
Susah move on dari mantan, dan akhirnya ketemu dalam satu rumah. Tapi statusnya udah jadi adek kakak, Gimana dong?
Eps 1
Brumm! Bruum! Bbruum!
Suara dari dua motor satria yang sengaja diraung-raungkan cukup memekakkan telinga. Namun, tidak bagi dua orang yang sudah ada di atas motor warna putih dan biru ini. Keduanya saling lirik, sunggingan senyum tercetak jelas di wajah seorang cowok yang memakai tindik di ujung alis. Rambutnya yang memanjang sengaja dicat warna biru.
“Al, jan bahayain diri sendiri Cuma karna masalah lain.” Salah seorang cowok menepuk pundak si cowok yang menaiki motor satria warna biru.
Cowok tampan, dengan garis wajah tegas serta jutek ini mengalihkan tatapan dari musuh. Dia menghentikan tangan yang memutar gas, menerima helm yang diulurkan oleh temannya. Tangannya bergerak mengusap rambut panjangnya yang tergerai di depan, lalu memakai helm full face miliknya.
Ini lah, Jendra Alaska. Bocah tampan berusia 17 tahun lebih beberapa bulan. Bisa dikatakan Jendra adalah anak dari keluarga broken karna papanya yang telah bercerai dengan sang mama.
“Oke, siap!” teriak seorang wanita yang berdiri di tengah jalan sana dengan bendera warna merah di tangan. “One … two … go!”
Whuss!
“Alka! Alka!”
“Khezar! Khezar!”
Teriakan bersahutan yang disertai tepuk tangan serta sorak sorak dari para penggemar dua cowok itu riuh memenuhi area balapan liar yang sudah biasa dihujani oleh anak-anak muda.
Danny; cowok yang tadi menepuk pundak Alka tadi, merangkul Manuel yang bersorak di sampingnya. “El, menurut lo taruhan kali ini bakalan menang atau kalah kek kemarin?”
Manuel diam dengan tatapan terarah pada dua motor yang masih muter-muter di jalan berliku sana. “Khezar kemarin curang, makanya menang dari Alka.”
“Asal kalen tau ya,” sahut seorang cowok yang berdiri di sebelah Manuel. Namanya Yosef, cowok yang paling pendek di antara empat sekawan. “Gue tadi udah teliti. Keknya sih emang disengaja, motor bagiannya Alka disabotase dikit, rem-nya sedikit susah.”
“Tapi lo benerin ,kan?” dengan cepat Danny menimpali.
“Cckk, ya iya lah. Gue juag paham kali.” Yosef berdecak dengan tangan yang mentonyor bahu Danny.
“Eh, tuh Alka sampai. Alka, wooi! Alka!” teriak Manuel dengan kedua tangan yang melingkari bibirnya.
“Wooi!” teriak Yosef, mengangkat tangan menyambut tangan Alka. Lalu tos ala mereka.
Detik kemudian, motor satria warna putih menyusul, lalu berhenti tepat di sebelah motor biru Alka. Alka melepas helmnya, masih tos sama Manuel dan Danny. Lalu tertawa kecil dengan tangan yang terulur ke arah Khezar.
“Cckk, anjing!” umpat Khezar. Tak terima kalau kalah.
“Santai, boss. Anggap aja lo ngalah, soalnya lo kemarin udah menang dua puluh lima juta dari dia.” Seorang teman menepuk punggung Khezar, tentu saja menenangkan.
Khezar berdecak dan menepis tangan Billy kasar. Dia menengadah ke arah Gavi yang berdiri di sebelah Billy. Gavi membuka tas kecil yang melingkar di dada, lalu menyerahkan amplop cokelat yang menjadi taruhan untuk balapan hari ini.
Kasar Khezar melemparkan uang itu, tepat mengenai dada Manuel.
“Wuuah, kasar, cuk!” teriak Manuel, gelagapan menerima uang itu.
Alaska menyunggingkan senyum penuh ejekan. “Ya, paham. Manusia yang terlahir bangsad kek elo terlalu pengecut untuk mengakui kekalahannya.”
“Bajingan!” Khezar langsung beranjak dari motor, tangannya mendorong bahu Alaska cukup kasar. Beruntung Billy gesit menangkap motor yang tidak ada standarnya itu.
“Maksud lo, gue harus jadi pemberani kek elo? Biar gue dapat predikat anak pembawa sial buat nyokap bokapnya, gitu?” satu alis Khezar terangkat dengan sudut bibir yang tertarik ke atas.
“Ashu!” Alka balas mendorong tubuh Khezar. “Lo yang ajak gue balapan, Shu! Lo juga yang kalah dan lo yang pengecut! Kek gitu masih nyari masalah sama gue? Bangsad lo!” maki Alka dengan umpatan dan teriakan yang membuat semua anak-anak yang berkerumun jadi diam.
Kalau udah seperti ini, nggak ada yang berani ikut nimbrung kecuali para sahabat mereka yang udah biasa adu bacot. Beberapa gadis langsung menyingkirkan diri demi keamanan.
Khezar dan Alaska adalah teman semasa kecil, mereka sekolah di sekolahan yang sama saat SD. Tapi Alaska harus pindah sekolah karna mama dan papanya bercerai. Keduanya dipertemukan saat berada di tanding basket antar sekolah. Awalnya saling sapa dengan ramah, tapi Khezar tak terima dengan kekalahan. Jadilah mereka seperti musuh bebuyutan.
Wiu … wiu … wiu ….
Suara sirene polisi membuat semua anak langsung terbirit kabur dari area. Manuel menarik lengan Alaska yang sudah mencekal kerah jaket Khezar.
“Polisi, cuk! Buru!” teriak Danny. Langsung ngibrik naik ke boncengan motor Yosef.
“Al! Alaska!” teriak Manuel. Bukannya tak setia kawan, tapi Manuel tetap kabur dan meninggalkan Alaska yang diam pasrah menunggu mobil polisi itu.
**
“Astaga, Al,” keluh seorang lelaki setelah memasuki rumah. dia memijat kepala dan mendudukkan pantat di sofa ruang tamu. “Dua hari lagi adalah akad nikah papi, bisa kan kamu nggak bikin masalah saat genting begini. Banyak yang harus papi urus untuk pernikahan ini. Papi sudah minta ijin ke wali kelasmu, jadi kamu besok ikut papi ke Surabaya.”
Alaska mendengus, menatap serius wajah papinya. Iya, dia sengaja bikin masalah biar bisa gagalin rencana pernikahan papinya sama … katanya sih mantan pacarnya pas kuliah dulu. Cckk, ngeselin!
Tak mau membuang suara yang sudah pasti tidak didengarkan, Alaska ngeloyor pergi menuju ke kamarnya yang ada di lantai atas.
Rumah tinggal Alaska terbilang cukup besar. Rumah lantai dua yang Cuma dihuni sama Alaska dan papinya; Candra Baskoro. Dulu sih ramai. Iya, dulu pas Alaska masih umur 10 tahun. Karna ketika Alaska memasuki umur 11 tahun, mami sama papinya memutuskan untuk bercerai. Mami menbawa Jingga dan papi membawa Alaska.
Alaska menjatuhkan tubuh ke sofa ruang tengah di lantai atas dengan tangan yang mulai mengusap layar ponsel. Jarinya masuk ke sebuah aplikasi chat, membaca isi chat di dalam grup wa yang membernya hanya ada empat orang saja. Alaska, Manuel, Yosef dan Danny.
Manuel [Si Tai emang sengaja banget nangkapin diri ke polisi, bangsad emang.]
Danny [Iya, gue tadi liat dia naik ke mobil polisi.] [udah mirip sama kodong yang nungguin ular nyaplok dia]
Yosef [kadang suka heran. Tuh anak sebenarnya otaknya lengkap nggak sih]
Danny [lah, tuh tulisanya online]
Alaska [besok gue libur dua hari.]
Manuel [bokap jadi nikahan?]
Alaska [hhmm]
Alaska mengepalkan tangan mengingat pernikahan papinya. Belum di nyatakan jadi menikah, tapi setahun belakangan ini papinya sudah berbeda. Papinya jadi jarang pulang dan jarang punya waktu buat Alaska. Ya, maksudnya waktu untuk sekedar ngobrol ringan.
Yosef [Wajib bikin jebakan di malam pertama ibu tiri. Iya nggak sih?]
Danny [gue nggak nakut-nakuti sih, Jen. Tapi ibu tiri sepupu gue galak banget, asli]
Manuel [Nggak semua ibu tiri macam singa! Nyatanya pas Rosa mati kemarin, anaknya dikekepin sama Angel.]
Yosef [Manuel anjeng!]
Danny [Ya anaknya Rosa kelainan, makanya dikekepin sama Angel tetep aja nemplok.]
Yosef [emojy nangis dengan gambar anak ayam dan bebek besar. ( Rosa ayam kesayangan mamanya Manuel dan Angel adalah nama bebek yang menjadi binatang peliharaan mamanya Manuel.)] [Ya kali Lo samain Aslaska kek anak ayam yang dikekepin bebek. Temen bangsad emang!]
Alaska [Gue bersumpah. Wanita itu nggak akan betah di sini. Hidupnya bakalan gue bikin menderita karna udah masuk di kandang komodo!]
Eps 2
Mobil milik papi Candra melaju pelan keluar dari halaman hotel yang menjadi tempat menginap sejak kemarin malam. Pagi ini adalah acara sakral ijab kobul papi Candra dengan si wanita pilihan. Alaska duduk di kursi depan kemudi dengan wajah yang tertekuk. Sama sekali tak menunjukkan kebahagiaan untuk papinya. Dan sejak kemarin di Surabaya, bari kali ini dia ikut keluar dari hotel.
Sekitar 30 menit karna jalanan yang macet, mobil milik papi Candra serta rombongan yang hanya ada tiga mobil, memasuki plataran rumah sederhana yang bagian depannya sudah ada tenda biru.
Seseorang langsung menghampiri Candra, lalu menuntuk sang mempelai untuk mengikutinya masuk ke dalam aula depan rumah yang sudah di siapkan.
Alaska mendesah kesal, tidak menyukai keadaan yang seperti ini. Dia menoleh saat bahunya digeplak seseorang.
Manuel, anak dari sahabat papinya tersenyum lebar.
“Bangsad!” Alaska meninju lengan Manuel yang nyengeges. “Lo ke sini kenapa nggak ngasih kabar?”
Kedua tangan Manuel menengadah di samping dagu dengan senyum sok manis serta kedipan mata centil ala cewek lebai. “Mau buat bang Jendra terkejut.”
“Cckk, Tai asli!”
“Aash! Rambut gue rusak, ashu!” Manuel mengibaskan lengan Alaska yang melingkar di leher. Lalu sibuk membenarkan dandanan rambutnya yang udah dia bentuk sedemikian rupa.
“Dari lahir muka lo udah mirip besi karatan. Mau rambut lo dibentuk kek petir sekali pun, tetep aja jelek!” ejek Alaska, lalu melangkah mengikuti orang-orang yang sudah mulai berjabatan tangan dengan si penyambut tamu.
“Heran gue. Bacotnya emang pedes, tai!” kesal Manuel, ikut melangkah juga.
Pak Geo; papanya Manuel melambaikan tangan ke arah Alaska. Membuat Alaska yang hambir duduk di kursi paling belakang sana jadi mendesah dan mengurungkan niat. Ya kali kan, yang nikah papinya, tapi dia malah ngumpet di belakang layar.
Manuel mengulum bibir, takut tawanya nyembur karna liat muka ketekuknya Alaska. “Tolong bilang ‘SAH’-nya paling kenceng ya, bang. Aaw, ashu!” umpat Manuel menjunjung satu kakinya yang di injak Alaska.
“Alaska, duduk sini,” suruh pak Geo.
Dengan muka dinginnya Alaska mendudukkan pantat di kursi tepat samping pak Geo. Tak sengaja, tatapannya bertemu dengan seorang cewek yang duduk di kursi depan. Ada kamera di tangan cewek itu. Alaksa sampai menyipitkan mata untuk lebih jelas meliaht wajah yang dipoles make-up dengan gaya rambut yang di geling manis di belakang. Rambut poni yang hampir menutupi mata tetap indah di depan dengan dress warna putih tulang yang melekat di tubuh.
“Candra Baskoro!”
Suara lantang dari penghulu yang duduk di depan pak Geo membuat Alaska mengalihkan tatapan. Dia menatap ke depan, tepat pada tangan papinya yang berjabatan dengan tangan si penghulu.
“Saya.”
“Saya nikah dan kawinkan engkau dengan Siska Anggraini binti Hariman dengan maskawin uang senilai 100 juta dibayar tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Siska Anggraini binti Hariman dengan maskawin tersebut dibayar tunai.” Dengan lantang Candra membalas apa yang dikatakan oleh pak penghulu.
Pak penghulu menoleh ke belakang, ke kiri kanan. “Bagimana para saksi, sah?”
“SAH!”
“Alhamdulilahirobbil’alamin ….”
Semua yang hadir di aula yang sudah disewa menengadahkan tangan. Mengaminkan doa yang telah dilantunkan oleh pak ustad.
**
Alaska memutuskan untuk pulang ke Jakarta lebih dulu, bareng sama rombongan Manuel dan yang lain. Sementara papi Candra pulang belakangan bersama sopir, sekalian menunggu istri barunya yang akan dia boyong tinggal di rumah besarnya.
“Al, gue perhatiin sejak pulang dari Surabaya banyakan ngelamun. Mikirin kehadiran ibu tiri?” tanya Manuel.
Sekarang mereka sedang ada di dalam kelas. Sedang mengikuti pelajaran bahasa indonesia yang kebetulan jam kosong.
“Mau kita bantuin?” Danny menoleh, menawarkan diri.
Yosef mengangguk dengan punggung yang menyandar di dinding. Dia menepuk lengan Alaska yang bertumpu di meja dengan telapak tangan yang menyangga kepala. “Kalau perlu, kita besok malam nginep di rumah lo rame-rame.”
“Main PS di ruang tengah sambil teriak-teriak.” Danny menimpali.
Manuel tertawa kecil dengan gelengan. “Noh, dua komodo udah siap pasang senjata.”
“Yang lo takuti dari ibu tiri apaan sih, Al?” tanya Danny, menatap wajah Alaska serius.
“Eh, biasanya ibu tiri suka ngatur uang jajan, nyet.” Yosef menyahut.
Manuel mengangguk. “Iya, itu bener lho. Gue yang mama kandung aja sering dapat potongan uang jajan kalau nggak bantu dia ngangap-ngapain di rumah.”
Alaska medesah, menarik tangan dan mengacak rambutnya yang sedikit panjang. “Tau nggak sih, gue kemarin liat Jasmine.”
Ketiga cowok tampan itu langsung liatin Alaska dengan serius. Manuel sampai mengerutkan kening karna lagi mikir.
“Lo ketemu sama Jasmine di mana?” tanya Danny.
“Bukannya dia pindah di Jogja, kan?” Yosef menatap wajah Alaska lekat.
“Kemarin lo seharian di hotel keluar pas ikut acara ijab kobul bokap lo. Abis itu kita langsung pulang. Lo sama gue terus, Al. kapan lo ketemu sama Jasmine?” Manuel terlihat tak percaya.
“Dia ada di acara ijab kobul papi.” Alaska menjelaskan. “Gue liat, makanya gue bisa bilang begini.”
“Jangan-jangan lo kangen sama Jasmine,” celetuk Yosef.
Danny mengangguk. “Saking nggak bisa move on pasti, sampai kebayang-bayang sosok Jasmine.”
Alaska menendang kaki kursi Danny dan Yosef. “Iya, emang wajah dia belum bisa ilang dari kepala, tapi kemarin itu beneran Jasmine. Gue nggak mungkin salah liat.”
“Dia liat lo juga?” Manuel yang bertanya.
Alaska mengangguk. “Tapi keknya dia … nggak kenal sama gue deh.”
“Ppfftt ….” Yosef langsung membekap mulut dan menunduk.
Danny tertawa kecil. “Segitunya ya, dilupain sama mantan. Padahal bayangan si dia melekat banget diingatan.”
“Namanya mencintai sendirian, Dan. Dan itu … sakit,” ujar Yosef, tangannya menepuk dada.
“Cckk, anjir!” Alaska menggulung buku dan memukul dua temannya yang duduk di meja depannya.
Teng! Teng! Teng!
Bel waktu pulang telah berbunyi, membuat Danny dan Yosef terselamatkan dari serangan Alaska. Alaska memukul meja dan menuding Danny dan Yosef yang berlari menghindar sambil menertawakannya.
“Awas aja ya! Ban kalian gue kempesin!” ancam Alaska.
“Ckk, Bang Alaska main ancam,” Yosef masih saja terkekeh. Lalu cowok itu berlari keluar kelas.
Alaska melangkah di belakang Manuel, tangannya melingkarkan tas selempang ke tubuh. Tepat saat kaki keluar dari pintu kelas, di lorong yang ada di depan pintu kelas sana ada Cheryl yang tersenyum dengan lambaian tangan.
Manuel merangkul Alaska. “Kenal, Bang?” tanyanya dengan wajah menahan tawa.
Alaska mendesah dan langsung memukul perut Manuel.
“Hahah … duluan.” Lalu Manuel ngeloyor, berlari mengejar Denta; ketua kelas di kelasnya.
Cheryl menyerahkan paper bag warna cokelat. Alaska tak langsung menerima, sati alisnya justru terangkat dengan kode pertanyaan. Cewek cantik yang rambutnya di biarkan terurai ini tersenyum manis, terlihat gemas dengan wajah tampan Alaska.
“Aku kemarin nemenin Dea ke mall. Liat topi bagus, langsung ingat kamu,” ujarnya, menjelaskan isi di dalam paper bag.
Alaska menerimanya. “Makasih.” lalu mulai melangkah untuk menuju ke parkiran sekolah.
Cheryl mengikuti, mensjajari langkah Alaska dengan binar yang terlihat begitu bahagia. Jadi, semua anak-anak di SMA 71 ini tau kalau Alaska adalah kekasih Cheryl. Si ketua cheerleaders dan ketua tim basket putra.
“Lancar kan, acara nikahan papi kamu?” tanya Cheryl, mencari bahan obrolan.
Alaska mengangguk, nggak tau kenapa, tapi dari awal kenal sampai memutuskan untuk menerima Cheryl sebagai pacar, Alaska memang jarang bicara. Apa lagi romantis, jangan tanyakan itu.
Jadi yang nembak duluan si Cheryl, karna susah move on sama mantan makanya Alaska menerima Cheryl atas saran dari ketiga temannya.
“Uumm, anterin aku pulang ya.” Cheryl berdiri di deretan motor anak-anak yang belum pulang.
Alaska melirik pacarnya. “Nggak dijemput sopir?”
Cheryl menggelengkan kepala. “Pak Kadir ngaterin mama ke rumah temannya. Tadi di suruh nebeng Lina, tapi dia hari ini nggak bawa mobil. Udah pulang juga sama pacarnya.”
Nggak tau kenapa, tapi dipepet mulu sama pacar sendiri rasanya malah risih. Malah nggak betah banget. “Yaudah, gue anterin.”
Cheryl tersenyum kesenengen. “Makasih.”
Alaska membuka paper bag, mengambil topi yang ada di dalamnya. Sempat mengamati sebentar sebelum akhirnya memasukkan topi itu ke tasnya. Dia melemparkan paper bag itu ke tempat sampah dan langsung memundurkan motor, mengeluarkannya dari deretan motor yang lain.
Dengan berpegangan di kedua bahu Alaska, Cheryl naik ke boncengan. Motor melaju pelan keluar dari gerbang sekolah, dengan beberapa mata yang menatap pada dua couple yang beberapa minggu ini sedang menjadi pembicaraan anak-anak.
Alaska diam saja saat Cheryl mulai memepet tubuh, menaruh kedua tangan di tangki motor yang ada di depan Alaska. Lama kelamaan kedua tangan itu memegangi sisi perut dan melingkar di sana. Alaska tetap diam, nggak ada rasa yang bikin deg-degan atau rasa seneng. Tapi mending menikmati aja, toh dia juga nggak maksa tubuh Cheryl memepetnya.
“Al, mampir dulu.” Cheryl menawari setelah turun dari motor.
“Gue langsung pulang.” pamitnya, dan tanpa menunggu respon Cheryl, Alaska sudah melajukan motor meninggalkan area rumah tinggal Cheryl.
Cheryl memanyunkan bibir, mengikuti motor gede warna merah yang membawa Alaska menjauh. Ada rasa kesel sih sebenernya, tapi … ya dari pada banyak protes dan nanti bikin Alaska nggak nyaman lalu minta putus? Mending diam dan menikmati aja.
Mungkin sekitar lima belas menit, karna Alaska bawa motornya ngebut banget. Cowok ganteng itu melepas helm, kedua mata langsung tertuju ke arah mobil baru warna biru yang ada di garasi rumah. Sementara mobil milik papinya terparkir cantik di depan garasi. Berarti ini tanda, kalau papinya udah pulang karna tadi pagi aja mobilnya belum ada.
Dengan malas Alaska turun dari motor, melangkah menuju ke teras depan dengan tangan yang mengusap-usap rambut bagian depannya.
“Al,” sapa seorang wanita cantik yang memakai dress warna merah maroon.
“Salim sama bunda, Al.” suruh papinya yang duduk di sofa samping wanita itu.
Nggak perlu nebak, karna ini bukan pertama kali Alaska ketemu sama si wanita. Malas, tapi tetap menghormati. Alaska mengulurkan tangan. Langsung melepaskan tangan itu, dan itu sudah menunjukkan jika dia tidak menyukai kehadiran Siska sebagai ibu tiri.
“Bunda buatin minuman dingin ya, pulangs ekolah pasti capek.” Tawar Siska, beranjak dari duduknya.
Alaska menggelengkan kepala. “Nggak perlu.” Dia langsung ngeloyor menuju ke tangga.
“Di atas ada adikmu, dia sedang istirahat di kamarnya Jingga.” Papi berteriak.
Sempat membuat kaki Alaska berhenti sebentar, tapi tak mau pusing dan akhirnya memilih tetap melangkah sampai dia berada di lantai atas. Kedua mata Alaska memekik ketika melihat ada seorang cewek yang melangkah masuk ke kamarnya. Nggak begitu keliatan sih, karna Alaska Cuma liat kedua kaki yang putih mulut menghilang di dalam kamar.
Alaska melangkahg lebar, kedua mata makin melotot melihat cewek itu mengambil mainan motor-motoran yang menjadi koleksinya. Tangannya mengepal dengan rahang yang mengeras. Emang dari awal kan nggak suka kalau papinya nikah lagi. Dan ini anak ceweknya si wanita itu malah sembarangan banget masuk ke dalam kamar pribadi. Ngeselin kan? Mana asal pegang barang koleksi.
Alaska melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, kedua tangannya berkacak pinggang melihat punggung yang berbalut sweater warna pink dengan celana pendek di atas lutut. Lalu kaki putih bersih cewek ini terpampang begitu nyata.
“Jangan asal mas—aaww!” Alaska menutup sebelah mata saat sesuatu menghantamnya sangat keras.
“Aaa! Astaga ….” Teriak si cewek yang sudah melemparkan mainan mobil-mobilan itu di wajah Alaska.
Dengan satu mata yang menyipit Alaska menatap wajah cewek yang terkejut dengan wajah takut. “Jasmine,” lirih Alaska.
“Al—Alaska.” Cewek yang rmabutnya dicepol asal, cewek bernama Jasmine ini semakin terkejut.
**
Yang ini on going ya, gues.
Aku garapnya pelan-pelan, tapi tetap sampai tamat.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
