yang dinamakan begu ganjang, pembicaraan itu menjerumus kenama seseorang bernama corak, dukun hebat yang tewas tragis setahun lalu, mendengar itu membuat Natal sejenak menghentikan makannya, namun saat itu dia belum berpikir pria yang dimaksud merupakan sosok yang pernah datang menyambangi Natal dirumah kala itu.Hingga satu kalimat dari warga itu benar benar membuat dirinya tersentak. Perbegu ganjang itu namanya Zena Ucap dirinya dengan wajah serius menceritakan siapa orang yang berhasil membunuh cenayang hebat bernama corak tersebut.Perkataan itu sontak membuat Natal tersedak, perutnya terasa mual, Natal kembali bergedik seakan mengulang kengerian yang dulu pernah terjadi. Dirinya seketika bangkit dari duduknya, ditinggalkannya makanan yang baru beberapa sendok masuk kedalam mulut, bergegas dia membayar pesanan tersebut dan langsung meninggalkan tempat tersebut.Tamat
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan