
9. Abrisam Menelepon.
“Tidak usah berbohong, Mas. Mana mau istri Mas yang manja itu naik motor,” kata Elma dengan kesal. Ia tidak ingin dibohongi oleh Fadil.
“Kalau kamu tidak percaya, datang saja ke rumah Mama dan Papa. Biar kamu lihat dengan mata kepalamu sendiri.” Fadil memandang wajah Elma sambil senyum dikulum. Ia berusaha menggoda istrinya seperti dulu saat mereka masih bersama.
“Untuk apa saya ke sana? Kayak orang tidak ada kerjaan saja,” balas Elma.
“Pokoknya mobil itu sudah saya doain. Kalau sampai perempuan itu naik mobil saya, dia akan merasakan penderitaan yang saya rasakan. Camkan itu!” seru Elma.
Elma pun pergi meninggalkan Fadil. Ia keluar dari gedung pengadilan agama. Kemudian ia berjalan menuju ke tempat parkir. Ia menghampiri sebuah mobil BMW hitam yang sedang berhenti di tempat parkir. Luthfi sedang berdiri di samping mobil tersebut. Ia membukakan pintu mobil untuk Elma. Elma masuk ke dalam mobil kemudian Luthfi menutup pintu mobil.
Fadil memperhatikan apa yang dilakukan Luthfi terhadap Elma. Ia mengeratakkan gigi dan mengepal kedua telapak tangannya menahan amarah. Ia cemburu melihat laki-laki lain menjemput Elma.
Luthfi memperhatikan Fadil dari dalam mobil. “Itu suami kamu?” Luthfi menunjuk ke arah Fadil.
“Iya,” jawab Elma.
“Mukanya jelek. Gantengan juga aku.” Luthfi menyalakan mesin mobil.
Elma menoleh ke Luthfi dengan pandangan tidak percaya. “Pe de banget, sih kamu!” kata Elma.
“Jelas. Siapa dulu, dong? Luthfi,” jawab Luthfi dengan bangga.
“Buruan jalan, ah!” kata Elma. Ia ingin berlama-lama melihat wajah Fadil.
Luthfi menjalankan mobil keluar dari halaman pengadilan agama. Luthfi menyetir mobilnya menyusuri jalan Terusan Jalan Jakarta. Sepanjang perjalanan Elma memandang ke luar jendela. Luthfi menoleh sebentar ke Elma.
“Kita mau kemana?” tanya Luthfi.
“Pulang,” jawab Elma.
“Pulang? Nggak jalan-jalan dulu?” tanya Luthfi. Ia menoleh sebentar ke arah Elma.
“Nggak. Pulang aja,” jawab Elma tanpa menoleh ke arah Luthfi.
“Nggak makan siang dulu?” tanya Luthfi.
“Ini sudah jam sebelas kurang. Sebentar lagi waktu makan siang,” lanjut Luthfi.
“Pokoknya pulang!” kata Elma dengan tegas.
“Oke. Kita pulang.” Luthfi mengarahkan mobilnya menuju ke jalan Solo. Tanpa mereka sadari mobil Fadil mengikuti dari belakang.
Selama di perjalanan Elma hanya diam memandang ke jendela mobil. Sesekali ia menghampus aitr matanya yang mengalir di pipinya. Luthfi menyetir mobilnya, sesekali menoleh ke arah Elma. Luthfi mengatakan tidak apa-apa. Ia membiarkan Elma menenangkan diri.
Akhirnya mereka sampai di rumah Elma. Luthfi menghentikan mobilnya di depan rumah Elma.
“Terima kasih sudah antar jemput aku,” ucap Elma.
Luthfi tersenyum mendengar ucapan Elma. “Sama-sama, Ma,” jawab Luthfi.
“Aku turun, ya. Assalamualaikum,” ucap Elma.
“Waalaikumsalam,” jawab Luthfi.
Elma turun dari mobil langsung masuk ke halaman rumahnya. Ia tidak menunggu sampai Luthfi pergi. Luthfi memandangi Elma dari balik kaca mobil. Setelah Elma masuk ke dalam rumah barulah ia menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Elma. Fadil memperhatikan mobil Luthfi dari kejauhan. Fadil bernapas lega setelah melihat mobil Luthfi meninggalkan rumah Elma.
.
.
Setelah sidang perceraian beberapa kali, akhirnya Elma resmi bercerai dengan Fadil. Biaya sidang pengadilan agama dilimpahkan kepada Elma sebagai penggugat. Fadil harus membagi harta gono gini yang mereka miliki. Elma pun bernapas lega setelah bercerai dengan Fadil.
Pada suatu hari Elma datang ke rumahnya di antar oleh kedua orang tuanya. Ia hendak melihat keadaan rumahnya sebelum ia jual. Ketika ia hendak membuka gembok pagar kunci gembok tidak pas dengan gembok pagar. Ketika ia perhatikan ternyata gembok sudah diganti dengan gembok baru.
“Ini pasti ulah Mas Fadil,” kata Elma dengan kesal.
Elma mencari cara untuk bisa masuk ke halaman rumah. Satu-satunya cara masuk ke halaman rumah adalah memanjat pagar. Terpaksa Elma memanjat pagar.
“El, hati-hati nanti jatuh!” ujar Intan ketika melihat Elma hendak memanjat pagar.
Elma pun nekat memajat pagar rumah. Para tetangga yang melihat membiarkan Elma memanjat pagar. Mereka tahu kalau Elma adalah pemilik rumah tersebut.
Setelah berhasil memanjat pagar Elma menuju pintu ruang tamu. Ketika ia hendak membuka pintu ruang tamu ternyata kuncinya tidak bisa masuk ke dalam lubang kunci. Fadil sudah mengganti kunci pintu.
“Mas Fadil!” Elma mengepalkan kedua telapak tangan menahan amarah. Ia mengambil telepon seluler dari dalam tas lalu menelepon Fadil.
“Assalamualaikum, Elma,” ucap Fadil ketika di telepon.
“Walaikumsalam. Mas, kenapa kunci rumah diganti? Saya jadi tidak bisa masuk,” kata Elma tanpa basa basi lagi.
“Sabar, Elma. Kita bicarakan baik-baik. Minggu depan Mas akan datang ke rumah orang tuamu. Kita bicarakan masalah ini berdua,” ujar Fadil dengan lembut. Fadil sengaja mengganti semua kunci rumah mereka karena ia tidak ingin Elma menjual rumah mereka. Ia berharap suatu hari nanti akan menceraikan Fitri dan kembali kepada Elma.
“Tidak perlu! Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi! Semua sudah jelas, mobil dan rumah harus segera dijual!” Elma pun mengakhiri pembicaraannya lalu memasukkan telepon seluler ke dalam tas. Ia kembali memanjat pagar agar bisa keluar dari halaman rumah.
“Ayo kita pulang!” kata Elma setelah turun dari pagar. Elma dan kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil. Mereka pun meninggalkan rumah itu.
.
.
Pada suatu hari Abrisam mantan bos Elma menelepon Elma. “El, kamu sudah kerja di tempat lain atau belum?” tanya Abrisam.
“Belum, Pak,” jawab Elma.
“Kamu balik lagi kerja sama saya, ya. Kerjaan saya jadi terbengkalai kalau nggak ada kamu,” ujar Abrisam.
“Kenapa Bapak tidak cari sekretaris pengganti saya?” tanya Elma.
“Saya sudah mencari pengganti kamu. Tapi mereka kerjanya tidak cekatan seperti kamu,” jawab Abrisam. Elma sekretaris yang paling bisa diandalkan. Semua pekerjaan ia selesaikan dengan baik. Pekerjaan Abrisam jadi berantakan semenjak Elma mengundurkan diri.
“Apalagi sekarang istri saya sedang sakit. Jadi saya jarang ke kantor karena menemani istri saya yang sedang sakit,” lanjut Abrisam.
“Ibu Mita sakit apa, Pak?” tanya Elma.
“Kanker kelenjar getah bening,” jawab Abrisam.
Elma kaget mendengar jawaban Abrisam. Ia tidak tahu kalau Mita sedang sakit. “Sejak kapan Ibu Mita sakit?” tanya Elma.
“Sakitnya belum lama. Waktu kamu resign baru keluar hasil pemeriksaannya,” jawab Abrisam.
“Makanya saya minta kamu kembali lagi kerja di perusahaan saya, biar saya bisa fokus ke pengobatan istri saya,” ujar Abrisam.
“Aduh, Pak. Saya sedang menikmati profesi baru saya,” kata Elma.
“Kamu kerja apa?” tanya Abrisam.
“Jualan nasi uduk dan lontong sayur. Hasilnya lumayan, Pak. Hampir menyamai gaji saya waktu kerja di perusahaan Bapak,” jawab Elma. Elma sudah merasa nyaman dengan kehidupannya yang sekarang. Walaupun ia harus bangun dini hari untuk memasak untuk dagangannya.
“Jadi kamu tidak mau bekerja sama saya lagi?” Terdengar nada kecewa dari suara Abrisam.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
