"Begu Ganjang" Mejuah juah Man banta Kerina

7
0
Deskripsi

"Begu Ganjang"

Mejuah juah Man banta Kerina

 

Sedikit penjelasan arti dan sebutan :

*Nini = Nenek / Mbah Uti *Nini Buyut = ibu dari Nenek *Mama = Paman Garis Keturunan Ibu *Nande = Ibu  *Bapa = bapak  *Pak tua = Pak De  *Pak Uda = Pak Le (adek laki laki bapak paling bungsu)  *Pak Tengah = Sebutan saudara laki laki bapak urutan di tengah, tidak paling muda *Mami/bibik = Tante *Bolang = Kakek *Man/Naken = Makan  *Ndu, Kam = kamu *Ban = Untuk *Kuta = Kampung....

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
HororMisteriSadis
Selanjutnya Malam Mencekam Gunung Guntur
10
4
Aku DimanaMalam Mencekam GUNUNG GUNTUR.“Tau enggak pak!!! itu si Susan nangis terkejar, teriak teriak manggilin Jefri” cerita Andi mulai mengisahkan pengalaman horor mendaki gunung dengan ketinggian 2.249 mdpl di tahun 2007 silam.GUNTUR, begitulah nama yang diberikan masyarakat setempat untuk mendeskripsikan gemuruh dari gunung terkait yang sangat mirip dengan suara Guntur dikala hujan. Belakangan ini nama Guntur kembali booming, bukan karena suasana  asri bak miniatur Semeru bagi para pemuja dunia pendakian, namun lebih dikarenakan maraknya pemberitaan tentang seorang remaja yang beberapa minggu lalu sempat hilang di sana.Kisah itu menjadi sorotan hangat bagi para pecinta dunia perklenikan, tak terkecuali anda yang saat ini pun mampir untuk memanjakan penerawangan tentang mereka yang tak kasat mata, namun jauh dari kisah horor itu membanjiri kanal kanal situs berita, bahkan sosmed saat ini, 5 sekawan (Jefri, Andi, James, Susan dan Puteri), sudah lebih dulu menjadi saksi hidup akan keangkeran Gunung yang berada di Garut tersebut.Hujan sedari pagi meraung membasahi daaerah Jabodetabek, dan sepertinya tidak akan reda dalam waktu singkat ini, keadaan warung Pak Agung terlihat sesak oleh karyawan tempat diri ini bekerja, banyak rekan sejabat yang mampir kesana guna menikmati secangkir kopi sembari menunggu hentinya tetesan air yang deras menyucur dari langit.Saat itu telinga ku terfokus kepada apa yang Andi ceritakan kepada bos nya (Pak Wiro), ke 2 orang tersebut merupakan rekan sejawat namun berada di divisi berbeda. Andi tampak khusyuk mengisahkan pengalaman horor mengenai pendakian yang dialaminya beberapa tahun silam, waktu itu dia dan beberapa rekan lain mencoba menaklukan puncak gunung Guntur (Kisah ini real (28/10/21) saya dengar kan sendiri dari narasumber.Awal kisah yang diceritakan Andi memang agak membosankan, tak ubahnya pengalaman horor meinstream yang terjadi di dunia pendakian, wajar saya sedikit berkata seperti itu, karena saya pribadi juga salah satu pencinta pendakian gunung. Namun selang 10 menit dia bercerita, tatkala kisah itu mulai menonjolkan sisi lain yang jauh lebih kelam, aku malah langsung memotong perkataannya waktu itu.  “Serius lo Di?” tanya ku keheranan kala dia mengisahkan tentang kampung goib yang dia datangi kala mereka melakukan pendakian tersebut.“DEMI MAS” Ujar nya sembari mengangkat 2 jarinya, seolah bersumpah bahwa dia sedang berkata jujur.Malam itu benar benar mencekam Bagi kami di Gunung Guntur Jelasnya sembari mulai mengisahkan apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu. Awal bercerita Andi sudah memasuki fase horor yang terlalu dini dimulai.Waktu itu bulan Januari, sekitaran jam 11 malam dihari minggu, mereka ber 5 tiba disalah satu desa yang menjadi akses masuk ke gunung Guntur, Cikahuripan nama jalur yang mereka pilih untuk mencapai puncak Gunung Guntur kala itu, berbeda dengan saat ini, Cikahuripan dulu bukanlah jalur resmi untuk mendaki gunung Guntur, sehingga akses nya masih terbatas dan minim tempat untuk bernaung.Sama seperti saat itu, keadaan cukup sepi, dimana pos penjagaan terlihat kosong melompong bak bangunan angker yang ditingal pemiliknya, beberapa warung milik warga juga terlihat lengga dan sudah tertutup rapat.Sengaja mereka memilih hari senin subuh, sebagai jadwal schedule penaklukan puncak gunung Guntur. Biar private mountain kata Andi menjelaskan pada ku, jadi dengan kata lain ke 5 orang ini cuti 2 hari berbarengan guna memanjakan diri menyatu dengan alam saat itu. Tak lama berselang dari kedatangan mereka disana, barulah 2 orang warga datang menghampiri, ke 2 nya adalah petugas dadakan yang biasanya memandu pendaki yang ingin melalui jalur tersebut, tidak ada reservasi pilihan tempat, hanya 1 rumah yang berbentuk seperti bedeng yang dijadikan basecamp bagi para pendaki yang hadir disana.Suka tidak suka kami masuk untuk menghangatkan badan, sembari menunggu pagi kala itu, Susan dan Putri langsung merebahkan badan dan tertidur sembari meringkuk didalam sleeping bag yang telah kami bawa, sementara Aku (Andi), James dan Jefri masih bertahan diluar basecamp sembari mengobrol tentang skema pendakian besok.Bertiga kami asik Menyusun strategi, asap tampak mengepul tinggi keluar dari mulut kami ber 3, dan belum jua rokok dijari habis, seorang wanita tua menenteng kayu tetiba terlihat mendekat kearah kami berada.“Kalian pulang, jangan pergi mendaki” Ucapnya tanpa berbasa basi kearah Jefri, yang pastinya langsung membuat dirinya kaget bukan main. Jefri menatap kearah kami ber 2, terlihat riak wajah nya pucat. “Mbah itu kenapa?” tanyanya kepada kami (Andi & James), yang pastinya membuat kami balik menatap Jefri keheranan.“Mbah? Mbah siapa?” Tanya ku dan James bingung dengan apa yang diucapkan Jefri saat itu.“Nenek ini loh!!” jawab Jefri sembari menunjuk kesalah satu arah. “Astagfirullah” ucapnya kencang, Jefri langsung menyebut nama Sang Pencipta, memohon perlindungan kala matanya tidak lagi melihat sosok Mbah tersebut ada disana. Lama dia terdiam, sebelum mulutnya kembali berbicara.“kalian tidak lagi bercandakan? masak kalian gak lihat Mbah itu? “ Ucapnya kembali mencoba memastikan akan apa yang terjadi tadi. Kembali jawaban yang sama terlontar dari mulut ku dan James, karena memang kami tidak melihat ada sosok yang berada disana.Aku packing dulu, biar besok subuh tinggal jalan ucap James mencoba mengalihkan pembicaraan tersebut, James seketika masuk kedalam basecamp meninggalkan aku dan Jefri disana.Tak lama berselang dari kepergian James, ku ajak Jefri yang masih terlihat ketakutan untuk masuk kedalam rumah, terlepas dari hanya bercanda atau memang real terjadi, sudah lah anggap saja angin lalu, selama memang maksud dan tujuan kita baik pasti akan di permudahkan untuk pendakian besok, begitulah hal yang coba ku tanamakan kepada Jefri waktu itu.Namun bahasa bersahaja dan penuh pemaknaan akan arti berserah sepenuhnya, tidak serta merta mampu menenangkan hati Jefri, pasca peristiwa singkat yang terjadi, ada keanehan tersendiri yang kami lihat padanya.Jefri terlihat diam, seperti engan tuk berkata, belum lagi bila kami ajak berbincang, dirinya tampak tidak fokus dan melamun.“Aaa. iy.. iya. kenapa. oo. apa tadi” jawabnya yang tdk pernah sesuai dengan arah pembicaraan. Setengah 5 subuh, suara James beradu kencang dengan riuh hujan yang belum mereda, dia mencoba membangunkan kami 1 /1 dari mimpi Indah yang baru beberapa jam terjalani.“Woi.. woi.. bangun bangun, ayok siap siap” Teriaknya mencoba membangunkan kami ber 4. Mata terasa sepat, menahan pusing dikepala yang masih belum sepenuhnya tersadar, belum lagi hawa dingin serasa kian menusuk tulang ditubuh, membuat kami hanya duduk dengan masih berselimut jaket menutupi bagian kaki.Kurang lebih memakan waktu sejam bagi kami untuk benar benar tersadar dan siap melakukan pendakaian, sekali kali suara James riuh berteriak.*Ah… lambre,,, lambre… pada lama semuanya* celotehnya yang sudah tampak bosan menunggu kami ber 4.Singkat cerita, dijam setengah 5 kami ber 5 akhir nya mulai pendakian itu, namun kala brifing singkat yang dilakukan James sudah ditutup dengan doa untuk memohon keselamatan, Jefri malah meminta waktu sedikit untuk membuang hajat dikamar mAndi. Sekitar 5 menitan dia akhirnya kembali dan pada saat itu juga kami langsung berangkat untuk menaklukan puncak gunung Guntur.Kembali ke masalah pemilihan Jalur pendakian, Cikahuripan menjadi pilihan kami saat itu.“Kenapa?”Kami pun tidak tau jawabannya, karna pada saat itu hanya James yang pernah beberapa kali mendaki gunung Guntur, dan dia pula yang mendaftarkan / melaporkan maupun mempersiapkan segala kebutuhan dan keperluan. Jefri sekalipun, sebagai orang yang paling berpengalaman melakukan pendakian beberapa gunung di Jawa, belum pernah menyingahi puncak gunung ini.Terus untuk Aku, Putri dan Susan? “Hanya bermodalkan nekat dan tekad”. Diawal pendakian, kami melewati jalanan setepak dengan lintasan jalan bebatuan, hamparan hijau dari ladang milik warga setempat menambah indah suasana. Saat itu hanya rombongan kami yang terlihat melakukan pendakian, tak heran jua dan tak perlu mendramatisasi, karena hari yang kami pilih bukanlah long weekend apalagi tanggal merah, plus ditambah itu Hari SENIN, ya sudah pasti kami akan merasakan private mountain.Kurang lebih sejam kami intens berjalan tanpa jeda, Susan menjadi orang yang paling ribet kala itu, wajar saja dengan jalur yang agak licin habis diguyur hujan semalam suntuk dan belum lagi sepatu yang digunakan nya juga model sport layaknya anak anak Milenia saat ini, sudah pasti membuat dia beberapa kali tergelincir dan menjadi bahan candaan kami saat itu.Kami terus berjalan menusuri setapak demi setapak, langit juga mulai sedikit menerang, walau warna abu kehitaman masih mendominasi, karena memang keadaan cuaca pada saat itu sedang musim hujan, jadi ada kemungkinan pendakian ini akan ditemani oleh tetasan air berkah.Suara kami riuh menghiasi hening nya gunung Guntur, Jefri yang kemarin terlihat kusut sudah kembali tertawa dan bercanda sebagaimana sifat aslinya yang memang tak ubahnya comedian.Sekitaran jam 7 kurang, setelah 2 jam kami berjalan, kami sempat menepi sejenak karena permintaan puteri dan Susan yang mulai kecapean.“Jangan minum banyak banyak” Ucap Jefri pada Puteri yang seperti orang kesetanan dalam meneguk botol mineral yang ditenteng olehnya.Tak kurang 5 menit  dari kami bersantai sejenak meringankan betis, seorang Mbah Wanita yang sangat tua, tampak melewati kami dengan sedikit membungkuk badan dan menjuntaikan tangaanya, (ibarat kita mau permisi ke orang lain agar dikasih jalan).“Misi ya Nak” katanya ramah, yang kami jawab serentak, “Iya Mbah silahkan”.Tidak ada yang aneh sebenarnya mengingat itu sudah jam 7 pagi, apalagi aktivitas masyarakat pendesaan memang terkenal rajin dan beraktivitas sedini mungkin. Tapi yang menjadi pertanyaan kami, bukan bahasan dari mulut Putri yang mengatakan“Hebat ya sudah setua itu masih bisa nanjak”“Tapi jam berapa dia naik ke atas sana!!!” Ucap Jefri dengan wajah datar dan langsung kembali berjalan, yang membuat kami saling menatap mencoba mencerna apa yang barusan dia katakan. Sebab!! secara logika kami berjalan di jam set 5, setelah hujan mereda, malah di jam 3 subuh tadi hujan masih sangat lebatnya, yang pastinya tidak mungkin Wanita setua itu dapat menerjang naik keatas sana. Keadaan sempat hambar, dan sangat membosankan, semuanya coba menjaga tutur kata, dan fokus untuk sampai kepuncak Guntur sesuai dengan rencana awal.Gambaran sedikit, secara umum sebenarnya kurang lebih 4-6 jam seharusnya kami sudah sampai dipuncak. Terlebih hanya sedikit waktu kami luangkan untuk beristirahat. Namun 5 jam berjalan, pos 1 pun tak kunjung terlihat, bila hitungan matematis seharusnya kami sudah sampai dipuncak 4, atau minimal sudah berada di Hutan Tertutup dan tinggal menapaki beberapa ratus meter untuk sampai dipuncak Guntur.James yang notabene nya sudah beberapa kali mengunjungi tempat itu, menjadi orang pertama yang frustasi.Bang*at Bang*at teriaknya yang membuat kamu semua keheranan.Gak beres, ini sudah gak beres Dumelnya sembari melihat kesekeliling wilayah.Jujur aku pribadi (Andi), tidak mengetahui karena kami bukan seperti kisah horor pendakian lainnya, diputar pada tempat yang sama tempat kami sangat jauh berbeda dengan tempat yang sebelumnya dilalui.Belum sampai kali ucap Jefri coba menenangkan James kala itu.Ga Jef, ini sudah gak beres, gak mungkin sejauh ini pos 1, apalagi kita minim istirahat jawab James pada dirinya. Hampir sejam kami berhenti guna menenangkan pikiran, serta menkondisikan badan yang sudah mulai kelelahan.“15 menit lagi kita jalan ya” ucap Jefri mengambil alih komando pendakian. Kala itu sudah jam 1, dan tidak ada seorang pun yang kami temui sepanjang 7 jam kami mendaki. Kami memulai perjalanan kembali dengan doa, seraya berharap apa yang dikatakan James hanya suatu kekeliruan saja.Setapak demi setapak langkah kami beriringan, membentuk formasi berjejer dengan Jefri yang ada di depan, dan James memantau di posisi belakang, beberapa menit berlalu, hujan gerimis turun menambah sengit pendakian.Wajah Putri dan Susan kian lesuh, sudah tak mampu berkata lagi, nampak nafas mereka terengah, mulai habis termakan lelah, belum lagi medan kali itu berupa tanjakan panjang penuhy dengan pasir berkerikil yang membuat tenaga semakin terkuras.Jef !! tahan dulu, kasian yang lain teriak James mencoba memberikan aba aba.Fret Not ucap Jefri, sembari mengacuhkan permohonan James, dia terus berjalan, bahkan Susan sampai menangis kala teriakan nya jua diacuhkan olehnya.Jef, berhenti dulu, semua capek, istrahat dulu Teriak Susan yang sudah meneteskan air mata. Singkat cerita kami ber 4 terpisah dengan Jefri, dia terus melaju meninggalkan rombongan, sementara kami masih tertahan , beristirahat karena keadaan sudah mulai hujan serta kondisi Putri dan Susan yang sudah menyerah, seolah engan untuk melanjutkan kembali pendakian.Sigap James membuka isi Tas Carrier yang dibawanya, dia langsung mengeluarkan Tenda dari dalam tas tersebut, didirikannya tenda disalah satu lahan datar guna kami berteduh sembari memikirkan apa yang harus dilakukan saat ini.James , kamu kan sudah beberapa kali ke sini, memang kita salah jalur?, Entar kamu memang lupa kali ? Tanya ku.Gak di, aku gak mungkin salah, kita itu harusnya sudah melewati pos 1 dan 2, malah kalau sudah 7 jam begini kita sudah sampai di puncak 4, jaraknya kurang lebih 5-6 jam perjalanan dengan berjalan santai, ini boro boro kita sampai di salah 1 pos, seingat ku sebelum pos 1 ada sumber mata air ga jauh dari bascamp awal tadi, ini sudah 7 jam lebih, ga ada tanda tanda Jelasnya dengan raut wajah serius.Kami terdiam, resah dengan apa yang disampaikan James.Aku bicara pahit saja, kita ini entah nyasar , entah... Ah sudahlah ujarnya sedikit emosi.Susan masih terisak menangis, terus harus bagaimana? Tanyanya sayu, ikut masuk dalam obrolan tersebut.“Belum lagi Jefri juga ga tau dimana saat ini!!”, katanya melanjutkan pembicaraan.Bodok amat sama Jefri, cukup tau lah, lagian ga usah dipikirkan, kan dia bilang jangan kwatir tadi waktu kamu teriak Guman James kesal mengingat akan kejadian beberapa saat lalu.Menjelang senja mulai menyapa, Aku dan ke 3 rekan lainnya masih tertahan, berteduh didalam tenda, tidak ada tanda mereka masih berniat untuk beranjak hari itu, belum lagi sedari tadi kabut turun dari gunung yang membuat jarak pandang menjadi terbatas.“Kita sudahi saja pendakian ini, Besok coba kita balik arah turun kebawah” Ucap James sore itu.Tidak ada yang mau berdebat atau menjawab pernyataan itu, terlebih baik saya, Susan maupun Putri sangat minim pengalaman mengenai pendakian, prihal Jefri juga seakan terlupakan, dan enggan untuk diperbincangkan.Malam tiba, udara semakin dingin, hujan kembali turun dengan hebatnya, ber 4 kami hanya berdiam diri didalam tenda yang seharusnya digunakan maksimal 2 orang, tenda itu sejatinya memang dipersiapkan untuk Susan dan Putri, sementara tenda yang dipersiapkan untuk kaum lelaki ada didalam tas yang dibawa Jefri.Begitu juga dengan kosumsi dimana sebagian berada di tas Jefri dan hal terparahnya iyalah kompor guna membuat minuman hanya ada 1, dan kembali benda penting itu berada di dalam tas carrier yang dibawa oleh Jefri.Alhasil kami hanya mengisi perut dengan cemilan, dan roti rotian, sesekali mi intan terpaksa kami remes dan dimakan seadanya malam itu, sementara untuk air minum, hanya mengandalakan air mineral yang turut dingin mengikuti cuaca saat itu.Ditengah malam yang kian larut, suara suara hewan malam sesekali mulai terdengat, hujan sedikit mereda, aku James dan Susan duduk di dalam tenda, saling berhimpit, sementara Putri kami berikan porsi lebih untuk dia membalingkan badanya yang mengigil dan terasa hangat seperti demam.Jam saat itu mungkin sekitar 7 atau 8 malam, Langkah kaki terdengar berjalan disekitaran tenda secara tetiba, dan ada pembicaraan permisi layaknya bila pendaki saling berpapasan.“Permisi mas, Naik dulu” ucapan itu terdengar jelas di telinga kami.James langsung membuka tenda dan melihat keluar, dia mengarahkan senternya kearah jalan setapak, ditiliknya kearah atas maupun bawah jalur pendakian, Aku dan Susan turut serta keluar pada malam itu.“Kok ndak ada ya Di?* tanya James dengan wajah bingung. “tadi kalian dengarkan?” Ucapnya kembali.Saat itu Susan seketika memegang erat tangan ku,“kita masuk saja” ucapnya gelagapan terbatah memaksa aku untuk masuk.“James buruan masuk” ucapnya kembali dari dalam tenda, seolah memberikan tanda, dan kabut kembali turun dari atas gunung, sepintas menghilangkan James, dari pandangan kami.Susan semakin kencang mengengam erat tangan ku.“Suruh James masuk, suruh masuk, Cepat!!” Pintanya.“kamu kenapa san?” tanya ku keheranan, sembari melangkah keluar tenda, dan benar saja, apa yang menjadi ketakutan Susan seakan terjadi, tidak ku temui James saat itu, beberapa kali aku coba menyenter dan nihil hasil keberadaannya.“James, lo dimana? Masuk tenda dulu “ teriak ku berkali kali tanpa ada balasan darinya.Sesaat aku kembali masuk kedalam tenda, Susan sudah meringkuk sembari memegangi ke 2 kakinya, wajahnya sangat pucat, terlihat tubuhnya gemetar.“San kamu kenapa? Mank kamu lihat apa ?” tanya ku keheranan masuk kembali kedalam tenda, Ku tutup tenda seiring hembusan angin yang datang sangat kencang, mata ku kembali melihat Susan dengan tajam, tingkahnya masih sama, gelagapan layaknya orang yang sedang ketakutan sedari tadi.“Kamu kenapa San?” Tanya ku kembali pada dirinya, pertanyaan itu tak langsung dia jawab, malah matanya celingukan melihat kearah kiri dan kanan, hampir sekitar 3 menit lamanya baru mulutnya berbicara, menjawab pertanyaan ku tersebut.“Mb..Mb … Mbah  yang tadi pagi, ada di depan tenda Di?, matanya hitam semua, mulutnyapenuh darah, aku gak tau kalian lihat apa gak, waktu James ngarahin senter,” ucapnya sembari menunjuk satu arah seakan meberitau dimana dirinya melihat sosok itu.“Bukan it.. itu saja, pendaki yang tadi permisi juga a..ada.. “ Jelas Susan pada ku.“Ada dimana?” tanya ku menyela pembicaraan,“Dekat Mbah itu, mukanya semua sudah hancur, mereka lambai lambaikan tangan, kayak mangil di Ucap Susan sembari menunjukan arah mereka berada dengan tanganya, yang membuat bulu kuduk ku merinding.Ditengah keheningan malam itu, sesaat kala Susan sedang menjelaskan apa yang terjadi, suara mengerang dengan nafas yang sangat berat terdengar keras dari dalam tenda kami, aku dan Susan saling bertatap heran dengan Desisan yang baru saja kami dengar, seketika mata kami menoleh kearah Putri, “ Astagfirullah” Ucapku spontan kala melihat Putri sudah berada dalam posisi duduk, dia mengerang sembari memelototi kami dengan bola mata yang sepenuhnya hitam.Susan berteriak histeris, sementara aku dilanda kebingungan serta takut yang mungkin sudah mencapai batasnya, tangan ku gelagapan mencoba meraih resleting tenda tersebut.“Keluar san, Cepat “ ujar ku sembari mengengam erat tangan Susan.Kami keluar dari tenda itu meninggalkan Putri sendiri didalam sana, dan hanya beberapa Langkah atau mungkin 1 langkah saja kaki keluar dari tenda itu, kembali aku dan Susan tertegun, melihat keadaan didepan yang semula bebatuan berubah menjadi pandangan perkampungan, dengan obor api yang menerangi tempat itu.“Aku dimana?” ucap ku frustasi seakan tidak dapat menalar apa yang terjadi.Susan masih terus merangkul ku dan menyembunyikan dirinya dibalik badan ini, dan kami kembali terkejut, tatkala Putri sudah beridiri tepat dibelakang kami, dan konyol nya tidak ada lagi penampakan tenda tempat kami tadi berteduh. Semua terlihat lapang bak hamparan kosong yang datar. Putri tak berkata apa apa, dia hanya berjalan, bahkan mengabaikan kami, tatapnnya terlihat kosong menatap pemungkiman aneh tersebut.“Put.. Put... sadar… jangan kesana” ucap kami yang tidak diindahkan olehnya.“Di Tarik Putri” Ujar Susan memohon.Spontan mendengar ucapan tersebut, aku berusaha meraih tangan Putri agar dia menghentikan langkahnya masuk lebih jauh ke dalam pemukiman tersebut.“Put! Berhenti” bentak ku sembari memegangi tanganya.Putri terhenti sejenak, sembari mengalihkan tatapan tajam ke pada ku, tatapan mengerikan dengan bola mata yang seutuhnya berwarna hitam.“HiHi..HiHi..” Tawanya cekikikan yang seketika membuat aku bergedik dan melepaskan gengaman tersebut dari dirinya.Saat itu Putri sempat mengucapkan sesuatu dengan Bahasa daerah (seperti sunda), yang tidak dapat ku pahami artinya, hanya saja dari Riak wajah dan Mimik dia berbicara, aku dapat mengartikan ucapan itu sebagai sebuah ancaman. Seiring dengan kejadian tersebut, nyala api yang bersumber dari dalam ruang yang ada di depan kami tetiba mulai menyala, samar 1/1 sosok seperti manusia berwajah pucat pasi, dengan pakaian yang bisa dibilang sangat jadul / khas pakaian adat jaman dulu keluar dari rumah yang ada disana, dan bagi ku pribadi, tidak ada yang lebih menyeramkan hingga aku bergedik hebat, kala aku sadar sosok sosok itu merupakan sekumpulan manusia manula yang sudah ujur dengan riak wajah yang sangat mengerikan.Mereka berjalan kearah kami dengan tatapan tajam seakan terusik, aku melangkah mundur sedikit merangkak, namun tidak dengan Putri, dia masih berdiri menatap pergerakan pelan yang ku lakukan untuk menjauh dari mereka.“Di..Aku Takut” ucap Susan berbisik terbatah pada ku.Aku hanya bisa terdiam menatap lurus kerah Putri dan manusia uzur yang muncul dari kampung Goib tersebut, Susan tetap berda di belakang, bersembunyi di balik tubuh ku sembari terus memengang erat baju yang ku kenakan. Kembali Putri berbicara kepada kami dengan bahasa daerah yang sama sekali tidak dapat kami pahami, tangannya menunjuk nunjuk kearah kami, dengan logat bicara membentak.Dan keadaan kian genting, dimana kami seperti dijegat dengan sekumpulan manusia manula yang terlihat membentuk lingkaran seakan mengurung pergerakan kami, mereka ada dimana mana, dengan tangan memegang obor bambu yang menyala.“Kita gak akan dibakar kan dik?” Ucap Susan kembali dengan suara gemetar.“Ssstt.. jangan berpikir macem macem,!!” Jelas ku padanya.Mereka kembali berjalan mendekati kami dengan langkah kecil yang pelan, sorot cahaya obor itu semakin jelas menerangi mata ini, dan dapat ku saksikan kembali riak manusia manula itu benar adanya sangat mengerikan.Wajah mereka yang pucat pasi saja sudah membuat jantung ku seakan terhenti, tidak hanya sampai disitu beberapa diantara mereka terlihat memiliki rongga menganga dibagian wajah (tidak berisi bola mata), adapula yang wajahnya penuh borok, rambut tipis putih dengan kepala yang meneteskan darah.“Si. Si.. Siap siap san” Ucap ku terbatah memberikan isyarat agar kami segera berlari dari tempat tersebut.“Hus…” suara angin kencang tetiba berhembus kearah kami, beriring dengan hujan besar beserta kabut tebal, seketika cahaya dari obor yang sedari tadi dipegang oleh mereka padam, semua terasa gelap gulita, aku masih memegang erat tangan Susan agar dia tidak ikut menghilang seperti rekan lainnya.“James, Dikk, San, “ Liooooooo (Bahasa pangilan anak gunung)” Samar suara terikan mengema di kuping ku. “kamu dengar san?” tanya ku.“Itu suara Jefri” Jawabnya.Nampak sorotan cahaya senter turun dari atas sana, menyorot wajah ku dan Susan, Jefri muncul dengan tetiba.“Kalian dari mana saja, Mana yang lain?” tanyanya pada kami.Singkat cerita dengan mengikuti Jefri, kami akhirnya dapat lepas dari terror horor itu untuk sementara waktu, namun ada hal yang lebih gila lagi. Kurang lebih 30 menitan berjalan kami sudah sampai diatas (Puncak) tempat dimana Jefri membangun tenda, setibanya didalam tenda aku dan Susan baru menceritakan apa yang kami alami, termasuk hilangnya James dan Putri.Jefri bergedik mendengar kisah itu, terlebih saat kami mengatakan kesal akan kelakuannya meninggalkan kami di tengah perjalanan. Namun kami lebih keheranan dan ketakutan, kala mendengar perkataan Jefri, penuh dengan sumpah yang membawa nama Sang Maha Pencipta.“Yang ningalin itu kalian, aku gak ditunggu waktu tadi pergi kekamar mandi, akhirnya aku jalan sendiri naik ke atas sini, Sumpah demi apapun” Ucapnya kesal kepada kami.“Terus siapa yang tadi naik bersama kita? Tanya Susan pada ku. Dan yang lebih mengilakan, kenapa Jefri kembali turun, karena dia diinformasikan oleh 3 orang pendaki yang baru saja naik ke puncak Guntur.“Mas, rombongan 2 cowok dan 2 cewek yang dibawah teman mu bukan?” ucap Jefri mengatakan perkataan pendaki yang dia temui, pendaki itu juga yang menyuruh Jefri menjemput ke bawah.“Terus dimana pendaki itu sekarang?” aku ga tau Ndi, tempat ini luas, entah Ngecamp dimana meraka ya bukan urusan ku” ketus Jefri menjawab. Entah jam berapa saat itu, namun yang pasti saat hujan sedikit mereda, Jefri kembali turun menyusur kembali ke bawah untuk mencari Putri dan James.Sementara Aku disuruh tetap berada di tenda brsama Susan.Kalian jangan kemana mana, apapun yang terjadi tunggu di tenda saja ucapnya tegas meberikan perintah. Lama Jefri meningalkan kami disana, malah aku dan Susan terlelap, tidur dalam keadaan pakaian yang basah malam itu.Sebelum suara reslesting tenda yang dibuka kembali menyadarkan ku. Jefri kembali dengan membawa perlengkapan kami, namun tidak dengan Putri dan James. Sampai saat it uke 2 nya tidak berhasil dia temukan, Jefri juga sudah terlihat pucat, lelah menyusur.“Istirahat saja di, besok pagi kita langsung turun, coba meminta bantuan” katanya pada ku. Kami pun akhirnya beristirahat, pagi hari tiba, kami agak kesiangan, sekitar jam 6 an baru kami terbangun dan memutuskan untuk turun kebawah.Sekali kali kami berteriak memangil nama James dan Putri tapi tidak ada tanda keberadaan mereka kami temui. Hingga sekitar jam 1 siang kami sampai dibawah, dan tau apa yang kami dapati.James dan Putri tertidur lelap dibasasam tempat kami bernaung semalam, dan perkataan salah satu penjaga disana, mereka jua tak jauh waktu tiba dari kedatangan kami, ke 2 nya turun dengan wajah yang lelah dan langsung tertidur disana, ucap penjaga tersebut sembari menunjuk kearah Putri dan James.“Udah gitu saja dik?” tanya ku kepada Andi, “iya , itu yang kami alami Mas” jawabnya.Kalau soal James apa yang terjadi, itu orang monggo ditanya langsung ucap Andi pada ku. Mata ku menatap James, dengan gigi sedekit menyengir.“Mank lo kenapa James?” ucap ku berharap James mau melanjutkan cerita kentang itu.Suram ... Suram bos ucap nya memulai cerita.Kita mulai dari cerita terakhir Andi melihat James, saat ada suara langkah permisi dan mereka ber 3 (James, Andi dan Susan) keluar dari tendak guna mengecek sekitar.Sudut pandang James . James = Aku“ James buruan masuk” ucap Susan yang kembali memangil nama ku dari dalam tenda. Kabut kembali turun dari atas gunung, namun aku masih penasaran akan suara permisi yang tadi kami dengarkan.Aku masih asik mencoba menyinari sekitar, kali ada jejak atau petunjuk yang dapat ku temukan, dan saat itu kembali ku dengar teriakan. Susan memaksa Andi untuk menjemput ku diluar“Suruh James Masuk, suruh masuk, Cepat!!” begitulah perkataannya terdengar dikuping ku. Sesaat setelah itu kabut perlahan menghilang, dan menyisakan takut dijiwa, aku tak lagi bersama dengan rombongan, entah bagaimana jalan nya, posisi ku saat itu ada dimata air yang ku tau keberadaannya, pertengahan pos 1.Tempat itu seharusnya memang kami lewati di awal sebelum kami menuju pos 1,2, dan puncak.Yang aku alami tidak se extrim Andi dan yang lain nya. Lama aku berdiri disana, bingung dengan apa yang ku lihat, belum lagi dari arah belakang tidak kujumpai tenda tempat dimana teman teman ku berada.Dari arah depan ku lihat 5 orang pria berjalan mendekat ke arah ku, hal pertama yang kulakukan pasti nya menyenter ke arah kaki mereka. Semua tampak menapak, dan tidak pula wajah mereka terlihat pucat apa lagi dengan riak wajah mengerikan. sama sekali tidak, hanya saja baju yang mereka kenakan tak ubah nya pasukan kerajaan jawa yang kerap kita lihat di film titi tinular, lengkap dengan senjata yang menyilang ditangan.Mereka mengarah pada ku, bak kenak dihipnotis aku terasa linglung,“Mas, ayo ikut kita napa, nyuciin diri ucap salah 1 dari mereka.Aku bingung maksud dari perkataan itu, tapi entah kenapa hati ku terus berkata jangan jangan jangan James. Malah selang perkataan tidak mas yang ku katakan, salah 1 dari mereka mengulang perkataan yang sama.Ayo mas sembari memegang tangan ini. Dan lagi lagi hal aneh, yang tadinya hanya ada ke 5 org itu, tetiba ada 1 lagi manusia kerdil berada tepat disamping, dia menepuk badan ku dan aneh nya aku ga merasa kaget. Maaf sebelum nya. manusia ini sekitar setengah meter, tangan nya lengkap hanya saja seperti hanya bagian jari yang langsung menempel di bahu, tanpa adanya bagian lengan.Manusia itu berkata Jangan, jangan gak usah ikut sembari mengerakan tanganya memberikan isyarat gak dengan ke 5 jari yang digoyangkannya. Aku pun tidak dapat memastikan berapa lama percakapan itu, dan si manusia kerdil tersebut seakan menahan, melarang diri ini.Untungnya niatan ku tidak berubah dan terus menolak permintaan ke 5 orang tersebut, yang akhirnya membuat ke 5 orang tersebut menyerah dan meninggalkan aku disana. Seperti yang ku katakan, aku layak nya orang terhipnotis, saat itu makhluk kerdil itu pun tetiba lenyap tidak ada disampingku, dan aneh nya aku ga merasa heran ataupun ketakutan.yang aku ingat selang aku ditinggal, aku hanya merasakan lelah dan sangat mengantuk. yang akhirnya membuat aku malah tertidur disana. Singkat cerita, dijam 10 an aku terbangun, dan tak jauh dari tempat itu aku lihat jua Putri terlelap, tidur dengan pulas.Untuk Putri tidak dapat menjelaskan apa apa dan kenapa dia disana, hal itu juga yang membuat aku memutuskan untuk turun bersama Putri kebawah, dengan harapan nanti akan meminta bantuan bila tidak ada info keberadaan akan rekan lainnya.Setiba nya di sini, baik Putri maupun aku, lagi lagi merasa hal yang aneh, kami malah langsung terlelap seperti tidak memiliki sedikit pun tenaga yang tersisa, dan dimana tau tau ada suara yang membangun kan kami.Yaitu suara Andi, Jefri dan Susan, ucap James menjelaskan pada ku"Gak lama bos, selang kami kumpul kembali, kami sempat bersih bersih, makan, dan sama sama saling bercerita apa yang terjadi, sejamanlah. Terus ya sudah, kami langsung pulang balik Tangerang”. ucap James menutup ceritanya. Akan bersambung dikisah 2 (Dipepet Demid Gunung Guntur), ditempat yang sama namun berbeda personil.jangan lupa Like dan Koment nya ya sahabat nyata. hatur Tq. Salam hi.hi..hi…Tamat.  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan