JEJAK-JEJAK RETAK

Lima tahun silam, mereka terperosok dalam jurang salah paham, teramat dalam. Kelam-kelam ketidakpercayaan membutakan mereka hingga memaksa keduanya berpisah, saling meninggalkan.

Jika ditanya pada Remi siapa yang paling sakit kala perceraian itu terjadi, tentu ia akan menjawab; dirinya sendiri. Sebab Genawa meninggalkannya bersama luka dikhianati --pikirnya sekian lama--, akan tetapi, apabila tanya yang sama diberikan pada Genawa, maka ia juga akan menjawab serupa ; bahwa dirinya lah yang paling terluka, sebab Remi memaksanya pergi usai meragukan setiap titik setia yang ia berikan.

Sejatinya terlalu banyak salah paham yang dulu mereka tinggalkan, belum usai mereka bereskan sebab sama lemahnya dalam mengalah. Keduanya egois, memilih lepas tangan dan balik badan, berpikir luka itu akan mengering sendiri lantas hilang. Pikir mereka, waktu akan melindas segala bentuk kenangan yang pernah mereka bagi bersama, berikut pedih dan sakitnya.

Namun mereka salah. Rupanya, diantara retak-retak yang pernah mereka pijak, atau duka-duka yang tak pernah mereka seka, tidak ada satu hal pun yang sudi hengkang dari kepala. Ingatan tentang cinta, rindu, pengkhianatan dan segalanya masih tersimpan rapi di sana, menunggu pemiliknya tiba.

Bagaimana jika mereka memutuskan untuk menginjak lagi langkah-langkah usang di belakang, coba membedah masalah demi masalah yang dulu jadi tebing pemisah, saling merendahkan ego dan berbagi isi pikiran ... apabila semua itu benar mereka lakukan ... apa yang akan terjadi setelahnya?

Jejak-jejak retak