
“Lo brengsek, Virza!” Ciara menghapus air matanya. Balik badan dan melangkah pergi meninggalkan caffe.
“Astaga … bunuh diri gih! gue tonton!” dengan santai Fayd menyelipkan rokok ke bibir.
Eps 1
Covernya asal dulu ya, gues. aku masih nunggu cover pesanan jadi. besok aku ubah pas cover udah ready.
Apa yang kamu rasakan ketika dikhianati pas lagi bucin? Mending sih kalau itu Cuma denger dari temen yang liat pengkhianatannya. Nah, yang ini sih beda. Ciara melihat dengan mata sendiri si dia yang mengkhianatinya dengan sadar dan tanpa ada paksaan.
**
Namanya Ciara Jessa Iskandar; cewek berwajah manis yang belum lama memasuki masa pubernya. Di tahun ini umurnya telah ada di angka 17 tahun. Tepat kenaikan kelas 11, dia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Virza; salah satu teman sekelasnya yang bisa dikatakan paling tampan.
Brak!
“Nilai kamu merah semua, Cia!” marah mamanya, membanting buku raport yang baru saja diambil dari sekolahan. “Ini baru semester pertama. Berapa lama kamu pacaran sama anak itu, hn? Mama yakin kamu nggak pernah lagi ngikuti pelajaran karna asik pacaran di dalam kelas! Semenjak kamu pacaran sama dia, itung! Berapa kali mama dipanggil ke sekolah, hn?”
Ciara tak berani menatap mamanya yang marah. Tetap menunduk dengan jari yang memilin jari satunya. Iya bener kata mama, dia udah jarang banget perhatiin pelajaran semenjak duduk satu meja sama Virza. Pas ngerjain soal ujian semester pun Cia pusing karna belajarnya nggak ada yang masuk di kepala.
“Fix, keputusan mama nggak bisa diubah. Kamu harus pindah sekolah.”
“Ma,” pekik Cia, mengangkat wajah dengan kepala yang menggeleng. “Aku janji, Ma. Besok nilaiku bakalan lebih baik lagi.”
Mama Ciara; Mega menatap ke arah suami yang duduk diam menyimak kemarahannya. “Papa masih ingat janji Cia pas mama tegur kemarin nggak?”
Wajah cantik Ciara tertekuk sedih melihat anggukan papanya. Papanya sih jarang bicara, malah nggak pernah marah-marah. Tapi sekali ngomong, udah harus dituruti.
“Janji pertama udah diingkari. Nilai tujuh aja yang bagus, yang lain menyusut. Liburan sekolah ini habisin waktu untuk belajar. Mama akan daftarin kamu ke SMA Prambudi.”
Kedua mata Ciara melebar dengan wajah yang tentu saja syok. SMA Prambudi ini jauh banget sama sekolahannya di SMA 71. “Ma, kenapa pindahnya jauh banget? Pliis, Ma ….” Rengek Ciara.
“Mama udah bilang, Cia. Mama kecewa dan mama nggak mau kamu ketemu lagi sama cowok yang bikin pengaruh buruk di kamu.” Mama Mega menyentak nafas ksar. Mengambil tasnya dan melangkah pergi menuju ke kamar.
Ciara menatap papanya yang diam memerhatikan kesedihannya. “Pa,” rengeknya ke papa.
Papa Ciara; Niko mengedikkan kedua bahu. Dia ikut beranjak berdiri dan melangkah santai masuk ke kamar, nyusulin istrinya.
Ciara menjatuhkan punggung ke sandaran sofa cukup kasar. Tangannya bergerak menyugar rambut bagian depan dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca. Dia kesel kalau udah diginiin.
**
[aku tunggu di caffe, yaang]
Ciara mendesah membaca chat yang baru saja masuk dan ini dari nomor Virza. Sekarang malam minggu, dan biasanya dia akan keluar untuk ketemuan sama Virza. Ya Cuma duduk bareng di caffe atau nonton bareng di teras bengkel milik kakak temannya Virza. Tapi kali ini Ciara udah nggak bisa keluar, mama sama papanya marah karna nilainya yang menurun banyak banget. Bukan Cuma itu, Cia juga jadi sering bolos, nggak ngerjain tugas sampai mamanya harus dipanggil ke sekolah untuk pemberitahuan ini. Gila memang!
[Vir, aku nggak bis akeluar malam ini. Mama sama papaku marah-marah karna nilaiku menurun dan tadi sempat dapat privat dari pak Eko (wali kelas Ciara)] send Virza.
Virza [Laah ….]
Ciara berdecak kesal membalas chat balasan yang Cuma sekata doang. iya sih, emang Cuma sekata, tapi ini udah menunjukkan seperti apa kecewanya Virza ke dia. Cia beranjak dari atas ranjang kamarnya, melangkah membuka pintu, mengerucut saat melihat mama dan papanya yang duduk di ruang tengah berdua. Jika kemarin masih bisa bebas keluar rumah, sekarang udah beda cerita lagi.
Cia kembali menutup pintu kamar, dia menjatuhkan tubuh kecilnya ke atas ranjang dengan cukup kasar. “Ya lord … haahhs! Pasti Virza bakalan marah ….” Keluhnya, mengingat kekasihnya yang sering langsung maki-maki kalau keinginannya nggak keturutan.
Cia diam cukup lama, lagi mikir sekarang mau gimana. Sampai akhirnya ide buruk terlintas di benak. Dia langsung bangun, mengambil celana jeans dan hoddie. Dia melompat dari jendela kamar dengan sangat hati-hati, lalu berlari kecul keluar dari halaman rumah.
Ciara berlari menjauh dari rumah, menuju ke rumah Navita; salah satu teman sekelasnya yang cukup dekat dengan Ciara.
“Astaga, Cia ….” Navita menggelengkan kepala melihat Ciara yang benar-benar ada di depan rumahnya. Dia yang ada di balkon atas sana segera turun untuk menemui sahabatnya. “Beneran gila sih lo!” maki Navita, melangkah mendekati Ciara yang duduk di gazebo depan rumah.
Ciara melengkungkan bibir ke bawah. “Mama marah tau, Vit. Gue bakalan di pindah sekolah di SMA Prambudi.”
Kedua mata Vita pun melebar. “What? SMA Prambudi? Itu jauh, astaga ….”
Ciara mengangguk. “Mama nggak mau lagi liat gue ketemu sama Virza. Padahal lo tau kan, gue cinta sama dia.”
Vita mendesah, ikut sedih juga. “Terus, gimana kalau udah kek gini?”
“Gue mau keluar, mau ketemu sama Virza. Gue butuh dia buat dengerin cerita gue.”
Vita melengos, udah paham sih kalau kaya’ gini.
“Kalau mama gue nyariin, lo bilang gue lagi pergi sama elo ya, Vit.” Mohon Cia, menarik-narik lengan Vita.
Kedua bahu Vita melemah. “Berapa kali gue udah bohongin tante Mega coba.”
Ciara beranjak, berdiri di depan Vita dengan kedua tangan yang menelakup. “Pliis, Vit, bantuin. Cuma elo sahabat gue. Lo tega apa, liat hubungan gue sama Virza berantakan?”
Vita menuding wajah Ciara. “Tapi dosa gue elo yang nanggung ya!”
Ciara menepis telunjuk Vita. “Iya, dosa elo masuk timbangan gue.”
Di depan gerbang rumah Navita, seorang drive ojol berhenti. Ciara langsung memeluk Navita, lalu berlari sambil melambaikan tangan.
“Si Cia … dasar bucin!” Navita menggelengkan kepala melihat sahabatnya sudah pergi naik ojol.
**
Kurang lbih 15 menit, motor drive ojol berhenti di depan sebuah caffe yang sudah kerap Ciara kunjungi. Ciara melepas helm, menyerahkan ke mas ojol dan memberikan selembar uang. Dia melangkah masuk ke caffe setelah menyimpan uang kembalian. Kedua mata celikukan mencari keberadaan pacarnya.
Ciara merogoh saku celana, mengambil ponsel dan melakukan panggilan telpon. Cukup lama, sampai telponnya mati, tapi tetap tak mendapatkan jawaban.
“Astaga … Virza beneran marah,” keluh Ciara dalam kesendirian.
Gadis cantik ini beberapa kali mendesah kebingungan. Lalu tanpa sengaja matanya menemukan motor gede warna biru yang tentu saja sangat ia kenali. Motor Virza ada di parkiran caffe, itu artinya yang punya ada di dalam sini, kan?
Ciara kembali menekan nomor Virza, dia celikukan ke setiap sudut caffe. Ragu, tapi mencoba mencari ke bagian dalam, tempat yang biasa dipesan oleh beberapa orang untuk acara yang pribadi. Musik yang mengalun di caffe adalah musik akustik, enak didengar dan nggak berisik.
Langkah kaki Ciara berhenti tepat di depan gorden sebuah ruangan dengan nomor 3A. Ciara menarik ponsel dari telinga, lalu menajamkan pendengaran. Tepat di dalam ruangan ini, nada dering dari ponsel Virza terdengar. Sumpah ya, Ciara hafal banget sama nada deringnya. Untuk lebih memastikan, Ciara mematikan panggilan, dan seketika nada dering di dalam sana pun mati juga. Kembali dia melakukan panggilan, tak lama suara lagi berisik yang berasal dari ponsel di dalam ruangan itu kembali mengalun.
Ciara tersenyum, ada kelegaan karna sudah menemukan pacarnya. Sekarang tinggal mikir buat ngebujuk Virza-nya.
“Iihh, hape lo berisik banget, anjir!”
Tangan Ciara yang hampir mematikan panggilan, berhenti di udara. Suara seorang cewek dari dalam sana berhasil membuat debar di dalam dada tak karuan.
“Cckk, Ciara yang telpon, sayang. Palingan mau curhat, jelasin, lalu minta maaf.” Dan ini suara Virza.
“Ya matiin, Vir. Kuping gue kesel dengernya.”
Ciara memejamkan mata saat panggilannya benar-benar di-riject. Ada yang langsung teremas di dalam dada sana. Sakit!
Ciara menggenggam erat ponsel, dia mendesah kasar beberapa kali, mencoba menghilangkan rasa sesak yang menyakitkan dada. Tangannya terangkat, terlihat bergetar. Pelan menyibak gorden warna merah maroon di depannya. Kedua mata Ciara melebar dengan mulut yang menganga.
Di sana, di sebuah sofa yang panjang Virza duduk dengan kedua tangan yang melingkar di pinggang seorang cewek. Dan ciara kenal siapa cewek itu. Asila, anak kelas 11 Bahasa yang pernah menyatakan cinta ke Virza, tapi Virza menolaknya di depan Ciara. Dan sekarang?
Cup!
Ciara menutup gorden dan langsung melangkah lebar keluar dari caffe. Dia berlari tanpa memedulikan keadaan sekitar. Beberapa kali kedua tangan bergerak mengusap mata dengan cukup kasar. Bibir Virza yang tadi mengecup pipi Asila sudah cukup menjelaskan seperti apa hubungan keduanya. Lalu … astaga … dia sudah dibodohi, kan?
Enam bulan pacaran, dia berusaha menjadi pacar yang baik. Malah bisa dibilang Ciara sangat penurut karna berharap Virza selalu sayang ke dia, tapi ternyata itu tidak menjamin. Ternyata Virza malah berpaling.
Langkah kaki Ciara sampai di sebuah jembatan kecil yang kebetulan airnya sedang banjir. Dia diam dengan kedua tangan mencengkeram kencang besi pembatas jembatan. Demi Virza, dia jadi sering bolos pelajaran, nilainya pun jadi jelek, sering dimarahi sama mamanya sampai harus beberapa kali masuk ruang BK dan dihukum. Bahkan tadi juga kabur lewat jendela demi mentingin perasaannya. Bodoh, kan?
Klunting!
[Cia, tante Mega dari rumah gue. Maaf, gue nggak bisa bohong karna dia ngecek ke kamar gue.]
Chat yang masuk dari nomor Navita semakin membuat rasa sakit hati Ciara menjadi tak karuan. Sekarang menyatu dengan rasa takut karna pasti mamanya akan semakin ngomel dan membatasinya.
Ciara makin erat menggenggam ponsel, menutup wajah dan mengeluarkan tangisnya yang semakin menjadi. “Aku mau mati aja! Aku benci kamu Virza! Aku benci! Kamu yang buat aku jadi kacau kek gini! Aargg!”
Sreet!
“Aaa!”
Tangan Ciara ditarik seseorang ketika dia hampir menjatuhkan diri ke sungai. Dia dan seorang lelaki jatuh ke aspal, sama-sama berguling dengan tubuh yang menghantam aspal. Ini bukan jalan raya utama, jadi suasana jalan memang nggak ramai. Bisa dikatakan jarang ada pengendara yang lewat jalan ini.
Kedua mata Ciara yang basah melebar melihat seorang cowok yang sekarang ada di atas tubuhnya, mengungkungnya dengan tangan yang masih mencekal erat pergelangan tangannya. Tubuh Ciara menegang karna bibir cowok itu ada di atas bibirnya.
- Eps 2
“Lo gila, anjir!” maki si cowok, dia mengangkat wajah, lalu beranjak berdiri. Tangannya sibuk mengusap kemejanya yang terkena debu jalanan.
Ciara ikut beranjak, mengusap-usap bibir dan kedua mata yang ada sisa air asinnya. Dia mengangkat wajah, kedua mata melebar ketika mengetahui siapa yang berdiri di depannya. “Kak Fayd,” pekiknya, terkejut.
Cckk, siapa sih yang nggak kenal sama Zafaydan Exico buxel? Anak kelas 12 jurusan IPS yang keluarganya memiliki hak paling besar di SMA 71. Selain itu, cowok yang dikenal dengan nama Fayd ini cukup populer dengan ketampanan dan sempat menjadi ketua basket yang memiliki prestasi. Ya … walau emang kadang suka bolos. Tau kan, kalau kebanyakan cewek justru menyukai badboy semacam ini?
“Lo kenal gue?” tanya Fayd dengan muka jutek. Satu tangannya memijat bahunya yang tadi terpentok aspal.
Ciara mengangguk. “Kita satu sekolahan.” Aku Ciara.
Fayd melirik kesal, lalu mulai menatap Ciara lekat. Mencoba mengingat wajah Ciara di sekolahan. Cckk, sayangnya nggak ada yang terlintas. “Lo kutu buku? Kok gue nggak pernah liat?”
Ciara membuang muka dengan gelengan kecil. “Kak Fayd kenal sama Virza? Anak kelas 11 IPS2?”
Fayd mengangguk.
“Uumm … iya, gue satu kelas sama dia. Uumm, gue … pacarnya Virza. Cckk, dulu sih. Sekarang udah bukan.” Akunya dengan kedua bahu yang melemah bersamaan dengan sentaan nafas yang kasar.
Satu alis Fayd terangkat. “Oh, jadi abis diputusin, makanya mau bunuh diri?”
Ciara melirik Fayd galak, kembali membuang muka. “Ngapain tadi pake ditarik?! Harusnya kan nggak usah ditolongin!” kesal Ciara dengan bibir yang mengerucut. Lalu kedua matanya kembali mengembun.
Fayd menggelengkan kepala. “Yaudah, reka ulang deh. Gue liatin aja. Buru, nyebur lagi sana!” suruhnya, melangkah ke arah motor dan duduk di jok motornya.
Ciara mencibir. Masih pengen nangisin Virza, tapi liat Fayd ngomong kaya’ tadi malah jadi kesel banget. “Ngeselin!”
Ciara memilih berbalik, melangkah entah kemana yang penting menjauh dari kakak kelasnya itu. Menyadari jika langkahnya kembali ke arah caffe, Ciara memukul kepalanya pelan. Balik badan, melangkah menuju ke arah jembatan tadi. Mendengus saat masih melihat Fayd yang duduk di atas motor dengan sebatang rokok di tangan.
Fayd menoleh sedikit ketika melihat ada seseorang yang melangkah mendekat. “Mau bunuh diri lagi? Oke, gue tutup mata kalo lo malu diliatin pas mau mati.”
Ciara malah jadi kesel liat Fayd yang santai menutup mata. Iya sih, tampan itu udah jelas banget keliatan di wajahnya. Iseng, Ciara menyambar sebatang rokok dari tangan Fayd.
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” dasarnya sih belum pernah ngerokok ya. Coba-coba menghisap rokoknya Fayd dan berakhir tersendak asap rokok. Sampai dia jongkok menekan dada dan terus batuk-batuk.
Fayd menggelengkan kepala. “Gayaan, njir!” lalu terkekeh saja.
Ciara mendudukkan pantatnya di pinggiran jalan, dia menyugar rambut dengan wajah frustasi. “Rokok rasanya nggak enak gitu.”
Fayd turun dari atas motor, membungkuk dan memungut rokoknya yang masih panjang. Sempat mentonyor kepala Ciara dengan decakan. “Norak!”
Ciara melirik Fayd yang kembali menyesap rokok. “Perasaan Letta nggak ngerokok juga.” Langsung mengalihkan muka saat mendapatkan tatapan sinis dari Fayd. Detik berlalu karna Fayd Cuma diem, Ciara kembali menatap cowok itu. “Semua anak juga udah tau kalau kak Fayd suka sama Aletta, anak kelas 11 jurusan IPA. Cckk, sayang sih dia malah pindah sekolah.”
Fayd melirik Ciara, menendang pinggang cewek itu pelan. “Ngebacot apaan, bangsad!”
Ciara menengadah, melirik Fayd yang ternyata marah. Kembali menunduk karna takut. “Maaf,” ngomongnya lirih.
Fayd mendesah kasar, melemparkan putung rokok ke sembarang arah. Tangannya berkacak pinggang dengan wajah yang menengadah. Penjelasan papa dan mamanya tadi membuat hatinya langsung patah. Iya, yang Ciara bilang emang bener. Dia sudah lama menyukai Aletta, tapi ternyata pindahnya cewek itu dari sekolahannya bukan tanpa alasan yang kuat. Gadis itu sudah menjadi pasangan yang halal untuk saudara sepupunya. Bener, pasangan halal, bukan hanya sekedar pacaran.
Fayd yang berjumpa pertama dengan Letta, Fayd yang selama satu tahun lebih deket sama Letta. Sering ketemuan, jalan bareng beberapa kali. Pernah menyatakan perasaannya juga. Cckk, dan tiba-tiba Letta udah jadi istri sepupunya? Gimana Fayd nggak patah? Sakit tauk!
“Aarrg!” teriak Fayd.
“Kak!” dengan cepat Ciara beranjak, menarik lengan Fayd yang sudah melangkah ke arah besi pembatas jembatan.
Karna besar tubuh yang tak seimbang, Ciara bukannya berhasil menarik Fayd, tapi justru dia tertarik dan terlempar jatuh ke sungai.
“Aaa!” teriak Ciara,
Fayd meraih tangan Ciara cepat, hingga gadis itu menggantung di jembatan dengan satu tangan yang dipegang Fayd.
“Jangan lepas, pliis. Tarik, Kak!” teriak Ciara, menunduk menatap derasnya air berwarna cokelat di bawahnya sana.
“Lo ngapain malah nyebur sih, astaga ….” Fayd menarik tangan Ciara dengan sekuat tenaga.
Lalu aksi tarik itu berlangsung kurang lebih sepuluh menit. Ciara berhasil kembali ke pinggir jembatan dengan detak jantung yang cukup kencang. Bahkan Fayd yang ditindihnya bisa merasakan detak yang menempel di dadanya itu. Fayd diam dengan kedua mata yang memejam menikmati tubuh Ciara yang sekarang gantian menindih tubuhnya. Apa masalahnya ditindih begini? Dia kan nggak rugi, malah dapat untung lho.
Bukannya beranjak bangun, tapi Ciara malah menjatuhkan kepala ke bahu Fayd dengan nafas yang ngos-ngosan. “Astaga … Tuhan masih sayang sama gue. Enggak, gue nggak mau mati muda.” Ngomongnya disela nafas yang memburu.
Karna beberap adetik berlalu, bahkan sampai hitungan menit berganti Ciara masih aja nggak beranjak dari atas tubuh Fayd, Fayd sengaja melingkarkan tangan ke punggung Ciara. Dia memeluk gadis itu, membuat dada Ciara makin menempel pada tubuhnya. Udah paham kan, kalau cowok itu paling suka modus?
“Ciara!” teriakan dari arah jalan sana membuat Ciara dan Fayd menoleh.
Lalu dua anak manusia ini buru-buru berdiri. Fayd menyipit menatap dua orang yang berjalan ke arahnya. Seorang wanita yang terlihat mirip dengan Ciara, dan bisa dipastikan jika itu adalah mamanya Ciara. Lalu seorang lagi laki-laki, ada di belakang si wanita.
“Astaga … apa yang kalian lakukan dipinggir jalan begini, han?!” teriak mama Mega dengan sangat frustasi.
Ciara menggelengkan kepala. “Enggak, Ma. Kita nggak ngapa-ngapain kok.” Elaknya.
“Kamu pikir mama sama papa nggak liat? Iya? Ya Allah, Ciara ….” Mama Mega memijit kepala. “Pa, anakmu, Pa … mama udah pusing banget sama tingkah Ciara.”
Pak Niko menatap Fayd dari atas sampai bawah. “Kamu namanya siapa? Kenapa sepertinya tidak asing.”
“Namanya Fayd, Pa. Dia kakak kelasku. Tadi … tadi aku mau nyelamatin dia karna dia mau bunuh diri. Makanya tadi jatuh.” Ciara yang menjawab.
Fayd menarik lengan Ciara. “Ngarang, anjir! Yang nyelametin tuh gue. Kan elo yang tadi mau bunuh diri. Malah lo udah nyebur, kan? Untuk tangan lo masih ketangkap tangan gue.”
“Anaknya pak Tian dan Bu Anna?” tebak pak Niko.
Fayd menatap heran, pelan dia menganggukkan kepala.
“Kamu kenal sama orang tuanya, Pa?” mama yang bertanya.
“Pak Tian itu boss-nya papa, Ma,” tutur pak Niko.
Mama Mega menutup mulutnya yang membulat. Dia menarik tangan Ciara. “Ciara, kamu udah ngapain sama dia, hn?!” tanyanya, memerhatikan seluruh tubuh anaknya yang sweaternya kotor.
Dua kali menggelinding di jalan dan nyemplung ke jembatan. Ya tentu kotor. Sama kaya’ kemeja Fayd yang juga kotor.
“Kita beneran nggak ngapa-ngapain, Ma.” Aku Ciara.
“Jangan bohong, Cia. Mama liat lho, kalian tadi pelukan di pinggir jalan. Astaga … tadi tiduran sambil pelukan, mana kamu nindih tubuh dia, kan? Ya Allah ….”
“Ya sudah, pulang dulu saja. Besok biar papa bahas sama pak Tian.” Putus pak Niko.
Fayd mendesah kasar dengan satu tangan menyugar rambut. Cuma keluar rumah mau nenangin pikiran. Eh, malah dapat hadiah!
**
Weekend, Fayd tentu masih tidur nyenyak di dalam kamarnya. Tepatnya di lantai atas sana. Sementara di bawah, sudah ribut sejak pukul sembilan pagi tadi. Kunjungan pak Niko dan istrinya menghebohkan mami Anna dan papi Tian akan kelakuan Fayd yang kelonan di pinggir jalan.
“Fayd!”
Fayd melengkuh dengan kedua mata yang menyipit. Dia merubah posisi, yang tadinya tengkurap, jadi terlentang.
“Fayd, bangun!”
Kembali suara Anna disertai tepukan di kaki membuat Fayd membuka mata. “Kenapa sih, Mi,” ngomongnya dengan suara serak.
“Siap-siap, kita pergi ke rumah Ciara.”
Fayd menggaruk sisi kepala, masih dengan mata yang menyipit, dia menatap maminya tak mengerti. “Ciara? Siapa? Mau ngapain?”
“Ya buat acara pernikahan kamu.”
“Hah?!”
**
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
