6 - Tessa [ Terjebak Pesona Siluman Ular ]

2
0
Deskripsi

"Mas Dean ...," bisik Dean sekali lagi tepat di telinga Tessa.


Mata Tessa melebar seketika saat merasakan napas hangat pria itu. Dia refleks mengelak dengan wajah merah padam. "Duduknya jauhan, nanti dilihat orang."


Wajah Dean berubah masam. Pria itu mengetuk dahi Tessa dengan telunjuk sambil mengomel, "Perlu dinikahin dulu baru bersedia nyebut 'Mas'?"


Rasa terbakar langsung dirasakan di sekujur kulit gadis itu. Tessa hendak menjawab. Namun, bibirnya berhenti bergerak ketika matanya tanpa sengaja melihat...

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. 


Pencipta Wulan Benitobonita

Semilir udara sore hari yang masuk melalui sela jendela membuat Tessa menguap lebar. Gadis yang sedang memakai sweter lengan panjang dan celana piama itu melipat kakinya di atas sofa ruang tamu rumah indekos dan menonton televisi.

Satu bulan berlalu dengan cepat dan dia semakin sering tertidur. Mata Tessa terasa sangat berat. Gadis itu sudah dua kali bolos bekerja dan sangat khawatir akan dipecat, belum lagi nilai-nilai di kampus yang terus menurun.


"Sudah lapar?"


Suara Dean membuat Tessa mendongak ke atas. Pria itu tersenyum sambil menunjukkan plastik bening yang berisi bungkus makanan.


"Ikan bandeng goreng dan tumis kangkung," jelas Dean sambil menyorongkan tangan lain yang menggenggam piring.


Perut Tessa langsung berbunyi. Gadis itu menegakkan punggung ketika menerima keduanya. "Terima kasih, Dean, berapa semuanya? Biar kuganti."


Alis Dean bertaut seketika. Dia duduk di sebelah Tessa dan menegur gadis itu. "Mas Dean ...."
 

Rona malu langsung mewarnai pipi Tessa. Gadis itu membuka bungkusan dengan kepala menunduk. Dia masih belum terbiasa dengan status baru mereka, apalagi panggilan sayang yang wajib dia sebutkan.


"Mas Dean ...," bisik Dean sekali lagi tepat di telinga Tessa.


Mata Tessa melebar seketika saat merasakan napas hangat pria itu. Dia refleks mengelak dengan wajah merah padam. "Duduknya jauhan, nanti dilihat orang."


Wajah Dean berubah masam. Pria itu mengetuk dahi Tessa dengan telunjuk sambil mengomel, "Perlu dinikahin dulu baru bersedia nyebut 'Mas'?"


Rasa terbakar langsung dirasakan di sekujur kulit gadis itu. Tessa hendak menjawab. Namun, bibirnya berhenti bergerak ketika matanya tanpa sengaja melihat ke arah televisi.


Sebuah foto seorang pria yang dia kenal dengan panggilan Miko terlihat di sisi kiri layar dan adegan beberapa petugas kepolisian sedang mengangkut mayat manusia dari antara semak-semak.


"... telah ditemukan jenazah seorang pria yang diduga merupakan korban ular piton ...."


"I-itu ...."


Ucapan Tessa terhenti seketika saat layar televisi tiba-tiba mati. Gadis itu menoleh dan melihat Dean memegang remote sebelum meletakkannya kembali ke atas meja.


Dean menoleh ke arah Tessa dan berkata, "Jangan nonton berita kaya gitu, nanti mual enggak bisa makan."


Tessa mengerjapkan mata beberapa kali kemudian menelan ludah. "I-itu preman yang tahu namaku ...."
 

"Preman?"


"Itu loh, laki-laki yang ngajak aku kenalan di ITC," jawab Tessa dengan mata ketakutan. "Kok, bisa dibunuh ular?"


Dean mendengkus tidak peduli. Pria itu malah memajukan kepala, lalu berkata, "Aku masih nunggu kamu manggil aku dengan sebutan 'Mas' ...."


Tessa refleks memundurkan punggung untuk memberi jarak aman. Dia dengan gugup mencoba mengucapkan kata keramat itu, tetapi lidahnya terasa kelu.


Mata Dean menyipit melihat tingkah kekasihnya. Pria itu akhirnya menyerah dan menepuk pelan kepala Tessa. "Makan sana."


Tangan Tessa bergerak cepat ke arah bungkusan. Dia diam-diam merasa lega mereka tidak lagi membahas topik yang memalukan itu.


Suasana hening beberapa saat. Dean mengamati Tessa yang makan dengan lahap sebelum berkata, "Tessa, aku berencana berhenti bekerja."


Tessa yang sebelumnya sibuk menikmati lauk dan nasi langsung mendongak dan menatap Dean dengan pandangan bertanya-tanya. "Kenapa?"


"Aku mendapatkan tawaran kerja yang lebih baik," jawab Dean tersenyum kecil. "Mereka bahkan memberikan kemudahan agar aku bisa kredit rumah dan mobil."


"Kredit rumah? Bagaimana bisa?" Mulut Tessa terbuka lebar. Gadis itu memasang ekspresi terkejut.

Bagaimana bisa seorang pria yang sehari-harinya bekerja sebagai pelayan tempat makan tiba-tiba mendapatkan fasilitas untuk membeli rumah?


Namun, Dean hanya tertawa kecil dan berkata, "Tutup mulutmu sebelum lalat masuk."


Pipi Tessa memerah seketika. Gadis itu menutup mulut dengan punggung tangan. "Kamu bohong, ya?"


"Enak saja," Dean mencubit hidung Tessa sehingga gadis itu menggelengkan kepala untuk melepaskan diri. "Kebetulan teman SMA ku butuh partner untuk usahanya di bidang pertanian dan dia menawarkan berbagai fasilitas kalau aku bersedia membantu."


Rasa kantuk yang biasanya menyertai Tessa hilang seketika. Rumah dan mobil, impian apa yang diinginkan seorang gadis selain memiliki pasangan hidup yang mapan.


Dean seakan-akan dapat membaca pikiran gadis itu. Dia menyeringai lebar, lalu bertanya, "Jadi, kapan kamu siap pindah rumah?"


"Pindah?" tanya Tessa membeo. Gadis itu menunjukkan ekspresi tidak mengerti.


"Suami istri harus tinggal serumah, kan? Jadi, kamu kapan siap kepak-kepak barang?"


"Suami? Si-siapa suami?" Tessa tergagap. Lauk yang berada di atas meja sudah tidak ingin disentuh olehnya.


Dean menghela napas. Pria itu meraih tangan kiri Tessa yang bebas dari sambal dan bertanya, "Tessa, apa kamu bersedia menikah denganku?"

Mata Tessa melotot terkejut. "Hah? Kita baru aja pacaran satu bulan ... dan aku masih kuliah."


"Memang kenapa kalo baru satu bulan?" Dean balik bertanya. "Dan kamu lebih sering tidur daripada kuliah. Aku yang akan bekerja nanti. Kamu cukup menunggu aku pulang."


Tessa terdiam seketika. Dia tidak perlu bekerja. Dean akan menjaganya dengan baik.
"A-aku tidak tahu," jawab gadis itu gugup. "A-aku harus berpikir dulu ...."


Dean melepaskan genggaman mereka. Pria itu menepuk pelan kepala Tessa dan berkata, "Pikirkanlah baik-baik. Aku bahkan tidak keberatan bila kamu berhenti kuliah. Kamu cukup tinggal bersamaku."


"A-aku akan memikirkannya." Tessa menunduk malu. Gadis itu menyibukkan diri dengan merapikan sisa makanan agar tidak perlu beradu pandang dengan Dean.


Namun, pria itu bangkit berdiri sambil berkata, "Habiskan makananmu dan beristirahatlah. Aku harus pergi."


"Hati-hati di jalan," balas Tessa cepat.
Dean tersenyum. Pria itu berjalan keluar dan meninggalkan Tessa dengan pikirannya.

14 Mei 2023

Benitobonita

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 7 - Tessa [ Terjebak Pesona Siluman Ular ]
2
3
Sepuluh menit berlalu, Tessa berdiri di depan ranjang pengantinnya dengan wajah merah padam. Mata gadis itu terbelalak mengamati gaun tembus pandang merah terang yang terentang di depannya. Dia bahkan dapat mengamati pemandangan di balik lingerie dengan sangat jelas. Ketukan pelan terdengar sebelum pintu sedikit terbuka dan suara Dean terdengar dari baliknya. Tessa? Y-ya? tanya Tessa gugup. Gadis itu refleks menyembunyikan gaun pilihan Dean di belakang punggungnya. Kepala Dean menyembul. Pria itu melihat ke arah Tessa dengan pandangan bertanya-tanya. Kok belum mandi? Hah? Ben-bentar lagi, jawab Tessa tergagap. Mata Dean beralih ke arah cermin yang berada di belakang istrinya sebelum berbinar jenaka. Rasa hangat pada pipi Tessa kini terasa terbakar.Cepat mandinya, semakin malam, udara semakin dingin, tegur Dean sambil keluar kamar. Terdengar tawa tertahan dari pria itu. Tessa spontan merutuk dalam hati. Dean jelas-jelas sedang mengerjai dirinya. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan