Raden Mas Cakra 45-46-Epilog

37
14
Terkunci
Deskripsi

Ada begitu banyak cinta di dunia ini, milik Sekar salah satunya. Tidak semua cinta berhasil saling memiliki, tapi cinta milik Sekar beruntung.

2,401 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Paket
21 konten
Akses seumur hidup
400
Karya
1 konten
Akses seumur hidup
50
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Kategori
Raden Mas Cakra
Selanjutnya Cahaya dalam lentera - Prolog, BAB 1-2
20
7
PROLOGDua bola mata hitam menatap lekat, irisnya melebar, diikuti kedua tangan yang mencengkeram kuat ujung tali paper bag hitam yang berisi kemeja lengan panjang baru dibayar. Di tengah keramaian berisi ratusan manusia, Amaya—, atau wanita yang biasa dipanggil Maya itu terpaku lama. Kakinya seakan tertancap kuat, pada lantai marmer dingin yang memantulkan cahaya lampu.“Samperin aja, May. Kalau perlu, bawa alat berat buat mukul kepala mereka berdua.”Cengkeraman tangan Maya menguat, wanita itu menelan ludahnya kesulitan. Meski sakit, nyatanya mata itu terus-menerus tertuju pada satu fokus yang sama, meski pusat perhatiannya telah berpindah tempat ke toko baju dalam di sebelahnya, Maya masih mengikuti pergerakannya.“Gue temenin, hancur ya udah, hancur aja sekalian. Gue rela nemenin lo di penjara, gue juga ikut merasakan sakit hati yang lo rasain saat ini.”Lintang—, sahabat Maya sejak SMA, teman sekaligus rekan bisnis yang sering menghabiskan waktu bersama, Lintang dan Maya membuka toko bunga di pinggir jalan dengan modal yang tak seberapa. Maya dan Lintang membuka usaha setelah lebih dari satu tahun Maya keluar dari pekerjaan atas permintaan suaminya.Sebenarnya Maya masih ingin bekerja, tapi Akbar—, suaminya, meminta Maya meninggalkan pekerjaan dan fokus untuk program hamil yang tak kunjung membuahkan hasil.Lintang mendorong punggung Maya dari belakang, namun wanita itu menahan diri. “Kenapa?”Kita pulang saja, Lin, pinta Maya. Gue udah dapat apa yang gue cari, kemeja untuk hadiah ulang tahun pernikahan gue sama Akbar. Maya menunjukkan paper bag hitam di tangan.Lo gila ya, May! hardik Lintang tak sabar, wanita itu sengaja menaikkan nada bicara, hingga beberapa pengunjung mall tertarik menatap keduanya. “Suami lo selingkuh, di depan mata lo sendiri, dan lo milih pergi? Nggak waras lo, May.”Sebenarnya, ini bukan kali pertama Lintang dan Maya memergoki Akbar bersama wanita lain. Beberapa bulan lalu, mereka menemukan Akbar sedang makan malam romantis di restoran bersama wanita yang sama, juga sempat beberapa kali Akbar menolak menjemput Maya di toko tanpa alasan yang jelas. Beberapa waktu lalu, Lintang masih memaklumi sahabatnya yang tidak suka keonaran, mungkin saja—, Maya ingin menyelesaikan masalah mereka baik-baik di dalam rumah. Namun, apa yang terjadi? Maya tidak membuka percakapan apapun di rumah mereka, wanita itu tetap berlakon sebagai istri yang baik tanpa merasa ada masalah yang harus segera diselesaikan.Lo harus samperin Akbar! perintah Lintang memaksa, meski bukan istri—, tapi Akbar juga adalah sahabat baiknya, mereka bertiga sudah kenal sejak SMA, Lintang berkenalan dengan Akbar setelah laki-laki itu resmi menjadi pacar Maya. “Samperin, dan paksa laki lo pulang di hadapan wanita itu.”Maya masih diam tak berkutik, matanya basah, Lintang yakin nyali wanita itu tak cukup besar untuk tampil di hadapan Akbar dan kekasihnya.“Lo nggak usah merendahkan diri dengan marah-marah, lo juga nggak perlu jambak rambut pacar Akbar, lo cukup ngasih tahu kalau lo itu istrinya dan bawa suami lo balik! Gitu lho, May.”Maya menghembus nafas panjang, kepalanya mendongak demi menahan air mata yang menuntut jatuh. Sinar lampu terang menyilaukan mata, Maya berharap tangis di matanya tersamarkan. Namun, begitu kepalanya kembali menemukan suaminya yang tengah bercanda mesra sambil berpegangan tangan dengan wanita lain, air mata Maya tak lagi bisa dikendalikan, tumpah ruah bersama isakan.May ... Lintang khawatir, wanita itu memeluk sahabatnya. Lo mau minggir dulu? Kita cari teh hangat mungkin, mau? tawarnya.Gue mau pulang aja, Lin, putus Maya, dadanya semakin sesak saat menemukan tawa Akbar yang lebar, tawa yang tak pernah lagi Maya temukan di rumah. Gue nggak kuat, keluh Maya.Meski tak ikhlas, nyatanya Lintang tetap membawa Maya pergi dari tempat ini. Mereka turun ke basement tempat motor Lintang terparkir. Wanita itu membantu Maya memakaikan helm dan jaket, lalu meminta sahabatnya duduk di jok belakang.Gue aja yang di depan, putus Lintang mengambil kendali.“Lin, kalau gue nangis kenceng di belakang gimana?”Lintang menutup mata, kesabarannya dijungkir-balikkan kondisi sahabatnya yang tak mau melawan. Selama persahabatan mereka, Lintang ingin sekali mentransfer keberanian pada Maya, tapi wanita itu tak sedikitpun terciprat energinya, Maya sudah terlalu sering mengalah, bahkan ketika tersakiti sekalipun.“Nangis aja, tapi nanti kalau ada polisi tahan dulu, gue nggak mau ketilang karena dikira penjahat, bikin lo nangis di tengah jalan.”“Oke, gue janji.”Lintang pun membawa motornya melaju, mengabaikan isak tangis Maya yang terdengar di belakang.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan