
Deskripsi
Blurb
"Aku nggak akan menikah, sebelum kamu menikah duluan," ucap Arif pada Delta.
Akan kah pria itu menepati janjinya? Ketika hubungan mereka terhalang status dalam keluarga. Delta tidak bisa menahan perasaannya di masa lalu. Gadis remaja polos yang baru mengenal cinta. Perasaan yang seharusnya tidak tumbuh pada kakak angkatnya. Apa lagi jarak usia mereka yang terpaut jauh. Kini mereka sama-sama tumbuh dewasa..
***
Prolog
Gadis itu memilih mundur ketika tahu siapa yang datang. Ia hanya ingin menghilang...
2,508 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Cintanya Delta
Selanjutnya
Feeling (Full)
1
0
Seumur hidup Aisha Hasna Purnawitra sudah pernah merasakan apa yang namanya patah hati, cinta sepihak dan bertemu dengan pria pemberi harapan palsu alias PHP.Di usia yang ke 31 tahun ia sudah putus asa dengan jodohnya. Berulang kali Aisha hanya mendapatkan luka. Dan pada akhirnya gadis itu pun meminta kepada orang tua untuk di jodohkan dengan seseorang.Siapakah pria yang dapat memiliki hatinya. Ketika hatinya sudah mati rasa? ***Part 1 - Kehilangan Ia menatap ponselnya cukup lama. Bukan menunggu seseorang menghubunginya melainkan sudah membaca pesan yang baru masuk. Gadis itu terdiam lalu menghembuskan napasnya secara perlahan. Perasaan kecewa dan sedikit marah menghinggapi hatinya. Mungkin inilah jawaban selama ini. Jika mereka tidak mungkin bersama. Ingin rasanya membalas chat tersebut untuk meminta penjelasan namun diurungkan. Percuma saja, bisik hati kecilnya. Cukup tahu dan menerima lebih baik. Meski pun hatinya kembali terluka. Dari siapa? tanya Mela seraya menatap sahabatnya. Ia curiga jika Aisha mendapatkan kabar tidak menyenangkan. Aku bukan seseorang yang berarti buat dia, ucap Aisha lirih. Dahi Mela mengerut, bingung. Dia itu siapa? bukannya menjawab, Aisha malah semakin murung. Mela tidak pernah tahu jika selama ini, dirinya dekat dengan Krisna. Teman sekolah waktu SMA. Kenapa kamu nggak pernah curhat sama aku sih, Sha? Aku... Aisha merasa malu jika bercerita. Masalahnya Mela tahu siapa itu Krisna. Walaupun mereka tidak pernah sekelas. Aku belum yakin aja untuk cerita ke kamu. Dan akhirnya memang seperti ini. Disaat aku udah membuka hati tapi malah seperti ini. Kamu pacaran dengannya? Aisha sulit menjelaskannya. Di bilang pacaran tapi Krisna tidak pernah menyatakan cinta padanya. Di bilang hanya teman tapi Krisna memberikan harapan jika mereka bisa bersama ke jenjang yang lebih serius. Mereka bukan lagi remaja yang saling menyatakan cinta. Cukup menjalani saja. Karena Krisna selalu menanyakan hal-hal yang mengarah ke berumah tangga. Nggak, aku cuma kecewa aja. Aku baru sadar kalau aku memang bukan siapa-siapa dia. Cukup tahu aja, Mel. Aisha tersenyum hambar untuk menghibur dirinya. Meskipun dalam hatinya sangat terluka. Impiannya untuk menikah sirna sudah. Selama ini Aisha menerima Krisna apa adanya. Ia sudah nyaman, nyatanya hanya kebahagiaan sesaat. Padahal hatinya sudah yakin dengan Krisna. Pria itu sejak SMA baik dan tidak aneh-aneh. Karena itu Aisha mencoba mengenal lebih jauh dengan Krisna. Kamu ini aneh, Sha, Mela mendengus. Aisha hanya tersenyum. Ia pulang ke rumah dengan perasaan sedih. Ia tidak menyangka, ternyata salah menilai Krisna. Kecewa dengan sikapnya yang hanya pemberi harapan palsu. Usia Aisha sudah 30 tahun. Ketika ada yang memberi kepastian tentang pernikahan disambutnya dengan tangan dan hati terbuka. Tapi kini pandangan terhadap pria itu telah berubah. Tidak ada lagi kenyamanan itu. Rasanya untuk komunikasi dengan Krisna pun Aisha sudah malas. Aisha bukanlah tipe orang yang mudah menumpahkan curahan hatinya pada seseorang. Walaupun ia mempunyai sahabat. Gadis itu selalu memilih curhat pada teman dunia mayanya. Aisha mempunyai alasan kenapa ia lebih terbuka pada teman sosial medianya. Mereka bukan hanya sekedar teman tapi sahabat. Rasanya mereka lebih mengerti apa yang Aisha rasakan. Ia akan menyembunyikan perasaan di kehidupan nyatanya. Di dalam kamar ia memandangi langit-langit kamar. Aisha down, tadi sudah mengirim pesan kepada Ambar. Sahabat dunia mayanya. Aisha : Aku kesal Ambar : Kenapa? Aisha : Aku bukan orang yang spesial bagi dia. Ambar : Dia? Aisha : Ya, Ambar tahu kedekatan Aisha dengan Krisna. Ambar : Huft.. Kenapa kamu bilang begitu? Aisha menjelaskan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Ambar tahu tentang Krisna. Gadis itu meneteskan air mata saat menjelaskannya pada Ambar. Air mata kecewa tentu saja. Memang hal sepele hanya karena Krisna tidak mengajaknya ke pesta pernikahan teman mereka. Kemarin malam Krisna bilang tidak hadir karena ada pekerjaan. Tapi buktinya ia datang dengan yang lain tanpa Aisha. Dari situlah Aisha merasa jika dirinya bukan orang yang penting bagi Krisna. Mungkin pria itu telah menemukan seseorang yang lebih dari dirinya. Ambar : Ya sudahlah, mungkin dia bukan yang terbaik untuk kamu. Jangan down ya, sayang. Aisha : Aku hanya kecewa, kenapa aku punya perasaan sama dia. Kamu tau kan, hatiku baru sembuh. Ketika aku ingin memulai semuanya kembali, kenapa hanya berakhir dengan luka. Ambar : Kamu kuat, Aisha. Jangan putus asa. Allah tau yang terbaik untukmu. Aisha : Aku terlalu bodoh mempercayainya, Ambar. Aku harus menata hatiku kembali. Dan aku nggak peduli dengan yang namanya cinta. Aku lebih memilih dicintai daripada mencintai. Ambar : Harusnya saling mencintai, Sha. Biar adil.. Hahaha Aisha : Aku nggak mau lagi membuka hati, Ambar. Aku udah cape. Kamu tau, ceritaku dengan Rizky? Ambar : Si Duren itu? Aisha : Ya.. Hatiku baru aja sembuh tapi malah terluka lagi.. Aisha teringat kejadian 2 tahun yang lalu di mana hatinya pernah terluka juga. Ia berhubungan dengan seorang duda beranak 1. Aisha kira pria itu belajar dari kegagalan rumah tangganya dan ingin sungguh-sungguh dengannya. Ternyata pria itu hanya ingin main-main. Lima tahun sudah Aisha tidak memiliki kekasih. Bukannya tidak mau, tapi ia mencari yang serius yaitu ke jenjang pernikahan. Bukan waktunya ia menyia-nyiakan usia lagi. Berawal dari pertemuan reuni sekolah menengah pertama (SMP). Aisha dan Rizky berpacaran. Dengan lika-liku sampai akhirnya mereka menjalin kasih. Gadis itu menerima Rizky dengan status duda yang mempunyai 1 anak. Hubungan mereka bertahan 12 bulan. Sampai akhirnya... Rizky mengajaknya bertemu di sebuah restoran. Aisha pulang kerja menuju tempat yang ditentukan oleh Rizky. Setibanya ia datang. Ada yang berbeda dari Rizky terutama raut wajahnya. Pria itu seakan murung. Meskipun bibirnya melengkung menampilkan sebuah senyuman. Sudah lama? tanya Aisha. Nggak kok, kamu mau makan? Rizky berbalik bertanya. Minum aja deh, Aisha melirik Rizky yang seakan dilanda cemas. Pria itu memesan jus mangga kesukaan Aisha. Dan untuk dirinya secangkir Coffee hazelnut. Ada yang mau kamu bicarakan? todong Aisha penasaran. Ia menunggu Rizky menjawabnya. Pria itu menarik napas panjang. Sebelum mengutarakan keinginannya. Aisha.. ucapnya ragu. Ya? Aku mau kita putus. Rizky menatap Aisha. Gadis itu tercengang. Maksudmu? Aku kira hubungan kita cukup sampai disini. Maaf.. ucap Rizky. Sebelumnya kita nggak ada masalah kan? Kenapa tiba-tiba kamu minta putus? Maaf kan aku, Aisha. Aku bukan pria yang baik untukmu. Mungkin diluar sana ada pria yang lebih baik dari aku. Tolong lupakan aku, Aisha tertawa hambar. Kenapa setiap pria yang ingin putus selalu mengatakan hal yang sama, klise. Melupakanku mungkin mudah bagimu. Tapi untukku terlalu sulit. Bagaimana aku bisa melupakan kenangan ketika kita bersama? tanyanya. Pria itu tidak menjawabnya. Menyuruhmu untuk jangan pergi pun rasanya aku terlalu egois. Menahan seseorang yang memang ingin pergi. Ia menatap lekat pria yang duduk dihadapkannya. Kamu akan mengerti nanti, ucap pria itu seakan membela diri. Mengerti? Apa lagi yang harus aku mengerti darimu? Apa selama ini kamu menyangka aku main-main dalam hubungan kita? Pria itu terdiam. Tidak bisa membalas ucapan mantan kekasihnya. Ia sudah memutuskannya. Aku rasa cukup pembicaraan kita sampai di sini. Aku ada urusan, selamat malam. Pria itu beranjak dari kursi dan berlalu pergi. Mata wanita itu berkaca-kaca melihat kepergian pria yang telah mencuri hatinya. Hubungan yang mereka jalin sudah 1 tahun. Namun kini telah berakhir hanya dalam 1 hari. Pria itu dengan mudahnya bicara jika kini mereka tidak ada hubungan lagi. Setelah mengakhiri chat -nya dengan Ambar. Ia menangis sendirian di keheningan malam. Membenci kelemahannya sendiri mudah membuka hati. Kenapa nasibnya begitu menyedihkan. Terutama masalah percintaan. Terima kasih sudah mengajariku bagaimana rasa kehilangan, ucap hati kecil Aisha. Mungkin inilah saatnya Aisha harus lebih menjaga hatinya. Jangan sampai terulang kembali. Rasa sakitnya memang akan sembuh dengan seiringnya waktu. Namun rasa ketidakpercayaan terhadap pria itu akan membekas di hatinya. Rasa takut itu akan muncul setiap ada pria yang mendekat. Bisa di bilang trauma. Hari demi hari Aisha lewati dengan seperti biasa seraya menyembuhkan luka di hatinya. Ia tetap bekerja di sebuah pabrik pakaian bagian admistrasi. Aisha harus siap menerima kenyataan bahwa kehidupannya tidak seperti di novel-novel yang berakhir happy ending. Semenjak itu Aisha semakin tertutup dengan lingkungan sekitar terutama teman-temannya. Ia jarang hang out. Karena tidak mau bertemu dengan Krisna atau pun Rizky. Aisha Hasna Purnawitra memutuskan lebih baik sendiri. Ia kasihan pada hatinya. Rasanya cukup menyakiti dirinya sendiri. Gadis berambut panjang itu hanya ingin memikirkan keluarga. Ia sudah lelah dengan yang namanya pria. Kebahagiaan yang ia rasakan hanya sementara kemudian hilang seperti buih. Aisha, kamu harus kuat. Biarlah orang membicarakanmu. Mengomentarimu yang nggak baik. Mungkin sekarang belum saatnya.. ucapnya menyemangati. Belum saatnya kalian bertemu, seru batinnya. Allah akan menunjukkan siapa dan kapan waktu yang tepat. Hanya menunggu waktu saja. Walau pun itu nggak tau kapan. Aku harus sabar menanti. Part 2 - Minder Hari semakin senja, Aisha berjalan pulang dengan langkah gontai menuju rumahnya. Kini ia sedang menikmati kesendiriannya. Belum ada seseorang yang mengisi hati Aisha kembali. Ia hanya fokus pada pekerjaan. Aisha mampir ke sebuah Cafe hanya untuk minum kopi saja. Seraya menunggu pesanan ada chat masuk dari teman dunia mayanya yang lain. Lintang : Mami!! Aisha tertawa bagaimana gadis remaja itu memanggilnya. Dari kedekatan merekalah sehingga mempunyai panggilan khusus. Aisha : Ya? Lintang : Nggak kangen Barbie kah? Aisha : Nggak tuh. Lintang : Kok Mami jahat ya, Aisha : Aku baik hati lho. Lintang : Nggak! Mami apa kabar? Aisha : Baik, kamu? Lintang : Baik juga, Mami jangan galau lagi ya. Lintang pun tahu permasalahannya. Aisha menceritakan juga pada gadis itu. Aisha : Iya Mami udah kebal. Lintang : Masa? Aisha : Iya, Barbie sayang.. Lintang : Tumben manggil sayang? Aisha : Hahaha Lintang : Mami mau dikenalin sama Omnya temanku kah? Aisha : Kamu ini ada-ada aja. Lintang : Beneran Mami, mau ya. Dia kerja di pelayaran kok. Aisha : Nggak ah, aku minder. Lintang : Ish! Selalu begitu. Cuma kenalan aja, nggak apa-apa. Aisha : Nggak Barbie, makasih. Kamu tau kan aku biasa-biasa aja. Lintang : Jadi teman kan nggak apa-apa, Mami. Aisha : Ya udahlah, terserah kamu. Lintang : Yeyy! Aku kasih nomor WA Mami ya. Aisha : Iya. Gadis itu menggelengkan kepalanya. Pelayaran? Ia tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Aisha sadar diri jika ia tidak sepadan dengan pria itu. Bermimpi pun tidak. Mungkin jadi teman tidak apa-apa. Pesanan Aisha datang. Ia menyeruput kopinya sedikit demi sedikit. Tatapannya tertuju pada orang yang lalu lalang. Ia duduk di dekat kaca dan memperhatikan keluarga kecil yang terlihat bahagia. Sontak hatinya begitu iri. Kapan ia akan pada posisi dimana ada seorang suami yang mendampingi dan buah cinta mereka. Hatinya mencelus, mungkin belum waktunya. Ia selalu berbaik sangka. Karena tidak mau terjerumus dalam lubang yang sama yaitu patah hati. Aisha baru menyadari jika cafe yang di datangi adalah tempat dimana kenangannya bersama Krisna terukir. Kenapa kakinya melangkah tanpa ia sadari. Apa aku belum bisa ngelupain dia? lirihnya. Rasa sesak menggerogoti dadanya. Ternyata sangat sulit melupakan semua kenangan itu. Bibirnya bergetar dan air matanya tiba-tiba mengembang di pelupuk mata. Ia mengatur napas mengurangi kesesakan itu. Lama-lama di tempat itu hanya membuatnya tersiksa. Semakin tidak bisa melepaskan Krisna. Aisha memutuskan untuk pergi. Dengan terburu-buru ia keluar dari cafe tersebut setelah membayarnya. Kakinya melangkah dengan tidak pasti. Pikirannya melanglang buana entah kemana. Ia menemukan halte dan duduk disana. Pulang adalah pilihan yang tepat. Daripada di jalan seperti ini. Aisha memesan ojek online. Di jalan yang ada pikirannya tertuju pada kenangan yang menyakitkan. Tidak lama sebuah motor matic berhenti di depannya. Mbak Aisha? tanya ojek online tersebut. Iya, Mas. Ojek itu memberikan helm. Aisha naik ke motornya. Dengan kecepatan sedang motor itu melaju. Baru pulang kerja, Mbak? tanyanya. Iya, Mas, jawab Aisha dengan ramah. Oh, kerja di mana? Di Garment, Mas. Oh, lalu ojek itu tidak bertanya lagi. Setengah jam kemudian sampai di rumah Aisha. Karena macet biasanya 15 menit sudah sampai. Makasih ya, Mas, ucap Aisha seraya menyerahkan uangnya. Ini lebih, Mbak. Nggak apa-apa kok, ucap Aisha ramah lalu tersenyum. Makasih ya, Mbak. Aisha masuk ke dalam rumahnya. Di ruang TV ada ibunya sedang duduk. Ia mengucapkan salam lalu mencium tangan sang ibu. Baru pulang? sang ibu bertanya. Iya, Ma. Bapak kemana? Ada lagi Sholat, Oh, aku ke kamar dulu ya, Iya, jangan lupa Sholat terus makan, Sha. Iya, Ma. Suasana kamar begitu minim cahaya. Aisha sengaja tidak menyalakan lampu. Duduk di kursi meja rias sambil menatap cermin. Kapan ia bisa membahagiakan keluarganya? Melihatnya duduk di pelaminan yang kini hanya tinggal bayangan semu. Aisha mampu menyembunyikan perasaan sedihnya. Hingga semua orang tertipu dibalik senyuman itu yang penuh luka. Ia menghembuskan napasnya. Menguncir rambut lalu berwudhu karena akan shalat Isya. *** Ponselnya berdering saat ia menonton TV. Aisha masuk ke dalam kamarnya. Melihat nama yang tertera ia langsung mengangkatnya. Dari temannya sesama kanak-kanak. Halo, assalamua’laikum.. ucap Aisha. Wa’laikumsalam, Sha. Ini aku Tya. Iya, aku tau, nomornya sudah ia simpan di kontak ponsel Aisha. Kamu lagi apa? Tiduran, kenapa? Aku pengen curhat, Apa? tanya Aisha. Ia membaringkan kepalanya di atas bantal. Kamu tau Rizky? Deg Ya.. Dia chat aku kemarin, terus dia lagi ngedeketin aku. Aisha terdiam. Aisha.. panggil Tya. Ya, terus? Aisha menetralkan suaranya yang serak. Dia ngajak jalan aku. Tapi aku tolak, yang aku tau dulu kalian pacaran, kan? Kami nggak pacaran.. ucap Aisha gamang. Kami cuma dekat aja. tambahnya. Berarti dulu Rizky tidak memberitahu hubungannya dengan Aisha kepada teman-temannya. 1 tahun Rizky mampu menyembunyikannya? Aisha, Tya dan Rizky adalah teman sewaktu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka tidak begitu dekat dan jarang bertemu. Tapi setelah lama Rizky memutuskannya. Pria itu memalingkan hatinya pada Tya. Jadi bebas bagi Rizky kepada siapa cintanya berlabuh. Oh, begitu. Jadi kalau aku jalan sama dia, kamu nggak marah kan? Aisha tertawa, ya nggak apa-apa. Apa urusannya sama aku? Kamu berhak kok jalan sama dia. Tya seorang janda. Pernikahannya hancur karena suaminya berselingkuh. Aisha berpikir Tya dan Rizky sama-sama single. Peluang mereka bersama sangat memungkinkan. Oke, aku cuma mau nyari tau aja ke kamu. Aku nggak mau ternyata kamu masih punya perasaan sama dia. Aku nggak punya perasaan sama dia sedikit pun. Aisha berbohong, kenapa hatinya sakit mendengar kedekatan mereka? Padahal hubungan mereka telah berakhir 5 tahun yang lalu. Oia, minggu depan. Pada mau ngadain reuni. Kamu ikut ya, ucap Tya antusias. Aku nggak janji ya, tapi aku usahakan. Oke, aku berharap kamu ikut, Aisha. Ya udah malam, maaf aku ganggu ya. Assalamua’alaikum.. Wa’laikumsalam.. Aisha mendesah. Kenapa kehidupan percintaannya begitu rumit. Bertemu Rizky kembali? Ia tidak menginginkannya. Reuni nanti Aisha tidak akan datang, tekadnya. Ping Assalamua'alaikum.. Saya Malik. Wa’laikumsalam, ya? Aisha bingung dengan nomor baru yang masuk di WA nya. Siapa yang chat tersebut. Lintang : Mami, dia udah chat kan? Aisha melotot jadi pria yang chat itu. Pria yang akan dikenalkan oleh Lintang. Aisha : Iya sudah. Baru aja.. Lintang : Okay, met chatting. Semoga kalian cocok ya. Aisha : Itu nggak akan mungkin, Barbie. Lagi-lagi Aisha sadar diri. Mereka tidak mungkin bersama. Banyak sekali perbedaan diantara mereka. Ia tidak mau berharap sedikitpun. Berharap sama saja menyakiti dirinya sendiri. Aisha hanya ingin menjadi temannya saja. Itu saja sudah cukup baginya. Lintang : Udah cukup. Kalian chat aja dulu. Aku sayang Mami.. Aisha : Aku juga sayang.. Aisha dan pria itu pun berlanjut chatting sampai tengah malam. Hanya menanyakan usia dan pekerjaan. Untuk usianya 26 tahun. Namun Malik seolah menyembunyikan pekerjaannya. Padahal Aisha sudah tahu. Pria itu seolah merendah. Dan ternyata Malik orang yang sangat menyebalkan. Aisha dibuat kesal, ia selalu kalah dalam membahas apapun. Pria itu video call namun ditolak Aisha. Malik : Kenapa tidak mau videocall? Aisha : Aku biasa aja. Aku nggak cantik. Malik : Kirim foto ya, Aisha : Untuk apa? Malik : Pelit sekali. Aisha : Pokoknya aku nggak mau. Nggak apa-apa kan. Malik : Ok. Tidak lama Malik mengirim sebuah foto. Ternyata itu foto Aisha. Tentu saja gadis itu terkejut dari mana pria itu mendapatkannya. Malik : Ini kamu kan? Aisha berteriak dalam hati menyebut Lintang!! Pasti gadis itu yang mengirimkannya. Aisha : Dapat dari mana fotoku? Malik : Rahasia. Aku kerja dulu ya. Aisha mengerutkan keningnya. Ia melihat jam dinding yang jarum panjangnya mengarah ke arah angka 01.00 WIB. Aisha : Kerja? Malik : Iyo, Aisha : Sekarang udah jam 1 lho. Kerja apa? Malik : Namanya juga kuli. Aisha merasa aneh. Ia menyangka jika Malik tidak sedang berada di Indonesia. Melainkan di negara orang karena jam mereka berbeda. Tapi pria itu tidak memberitahu dimana ia bekerja atau bagian apa. Entah apa yang membuat Malik tertutup pada Aisha. Setidaknya mengenal pria itu cukup menghiburnya. Perbandingan usia mereka 26 dan 30 tahun? Aisha tertawa geli. Pria itu berondong baginya. Perbedaan 4 tahun jarak yang cukup jauh. Fix, ia tidak akan melibatkan hatinya dalam perkenalan dengan Malik. Part 3 - Rasa Yang Pernah ada Aisha, panggil sang Ibu sambil mengetuk pintu kamar memberitahu. Ada temanmu? Aisha menaruh sisir di meja riasnya. Siapa yang datang? Ia tidak ada janji dengan siapa pun. Malah Aisha akan berangkat kerja. Dalam hatinya menjadi bertanya-tanya. Ia mengambil tas di atas ranjangnya lalu keluar. Melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Tya? ucap Aisha dengan wajah yang cukup terkejut. Hai, Sha.. Tya berdiri lalu memeluknya. Baru semalam kita teleponan ya, Aisha tersenyum, iya, ada perlu apa? Aku mau ngobrol-ngobrol aja sama kamu. Tapi aku mau kerja, Aisha tidak enak hati. Sambil jalan ke tempat kerja kamu aja ngobrolnya. Nggak apa-apa kan? tanya Tya. Ya udah, kalau begitu. Ini kan hari sabtu, aku pulangnya setengah hari. Kita bisa ngobrol pas aku selesai kerja gimana? Aisha memberikan solusi. Ya udah, sekarang aku mau ke rumah saudaraku dulu. Nanti kamu pulang kerja kita janjian aja ya. Aisha mengangguk setuju. Ia berpamitan kepada orang tuanya begitupun Tya. Mereka mengobrol sambil menuju ke tempat kerja Aisha. Kayaknya ada hal penting ya? tanya Aisha. Iya, aku pengen ngobrol banyak sama kamu. Aura Tya begitu bahagia. Tentang? Rizky. Kenapa rasa sesak itu muncul kembali ketika nama pria itu disebutkan. Aisha mencoba untuk tersenyum. Kenapa sama dia? Aisha berpura-pura menanggapinya santai. Aku mau tau gimana dia, ucap Tya malu-malu. Apa Rizky udah nyatain suka sama kamu? entah kenapa raut wajah Aisha tidak seperti biasanya. Mungkin karena suasana hati yang tidak baik. Eum, dia bilang sayang sama aku. Mereka naik angkutan umum. Aisha duduk disebelahnya. Dengan perasaan sedikit terluka. Rizky, kenapa nama pria itu masih membuatnya sesak? Mungkin dia memang sayang sama kamu. Ya udah jalanin aja, Tya. Kamu setuju aku sama dia? tanya Tya excited. Lho, memangnya kenapa? Kalian sama-sama single. Jadi nggak perlu ada yang diberatin kan? Iya sih, tapi apa kamu bener-bener nggak punya perasaan sama dia? tanya Tya hati-hati. Nggak kok, memang dulu kami dekat itu aja nggak lebih. Kamu jalanin aja dulu. Oia, aku turun duluan ya. Sebentar lagi Aisha tiba di depan Garment. Pulang kerja kita ngobrol gi, oke. Oke, ongkosnya sama aku aja, Sha. Ih, nggak perlu. Aisha menolaknya. Pokoknya di sini, Mang ongkosnya dibelakang ya. Ya udah, makasih ya Tya. Aku duluan. Aisha turun tepat di depan Garment. Ia melambaikan tangan pada Tya. Saat angkutan umum itu melaju jauh, senyumannya memudar. Ia menunduk menatap tangan yang memegang tasnya. Aisha tidak akan pernah mengulang perasaan itu lagi pada Rizky. Ia menekan segala perasaannya saat ini. Aisha melangkahkan kakinya masuk ke dalam pabrik. Disana sudah banyak pegawai yang datang. Ia duduk di meja kerjanya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Malik : Hai Ada yang aneh, Aisha tersenyum tanpa disadarinya. Aisha : Hai juga, Malik : Lagi apa? Aisha : Kerja, kamu? Malik : Mika Aisha : Apa mika? Malik : Mikirin kamu, hahaha Sontak Aisha tertawa saat membacanya. Aisha : Ada-ada aja kamu ini. Malik : Iya dong, ya udah met kerja. Aisha : Oke, kamu juga. Ternyata berkenalan dengan Malik ada baiknya. Aisha bisa menghibur diri. Pria itu menyenangkan jika sedang menggombal bisa mengubah suasana hatinya. Ia tidak pernah memasukkan ke dalam hatinya. Setidaknya bisa melupakan Krisna walaupun hanya sesaat. *** Pukul 12.00 WIB Tya benar-benar menunggu Aisha di tempatnya bekerja. Bukannya Aisha tidak mau. Tapi membicarakan Rizky itu sama saja mengorek luka lama. Ia telah mencoba melupakan pria itu dengan menerima pria lain. Nyatanya masih ada sedikit rasa sakit itu. Dan akhirnya pria yang dianggap bisa menggantikan Rizky malah menyakitinya juga. Mereka mengobrol di sebuah Cafe. Tya selalu membicarakan bagaimana kedekatannya dengan Rizky. Dan Aisha hanya menjadi pendengar yang baik, dibalik hatinya sedikit sesak. Bagaimana tidak marah, seseorang yang pernah hadir dan menjadi spesial dihatinya. Kini berpaling terlebih dengan temannya sendiri. Jika bisa memilih Aisha tidak mau berteman dengan Tya. Jadi reuni dimajuin besok, Aisha. Kamu bilang minggu depan? Iya, soalnya ada yang nggak bisa. Besok kamu harus datang ya. Anak-anak pada nanyain kamu, Sha. Jadi besok harus dateng. Kita kumpul di Tasmania Burger. Katanya udah pesen tempat. Jam satu siang. Aisha ragu untuk datang. Jika datang pasti akan bertemu dengan Rizky. Ia harus menyiapkan hatinya. Aisha kenapa diam? Tya memegang tangannya. Kamu pasti datang kan? Ah, iya.. Aku usahakan ya. Temenin aku, oke. Aisha hanya tersenyum. Oia, ngomong-ngomong. Kapan nih ngirim surat undang? Pertanyaan yang tidak asing ditelinganya. Aisha harus menyiapkan jawaban yang kadang ia bingung sendiri. Kapan dirinya menikah? Dan dengan siapa. Yang ia pun belum tahu. Nanti aku kirim, jawab Aisha. Ciyeeee, sama orang mana? Tya menggodanya. Belum ketemu sama yang serius, Tya. Masa sih? Iya bener, belum ada laki-laki yang mau serius sama aku. Lagi-lagi Aisha berusaha tegar. Di usianya sudah memasuki 30 tahun belum menikah hal yang sangat di anggap tabu. Ia merasa apa yang salah dalam dirinya? Sehingga belum ada pria yang melamarnya. Disaat ia sudah memantapkan hati malah kekecewaan yang diterimanya. Nggak apa-apa, Aisha. Belum jodoh aja, kita sekarang kayak ABG lagi. Mereka tertawa. Setidaknya Tya pernah menikah meski pun sekarang menjadi seorang janda. Tapi dengan mudahnya pria mendekatinya. Tidak seperti Aisha yang sulit. Ping Malik : Lagi apa sayang? Mata Aisha melebar. Pria itu memanggilnya 'sayang'? Aisha : Sayang? Malik : Iya, kenapa tidak boleh? Aisha : Eum, takut ada yang marah. Malik : Siapa? Pacarmu? Aisha : Bukan, pacarmu. Malik : Aku belum punya pacar. Ini lagi usaha. Aisha senyum-senyum sendiri. Tya memperhatikannya. Chatting dengan menjadi hiburan tersendiri. Pacar kamu? tanya Tya dengan wajah tidak suka. Ya? Aisha menenggakkan kepalanya. Dahinya mengerut. Kenapa Tya bersikap seperti itu. Padahal ia sudah cerita jika tidak mempunyai pacar. Apa Tya menyangka dirinya telah membohonginya? *** Aisha, Ibu Wenny dan Pak Galih sedang makan malam bersama. Ayah Aisha sudah tidak bekerja karena terkena stroke ringan 5 bulan lalu. Walau pun sudah sembuh tapi tidak bisa normal seperti dulu. Tangannya masih terasa kaku jika digerakkan. Aisha tidak mengizinkannya bekerja lagi. Mereka kini hidup bertiga saja dengan sederhana. Kedua kakak Aisha sudah menikah dan pisah rumah. Ialah yang kini menjadi tulang punggung keluarga. Ibu Wenny membuka usaha kecil-kecilan dengan membuka warung jajanan anak-anak. Aisha yang memodalinya. Gaji Aisha memang tidak besar. Tapi bisa memenuhi kebutuhan keluarganya yang hanya bertiga. Meskipun harus menahan diri untuk tidak boros. Kak Raja suka telepon, Ma? Aisha ingin tahu apa kakaknya masih ingat orang tuanya. Nggak, udah lama. Mama takut kalau ngehubunginya nanti disangkanya minta uang. Iya jangan, Ma. Alhamdulillah, kita masih bisa makan, kan? Aisha tidak mau mengandalkan orang lain meskipun itu kakaknya. Mungkin Tuhan belum mempertemukan dengan jodohnya. Karena Tuhan ingin Aisha menjaga orang tuanya terlebih dahulu. Bapak harap kamu segera menikah, Aisha. Dengan laki-laki yang sholeh dan yang menerimamu apa adanya, ucap Pak Galih. Doa seorang ayah pada putrinya. Amiin.. Aisha hanya mampu mengucapkan dalam hatinya. Sedih sudah pasti. Ia ingin sekali orang tuanya menjadi saksi dalam pernikahan dan menggendong cucu darinya. Setelah makan malam Aisha memutuskan untuk pergi ke kamar. Berbaring diranjang sambil mengecek ponselnya. Krisna, pria itu benar-benar menghilang bak ditelan bumi. Tidak ada kabar darinya sama sekali. Baik telepon atau chat. Aisha tersiksa merindukan pria itu. Semua kenangan terlintas begitu saja jika ia sedang sendiri. Krisna, apa selama ini kamu hanya mempermainkanku? Rasanya ia tidak mau lagi untuk mengenal pria. Berkali-kali disakiti membuatnya lelah. Ia selalu tidak beruntung dengan percintaan. Aisha mengira setelah dirinya berpisah dengan Rizky akan menemukan seseorang yang terbaik. Nyatanya malah terulang membuat hatinya tersakiti. Krisna yang selama ini ia mengira baik ternyata bisa melukainya juga. Ia sangat menyesal. Andai saja bisa memilih Aisha tidak mau mengenal Rizky dan Krisna. Lebih baik tidak mengenal mereka jika hanya untuk merusak jiwa dan batinnya. Sudah 5 tahun menutup diri dan dengan bodohnya Aisha membuka hatinya. Malik : Beb Lagi-lagi Aisha tercengang dengan panggilan Malik. Tadi sore 'Sayang' sekarang 'Beb'. Dasar berondong, gerutu hatinya. Aisha : Ya? Malik : Udah pulang kerja, Beb? Aisha : Udahlah, Malik : Enak ya udah pulang nggak kayak aku kuli. Aisha : Aku pun kuli. Malik : Aku kulinya 24 jam. Aisha : Foto kan laut dong, aku pengen lihat. Malik : Oke, tapi kirim juga fotomu ya. Tak lama Malik mengirim sebuah foto. Aisha melebarkan matanya. Yang ia ingin adalah foto laut. Kenapa pria itu yang di foto. Aisha menahan tawanya. Wajah Malik terlihat lelah sekali. Ia mengenakan topi dan juga pakaian berwarna oranye. Aisha : Aku minta foto laut lho. Kenapa malah foto kamu? Hahaha Malik : Hehehe Pria itu mengirim kembali foto laut di malam hari. Indah, Aisha menjadi ingin ke laut. Sudah lama sekali ia belum pernah ke laut lagi. Malik bisa membuatnya tersenyum. Malik : Mana fotomu? Aisha : Kamu kan sudah punya fotoku kan. Malik : Mau foto yang baru. Aisha : Aku nggak cantik. Biasa aja. Malik : Bilang aja nggak mau. Pake banyak alasan. Aisha menjadi sebal dengan kata-kata Malik. Aisha : Iya, nggak mau! Dan Malik tidak mengirim pesan lagi. Aisha melempar ponsel di atas kepalanya. Karena itulah yang kadang membuat Aisha sebal dengan Malik. Mereka selalu berbeda pendapat. Malik, orangnya to the point. Sedangkan dirinya selalu memberikan alasan-alasan karena ada sesuatu yang dijaga yaitu hatinya. *** Aisha masih menimbang-nimbang apa akan pergi atau tidak ke acara reuni. Apa ia sanggup jika bertemu Rizky? Hatinya penasaran. Ia sudah berjanji pada Tya. Dan juga teman yang lainnya. Semalam banyak yang memintanya untuk hadir. Aisha duduk di teras rumah sambil menunggu pukul 13.00 WIB. Ia sengaja akan datang terlambat. Jadi ke acara reuninya, Aisha? tanya Ibu Wenny. Iya, Ma. Ini udah mau jam satu bukannya berangkat. Nanti Ma, aku lebih baik terlambat dari pada harus menunggu disana. Tepatnya, ia tidak mau lama-lama apa lagi ada Rizky. Terserah kamu, Ibu Wenny berlalu masuk ke dalam rumah. Aisha melihat jam tangannya. Ia segera memesan ojek online untuk sampai tujuan. Di depan Cafe sudah banyak motor para pengunjung. Ia memberikan uang lebih lalu masuk ke dalam ke lantai 2. Aisha menarik napas panjang untuk mengurangi kegugupan. Dan memasang wajah ceria. Aisha mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan Cafe tersebut. Tya melambaikan tangan saat melihatnya. Mereka duduk di meja pojok pantas tidak terlalu kelihatan. Aisha!! seru mereka. Gadis itu tersenyum. Mereka bersalaman dan berpelukan untuk melepas rasa rindu. Namun senyum Aisha sedikit memudar saat melihat Rizky. Ia berkali-kali mencoba meyakinkan diri. Jika pria itu hanyalah masa lalu. Ada, namun tidak untuk dikenang. Ia tidak mungkin mengulang rasa yang pernah ada. Kini mereka telah berpisah dan mempunyai privasi masing-masing. Bagaimana kabarmu, Sha? tanya Rizky saat mereka bersalaman. Alhamdulillah baik, Aisha mengangguk sekali. Ia tidak mau terlalu lama menatapnya. Dan memilih duduk jauh dari Rizky. Kamu sekarang endutan, Aisha, celetuk Fahmi. Iya nih, Aisha menyengir. Itu tandanya dia senang, Fahmi, timpal Tya. Duh, di sini komplit ya. Ada perawan, duda dan janda. Aisha, Rizky dan Tya menjadi bahan bercandaan. Mereka hanya tertawa. Hanya mereka bertiga yang belum menikah tapi bagi Rizky dan Tya belum menikah untuk yang kedua kalinya. Sejak acara Aisha melihat Rizky dan Tya menyembunyikan kemesraan mereka. Namun Aisha tahu dari cara mereka bertatapan maupun gerak-gerik mereka. Hatinya sedikit nyeri. Mungkin karena Rizky dulu pernah menjadi penghuni dihatinya. Aisha selalu melihat ponselnya. Ia berharap ada yang mengirim pesan. Mungkin Malik, agar pikirannya tidak fokus pada Rizky. Ia tidak nyaman dengan suasananya. Maaf aku terlambat, ucap seseorang membuat Aisha mendongakkan kepalanya. Tama!! seru mereka. Hai semuanya, pria hitam manis itu menyapa seraya tersenyum. Ia terlihat rapih dengan kemeja putih yang di gulung hingga siku. Aisha mengenal sosok Agastama Brahmadewasewaktu SMP. Dan kini pria itu sudah menikah dan mempunyai seorang putri. Hai, Aisha.. sapanya sambil tersenyum. Part 4 - Teman Curhat Makin lama Aisha tidak nyaman dengan keadaan sekitar. Ia ingin segera pulang. Sedari tadi hanya bisa mendengar mereka bercerita. Aisha meletakkan gelas minumannya yang sudah kosong. Meskipun mereka tertawa saling mengenang masa lalu. Aisha hanya menanggapi dengan senyuman tanpa mau melibatkan diri dalam obrolan mereka. Kamu kerja, Aisha? tanya Tama yang duduk di sebelahnya. Ya? Aisha sedikit terkejut saat Tama bicara padanya. Oh, iya.. Di mana? Di Garment bagian administrasi, terangnya. Tama mengangguk mengerti. Kamu? Di IT, jawab Tama. Kenapa belum nikah? sambungnya. Aisha tersenyum canggung, belum jodoh mungkin. Kamu udah punya anak berapa? Satu, perempuan. Mereka berdua mengobrol sedangkan yang lainnya sibuk. Aisha tidak munafik, sesekali melirik ke arah Rizky. Pria itu tidak ada berubahnya dari segi bicara yang suka sembarangan, ceplas ceplos dan pecicilan. Satu tahun ternyata tidak ada mendewasakannya. Hati Aisha sedikit tenang. Untung saja ia tidak terjerumus lebih dalam lagi. Rizky pernah berkata akan menikahinya tapi harus menunggu 2 atau 3 tahun lagi. Katanya ia masih trauma dengan pernikahan. Tentu saja Aisha menolak keras, mau sampai kapan ia menunggu. Jika jodoh, jika tidak? Itu sama saja menyia-nyiakan waktu. Ia tidak sanggup jika harus menanti selama itu. Usia yang menjadi pertimbangannya juga. Kilasan masa lalu membuatnya semakin gelisah. Tama menyadari itu, kamu ada acara lagi? Eum? Aisha tidak mengerti dan menatapnya ragu. Teman-teman, maaf ya, kayaknya aku nggak bisa lama. Soalnya besok harus ke Yogyakarta, aku pulang duluan ya. Tama bangkit dari kursinya. Aisha, tadi bukannya kamu bilang ada acara keluarga. Mau bareng nggak? Aisha buru-buru berdiri mengikuti Tama. Ya, aku mau ke rumah saudara ada acara. Teman-teman yang kecewa karena Tama dan Aisha pulang terlebih dulu. Kita pulang dulu ya, Tama memeluk satu persatu teman-temannya. Aisha bersalaman dengan mereka. Tama dan Aisha jalan beriringan. Bareng aja yuk, Nggak usah, makasih. Aku bawa mobil. Tama mengeluarkan kunci mobilnya dari saku. Tapi kamu kan lagi sibuk, sanggah Aisha. Nggak kok, tadi cuma alasan aja. Memang aku mau ke Yogyakarta ya tapi besok malam. Pria itu menyengir seraya membuka pintu mobil untuk Aisha. Lalu berjalan memutar ke kursi pengemudi. Pria itu langsung melajukan mobilnya. Kamu bohong ya, Aisha tertawa kecil. Kamu juga. Senyuman Aisha memudar. Nggak ada acara saudaramu, kan? gadis itu bergeming. Aku tau kamu udah nggak nyaman disana. Aisha bertanya-tanya kenapa Tama tahu? Ia mengalihkan pandangannya pada Tama sejenak lalu menunduk. Tebakanku benar, kan? Tama tertawa renyah. Aku bisa melihatnya dengan sangat jelas. Kenapa kamu nggak nyaman? Nggak apa-apa, jawab Aisha datar. Tama terkekeh, cewek kalau bilang nggak ada apa-apa pasti ada apa-apa. Apa ada masalah pribadi diantara mereka? tanyanya ingin tahu. Aisha tidak menyahutinya. Kita jalan-jalan sebentar ya. Aku pengen ngobrol sama kamu. Tapi.. Tenang aja, aku nggak akan macem-macem kok. Aisha menghela napas. Ia merasa aman dengan Tama. Mereka mampir ke sebuah danau. Mereka berjalan menyelusuri pohon-pohon besar mencari tempat duduk. Disana ada tikar-tikar yang sengaja digelar. Pengunjung bisa menyewanya dengan harga Rp. 20.000. Banyak pengunjung yang datang bersama keluarganya. Dan ada juga dengan kekasihnya. Walaupun hari semakin sore masih banyak pengunjung yang belum pulang. Tama memilih tikar dekat danau. Pemandangannya sangat bagus. Ada pengunjung yang naik bebek-bebekan. Mereka duduk sambil memperhatikan danau. Sebentar, aku beli minum dulu ya, Tama bangkit lalu ke warung yang ada di belakang mereka. Sebelum Aisha protes. Gadis itu merasa tenang. Suasananya tidak begitu ramai dan dingin. Ia lebih suka melamun dari pada mengobrol. Ini, ucapnya sambil menyerahkan minuman botol dan juga makanan kecil. Makasih, ucap Aisha. Tama duduk agak berjauhan. Udaranya sejuk ya. Iya, balas Aisha. Sekarang udah nyaman? tanya Tama seolah mengejek. Pipi Aisha memerah karena malu. Tama seakan tahu tentang dirinya. Pria itu sudah menikah, tekannya. Dulu aku pernah ketemu sama kamu lho dijalan. Aku mau nyapa tapi takut kamu nggak mau kenal aku, Masa sih, kapan? Mungkin aku nggak kenal. Kamu banyak berubah soalnya. Bisa aja kamu, Tama terkekeh. Dulu aku pernah mau cerai dengan istriku. Tiba-tiba Tama menceritakan masalah pribadinya. Aisha menoleh padanya. Pandangan Tama lurus ke depan danau. Tapi aku masih ingat anak. Jadi aku urungkan niatku itu. Istri protes karena pekerjaanku yang jarang dirumah. Aisha hanya mendengarkan keluh kesah temannya itu. Aku bilang sama istriku, kalau mau pisah ya udah pisah. Aku nggak rugi kok, aku kerja. Aku bilang padanya kalau aku bisa mencari wanita lain. Dan akhirnya istriku minta maaf. Nggak jadi cerai? Nggak, Namanya berumah tangga pasti ada masalah. Kalau udah punya anak pasti jadi pertimbangan untuk nggak pisah. Jangan suka ngomong cerai, Tama. Aisha mengomelinya. Tapi kadang suka emosi juga, Sha. Aku kerja kan untuk mereka. Iya, tapi istrimu itu butuh suami dan ayah buat anaknya. Yang nemenin dirumah, bukannya sibuk kerja tanpa ingat mereka, Aisha memberi pengertian. Kalau ia menjadi istri pun pasti begitu. Ingin suaminya ada dirumah. Setiap hari aku telepon dan video call. Tama membela diri. Ia mendesah, kenapa aku jadi curhat begini ya sama kamu, ia menertawakan dirinya sendiri. Nggak apa-apa kok aku seneng. Aku jadi tau gimana berumah tangga itu. Aisha tersenyum. Kamu udah punya pacar, Sha? Belum, Aisha menunduk. Masa sih? Tama tidak percaya. Iya, Kamu mau jadi istri kedua aku nggak? candanya. Hampir saja Aisha melempar botol mineral ke arahnya. Ia mendelik, maaf ya, aku nggak minat, Aisha cemberut. Tama tertawa terbahak-bahak. Entah kenapa gadis itu nyaman bersama Tama yang berstatus suami orang. Ia tidak perlu jaim atau apapun itu. Mau aku kenal kan sama temanku nggak? Boleh, kalau ada, Aisha hanya bercanda. Ia tidak menganggapnya serius. Oke, nanti aku cariin deh. Mau naik itu nggak? Tama menunjuk bebek-bebekan. Aisha merinding ngeri. Aku takut, Tama. Nggak mau ah, lagian aku nggak bisa berenang. Padahal seru lho, Nggak ah, makasih. Kamu aja sana. Dasar penakut, Biarin!! Aisha memeletkan lidahnya. *** Aisha tidak bisa tidur. Berkali-kali memejamkan mata tidak berhasil juga. Berguling dari kanan ke kiri mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Malah yang ada ia semakin gelisah. Aisha tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia mengambil ponselnya di atas nakas. Melihat ada notifikasi dari aplikasi Whatsapp. Ia membuka aplikasi tersebut. Tama mengirim pesan. Tama : Udah tidur, ndut? Aisha : Nggak usah panggil ndut juga kali.. Tama : Hahaha.. Tapi aku suka. Aku panggil kamu ndut aja ya. Aisha : Terserah, kok belum tidur? Tama : Udah kebiasaan, aku nggak bisa tidur kalau jam-jam segini. Aisha : Owh, aku nggak bisa tidur. Tama : Kenapa? Aisha : Nggak tau, lagi banyak pikiran mungkin. Tama : Oh, udah jangan dipikirin. Aisha : Nggak dipikirin tapi kepikiran juga. Tama : Iya sih, heheheYa udah ndut, tidur sana. Aisha : Iya, aku udah mulai ngantuk ini. Aku tidur duluan ya. Tama : Oke, Tak lama Aisha tertidur dengan ponsel masih ditangannya. Banyak pikiran yang menghantui termasuk Malik. Sudah beberapa hari pria itu tidak mengirim pesan. Ada rasa kehilangan tapi Aisha tidak mau mengakuinya. Hatinya tidak mau terluka lagi. Aisha tidak tidur terlalu lama jam 5 saja sudah bangun. Shalat Subuh dan membantu Ibunya mengerjakan pekerjaan rumah. Ponselnya selalu ia bawa kemanapun. Ibunya sampai heran, Aisha melihat ponselnya lalu mendesah kecewa. Aisha? Iya, Ma, jawab Aisha tanpa mengalihkan pandangan ke ponselnya. Kamu nggak kerja? Mau, Ma, Ini udah jam berapa? tanya Ibu Wenny seraya melihat jam dinding. Ma, kalau aku berenti kerja gimana? Aisha menaruh ponselnya di atas meja. Kenapa? Aisha, mau buka usaha kecil-kecilan aja. Jualan baju atau apa, secara online gitu? Aisha sudah lelah bekerja. Ia mulai jenuh. Ya udah nggak apa-apa, kalau itu maumu. Untuk makan kita masih cukup kok, Ibu Wenny menenangkan hati Aisha. Mama berharap kamu segera menikah. Biar kamu cuma fokus ngurus suami sama anak nanti. Selama ini kamu mengurus Mama sama Bapak aja, Aisha memandang ibunya dengan mata berkaca-kaca. Ma.. suara Aisha terasa tercekat. Kalau ada laki-laki yang sayang sama kamu. Jangan menolaknya ya, Ibu Wenny yang duduk di samping memegang lengan Aisha. Mama selalu berdoa agar kamu didekatkan jodohnya. Ibu Wenny kini berusia 58 tahun sedangkan Pak Galih 62 tahun. Air mata Aisha merebak dan bergulir jatuh membasahi pipinya. Mama.. lirih Aisha terisak lalu memeluk sang ibu. Hanya ibu dan ayahnya yang mengerti dirinya. Mereka tidak pernah memaksa Aisha agar cepat-cepat menikah. Mereka tahu itu akan melukai putri mereka. Bersabar dan berdoalah yang mereka lalukan. Doa terbaik untuk Aisha Hasna Purnawitra. Sepupu Aisha sudah menikah semua. Itu yang menjadi beban Aisha. Setiap keluarga besar ayahnya datang, Aisha tidak pernah hadir. Ia malu sekali, sepupu dibawahnya sudah menikah dan mempunyai anak. Tapi ia masih sendiri. Selanjutnya berbayar ya,,, ^^
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan