
Part 19 - 20.
Part 19
…
Diantara berjuta insan yang memijak bumi. Itu ada kita. Sama seperti mereka yang memiliki cerita lara serta nestapa masing-masing kita juga seperti itu.
Sebab itu..
Kita bukanlah cakrawala dan bentala yang memang tidak diizinkan semesta untuk bersatu. Tetapi, kita adalah Harka dan Renjana. Menyatu pada atma pada senyumnya Bentala yang menggenggam Hasya.
Dissosiative identy Disorder atau DiD adalah salah satu jenis gangguan kejiwaan dalam skala paling berat. Gangguan mental yang ditandai dengan ciri utama perubahan identitas. Kerusakan memori, emosi, kesadaran, perubahan perilaku.
Penderita ini bisa memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda-beda di satu raga. Setiap penderita ini memiliki identitas yang berbeda dengan dirinya yang asli. Seperti: gestur, usia, ras/suku bahkan hingga berbeda jenis kelamin.
Tetapi pada Saga hanya Dipta Saskara.
Dipta melabeli dirinya sendiri sebagai laki-laki yang berstatus sebagai mahasiswa berusia dua puluh tahunl, lebih muda lima tahun dari usia Saga yang sesungguhnya.
Dipta tidak mengakui Jagat sebagai seorang Ayah melainkan Kakak Laki-laki. Begitu juga dengan Narsa yang ia akui sebagai Kakak perempuan. Namun dibanding dengan Jagat, Dipta lebih mendengarkan dan menurut dengan Narsa.
"Kenapa tidak makan siang dulu baru meminum ini?" kata Jagat begitu berdiri di sisi sofa panjang saat ia menemukan presensi yang ia cari tengah tiduran di sana.
Jagat yakin jika lelaki itu tidak tidur, hanya memejamkan mata saja.
Tidak ada ekspresi yang berlebih di wajah Jagat. Ia hanya berdiri tenang dan kembali menyorot Dipta setelah melirik dua kaleng bir kosong tergeletak di atas meja.
"Tidak ada pengaruhnya dengan saya," cetus Dipta dengan nada santai tanpa mengubah posisinya.
Lelaki itu hanya membuka mata beberpa saat saja sebelum kemudian ia pejamkan lagi. "Abang sudah pulang? Tumben orang sibuk siang sudah di rumah."
"Tidak ada pengaruhnya dengan kamu tapi nanti Saga yang menanggung sakitnya Dipta," sahut Jagat tak bosan memperingatkan hal ini saat Dipta hadir. "Kamu puas. Tetapi di sisi lain ada yang menanggung penderitaan dari kesenangan kamu ini."
Ini bukan hanya sekedar peringatan semata karena memang seperti itu yang akan terjadi nanti. Saga yang akan diinfus atau mendapat penanganan medis sebab sakit lambung yang Saga rasakan tidak tertahan jika ia terbangun.
Dipta boleh kebal menahan rasa sakit tapi Saga tidak.
Dipta mendecakkan lidahnya, lalu kembali membuka matanya yang tadi terpejam, "Itu bukan urusan saya, salahkan Saga yang lemah" dan Dipta juga tidak akan bosan untuk menyangkal Jagat.
Lihat saja laki-laki itu memasang wajah cuek seraya tersenyum miring.
Ya, meski samar Jagat dapat menangkap smirik itu.
Perilaku Dipta yang terkesan membangkang kepada Jagat membuat pria itu terus menyabarkan dirinya. Terkesan menganggapnya tidak ada berbeda dengan Saga yang kerap mengidolakannya.
Jagat mengepalkan tangan kiri nya, naif sekali jika ia tidak sakit.
Orang-orang biadab itu benar-benar luar biasa mengorek tanpa ampun trauma Saga hingga membabat habis kesehatan psikologis putranya tanpa cela.
"Kita makan siang," putus Jagat memilih tidak memperpanjang lagi.
Jagat lebih memilih mengajak makan siang lelaki itu. Dipta itu sangat keras, dan tugas Jagat adalah tidak boleh lebih keras dari pemuda itu. Ia tidak ingin Dipta lebih jauh menantang dari ini.
Tidak.
Demi Saga..
"Saya tidak lapar, sebentar lagi mau ke laut pantau ombak Anda saja sana yang makan sama sih Azka,"
"Dipta," peringat Jagat tetapi pemuda itu tetap tidak mengindahkannya. "Kalau saya tidak mau Abang mau apa?" tantang Dipta. "Waktu Abang cukup banyak apa untuk mengurusi makan siang saya?"
"Saya yang maju membawa kamu ke meja makan,"
Dipta langsung melompat terduduk dengan pandangan awas.
"Jangan coba-coba tarik saya," sahut pemuda itu dingin. "Anda maju saya pukul Anda."
"Saya benci dipaksa," imbuhnya seraya mendesis tak suka.
Jagat tidak gentar sebab ia paham meskipun Dipta sangat keras bahkan brutal sesungguhnya lelaki itu adalah jiwa yang paling rapuh. Dipta seperti itu berusaha untuk melindungi dirinya dan menutupi kerapuhan nya.
Sebab baik Jagat dan Narsa sangat paham Saga dan Dipta sama-sama kesakitan dan tersiksa jika dalam situasi seperti ini.
Jadi, lebih mengerasi Dipta bukanlah solusi yang tepat.
"Abang Dipta," panggilan dari suara teduh yang pemuda itu kenali membuat Dipta dengan cepat menoleh. "Makan siang yuk ... Kakak sudah masak nasi gurih dan dendeng untuk Dipta."
Menyadari Narsa juga ada di sini, berbeda dengan Jagat tadi kini ekspresi lelaki itu lebih manusiawi bahkan senyumnya sudah terpatri lebar.
"Perut saya sudah lapar Kakak, ayo kita makan siang."
Ia sudah bangkit berdiri. Bahkan berderap melewati Jagat untuk mencapai Narsa yang menghentikan langkah di belakang Jagat.
Narsa tersenyum lembut. Untuk sesaat ia meneliti wajah Dipta dengan seksama begitu pemuda itu berdiri dihadapannya. "Dipta minum bir lagi ya?"
Buat pemuda itu refleks melumat bibir bawah nya lalu merapatkannya. Ia meringis saat Narsa sedikit melongokkan wajahnya ke arah meja, sebab terhalang oleh tubuh Jagat yang masih berdiri di posisinya.
"Kali ini nggak dengarkan kakak lagi ya?" Narsa merubah raut wajahnya menjadi sedih dan kecewa. "Kakak merajuk saja lah. Besok mau berangkat ke tambang Palembang saja jadi yang masakin Dipta chef saja."
"Jangan," Dipta menyahut cepat seraya menggeleng kuat.
Dengan gerakan cepat ia merangkum kedua tangan Narsa, meremasnya lembut, "Kakak saya minta maaf ya tadi itu saya gagal nahan keinginan saya. Besok-besok tidak ulangi lagi. Serius." Ia membawa tangkupan tangan Narsa menempel pada dahi nya.
Membuat Narsa dan Jagat untuk beberapa detik dapat saling melempar pandangan penuh makna. Narsa tersenyum sendu ke arah calon suaminya, itu yang di sambut Jagat dengan hela napas samar.
Sudah terlambat.
Saga akan kembali masuk rumah sakit nanti.
"Janji ya Abang Dipta," suara lembut Narsa kembali menguat tetapi ekspresi nya tercetak ragu.
Hingga dengan cepat pemuda itu kembali mengangguk kali ini lebih meyakinkan.
Narsa kembali mengulas senyum lembut lalu menepuk pelan pipi Dipta sebanyak dua kali, "Ya sudah ayo kita makan. Abang cuci tangan dulu ya habis dari luar dan pegang macam-macam jenis benda setelah itu pakai handsanitizer nya."
"Iya Kakak," Dipta mengangguk patuh namun sebelum benar-benar melangkah pergi lebih dulu.
Pemuda itu berbalik badan sebentar hanya untuk berujar, "Abang Harka lebih baik makan di luar saja sama sih Nalen sana kalian kan banyak duit dan orang sibuk atau minta masakin chef saja. Ini cuma saran sih!
Jagat terpaku. Songong sekali Dipta Saskara ini, sangat menguji kesabaran sekali. Ya seperti ini lah Saga dan Dipta sangat berbanding terbalik dalam bersikap dan berperilaku.
Sementara Narsa yang mendengar itu dengan cepat membuang muka. Tak ingin terlihat oleh Jagat, kalau ia juga sakit mendengar Dipta yang selalu seperti ini kepada Jagat.
Hingga dalam hitungan detik setelahnya ia merasakan pundak nya di remas lembut, "Hei ... I'm okey Honey." bisik Jagat menenangkan dan Narsa mengangguk mempercayai.
Ia belai lembut pipi kanan calon suaminya itu lalu sedikit berjinjit memberi kecupan lembut di pipi Jagat membuat senyum pria menawan itu terbit menawan.
Jagat lantas membawa puncak kepala Narsa untuk ia kecup lembut kemudian menatap wanita nya itu dengan kuluman senyum penuh arti, "Kalau buah dari menahan emosi seperti ini terus, saya ikhlas sayang jika di olok Dipta terus." ujar nya lalu menjawil hidung mancung Narsa dengan senyum yang semakin menawan.
Menciptakan tawa menyejukkan sih cantik itu menguar menentramkan
Demi Tuhan Jagat tidak bohong. Tawa Narsa adala obat utama yang menyirami Palung jiwanya yang nyeri saat kerap kali jika dalam situasi ini..
Ini bidadari nya.
"Gombalnya Daddy nya anak-anak," sahut Narsa di sela-sela tawa merdu nya kemudian mencubit lengan pria itu yang terbalut dengan kemeja panjang berwarna hitam hanya untuk membuat suara kekehan Jagat ikut bergabung sebelum ia membimbing Narsa berjalan menuju ruangan makan.
Part 20
…
"Adek ...,"
Hasya Litani berbalik dan segera mematrikan senyumnya saat melihat presensi kehadiran Shopie Calandra Fairus dengan raut wajah yang dapat Hasya pastikan.
Khawatir.
"Kak Shopie," sahut Hasya kemudian berderap menyambut kehadiran Shopie.
Shopie menarik napas panjang begitu menerima pelukan dari Hasya. Kemudian ia memberikan kecupan di kedua pipi gadis itu dan berakhir di dahi.
"KaBi sudah di rumah kan sayang?" tanya Shopie. "Sudah tidak di kantor?"
Mendapat rentetan pertanyaan tersebut, membuat Hasya tak langsung menjawab dan tidak perlu lagi bertanya apakah Shopie sudah mengetahui perihal kehadiran Dipta.
Jadi, ia lebih memilih menggenggam lembut punggung tangan Shopie seraya mengukir senyum, "KaBi bersama Hasya di sini Kak Shopie," ucapnya menenangkan. "Its Okey hemm, tadi Hasya yang menjemput KaBi di Kantor pusat." ia tepuk lembut punggung tangan Shopie dengan mengukir senyum meyakinkan.
"Dengan Kakak," sahut Shopie cepat. "Bagaimana Kakak bisa tidur tenang di dalam kamar kakak sendiri sementara Kamu dan Binar di sini tanpa KaNa," tandas Shopie.
Mendengar itu Hasya, memberikan anggukan sebagai respon pandangannya masih belum berpaling dari wajah Shopie begitu juga dengan Shopie.
"Malam ini Kakak di sini lagi temani kita ya?"
Tentu saja Shopie mengangguk.
Demi Tuhan airmatanya sudah menggenang di pelupuk mata.
"Nanti kita berikan alasan kepada KaBi kalau KaNa ke Jakarta ada beberapa jamuan atau pertemuan dengan Klien di sana," tidak ada Nada yang berarti saat Hasya mengatakan ini tapi percayalah tatapan gadis itu sudah cukup membuat dada Shopie sesak luar biasa.
Lagi-lagi Shopie mengangguk mantap sembari mengigit bibir dalamnya.
"Kita beritahu KaBi nanti kalau Mas Saga dan Haze Jagat ada tinjau resort ke Lombok atau Bali ada beberapa kerjaan mendadak di sana yang mengharuskan mereka berangkat ke sana secepat mungkin," kali ini ada getar yang berbeda dari nada suara Hasya yang menguar.
Dan sudah, begitu saja karena pada detik selanjutnya Shopie mengaku kalah, ia terisak sambil membawa Hasya kembali ke dalam pelukannya.
Mereka terpaksa melakukan ini mengarang alasan hanya untuk meyakinkan Binar jika Pradipta Saskara Varen hadir. Membalas dekapan Shopie yang masih terisak kecil dalam dekapannya, Hasya juga diam-diam telah membiarkan airmatanya luruh deras meskipun gadis itu segera menyerkanya kuat sebelum Shopie mengurai dekapannya dan meneliti wajah Hasya lamat-lamat.
Ia tahu gadis cantik ini menangis dalam diam, tengah menikmati sesak di dada dan meredam sesuatu yang tidak seharusnya mencuat dalam kondisi ini.
"Hasya--" Shopie tak melanjutkan kalimatnya saat melihat gadis itu menggeleng seolah tahu apa yang ingin dikatakan Shopie.
"Anxiety Hasya tidak kambuh, Hasya tidak pendarahan, tidak juga ada pembekuaan, semuanya Okey, ah ya, Injection Hasya masih beberapa hari lagi karena kemarin Hasya baru Injection," jelasnya dengan tidak menyurut senyum itu di bibir gadis itu. "Jadi malam ini Hasya dan Kak Shopie siap untuk menjaga KaBi di rumah bahkan untuk beberapa hari ke depan. Laporan selesai dan tolong diterima Princess Shopie Calandra Fairus."
Dan ketika Hasya telah selesai dengan kalimatnya Shopie bersumpah bahwa apapun akan ia lakukan dan korbankan demi melindungi adik-adiknya ini.
Demi Tuhan ia tidak akan mengampuni dan tidak akan pernah ikhlas atas segala kesakitan luar biasa yang membabat habis batin adik-adiknya.
"Kita naik yuk, Pasti KaBi senang sekali lihat Kak Shopie di sini," ajak Hasya dan segera diangguki Shopie.
Namun tanpa keduanya sadari ntah sejak kapan ada presensi yang sejak tadi mendengarkan semuanya obrolan mereka. Airmatanya mengucur deras dalam langkahnya yang cepat untuk menuju lift rumah megah ini.
"Mas Saga," ucapnya lirih menyebut satu nama seraya semakin membekap mulutnya agar isakannya tak semakin menguar. "Selamat datang Mas Dipta semoga tidak lama ya karena aku ingin bersama suamiku."
Dan sudah begitu saja. Dengan sambil membawanya dadanya yang remuk redam.
Binar Atma akan kembali memasang topeng pura-pura tidak tahunya. begitu lift menutup dan siap membawa nya ke lantai tiga rumah ini.
--
Keesokan harinya pada pukul sepuluh pagi Jagat telah duduk di ruangannya, terlihat tampak tenang dengan setelan formal jas serta kemeja dalam berwarna navy, dasi berwarna serupa juga celana bahan berwarna hitam.
Jagat telah siap duduk di kursi kebesarannya menunggu Asisten Pribadinya dan Ajudan pribadinya.
Yuda Axcell
Keduanya tengah menyiapkan laporan yang Jagat buru dalam beberapa hari ini. Sebenarnya hari ini ia tidak ada rencana untuk melakukan pekerjaan di luar rumah.
Tadi malam ia menemani Narsa berada di rumah .. untuk memantau Dipta. Hal yang memang kerap kali mereka lakukan ketika hari pertama Dipta hadir lalu pada hari selanjutnya mereka akan berbagi tugas.
Jika Jagat yang mengambil alih pengawasan Dipta langsung maka Narsa yang akan pulang ke rumah dan Jika Jagat yang pulang ke rumah untuk bersama Hasya, Binar maka Narsa yang mengambil alih pengawasan Dipta di rumah.
Namun tepat pukul sembilan pagi tadi ajudan pribadinya menghubunginya lalu setelahnya Yuda--sekretaris Pribadinya menyusul menghubungi dirinya dan menyampaikan bahwa informasi yang ingin segera ia dapatkan sudah berhasil mereka temukan.
Dan ya, satu jam setelahnya di sini lah ia berada ... Di ruangan kerjanya di kantornya sendiri
Narsa tidak boleh mengetahui hal ini terlebih dulu sebelum ia dapat memastikan semuanya dengan tepat.
Dan dugaannya benar. Satu nama itu.
Byantara Cattu Dirga.
Brengsek
Tangannya hanya mampu mengepal penuh amarah. Sejak sepuluh menit yang lalu di mejanya telah terhampar bukti-bukti yang tak lagi mengerucut hanya pada satu nama melainkan fakta yang sesungguhnya.
Sementara di depan matanya, layar macbook nya masih menyala memperlihatkan beberapa potongan video cctv dari tempat-tempat yang berbeda.
Video ini sudah di pangkas anak buahnya, menyusunnya runut agar ia tak lagi payah dalam mencerna. Menampilkan aksi di luar nalar yang membuatnya tercengang tentang sebuah kejahatan yang sangat berjalan mulus dan nyaris tidak terendus.
Tentang sebuah kriminalitas yang amat sangat tidak berprikemanusiaan.
Sialan!
Segalanya benar-benar terencan dan begitu apik.
"Jelaskan lebih detailnya?" Jagat bahkan tak tahu harus bertanya apa saking banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang membabat isi kepala nya.
"Ya Tuhan," ia menyentuh kening ketika rasa pening tiba-tiba menghantam kepadanya. "Jelaskan detailnya." perintahnya sambil menutup mata.
Gila!
Ini semua terdengar sangat di luar nalar!
Terlebih Byantara Cattu Dirga ingin mencoba menghidupkan sisi lain dari Jagat dengan dim-diam mematik sisi iblisnya.
Baik, mari kita buktikan Byantara!
"Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi pak," Gaelan Wirawan ajudan pribadi nya mulai mamaparkan laporan. "Plan A, Byan hanya mencatut nama saja tetapi yang 2 dikirim bukanlah Mas Saga yang sebenarnya."
"Orang lain?"
Yuda dan Gaelan kompak mengangguk membenarkan.
"Lantas yang kedua apa?"
"Maaf Pak," kini Yuda yang berganti membuka suara. "Dengan berat hati kami mengatakan Plan B, Byantara memang benar ingin menculik Mas Saga dan menyerahkannya kepada penadah ini sebagai jaringan sindikat perdagangan manusia di Cina atau Jepang."
Sialan!
Jagat kontan memijat kepalanya yang terasa pusing luar biasa.
Perut nya mulai bergejolak.
"Dan Plan A dan Plan B sama-sama memiliki kemungkinan besar yang sama dapat terjadi Pak jika kita tidak menyadari ini lebih dulu."
Sudah.
Saat ini ia sungguh-sungguh ingin muntah.
Gaelan maju ke arah machbook dan mem'pause pada tampilan salah satu bukti, "Dari data-data yang bisa kita retas sampai saat ini kita mendapatkan foto-foto beberapa korban yang berhasil Byan dan penadah ini salurkan Pak," papar Gaelan lugas.
"Dan hampir sebagian besar adalah kalangan tunawisma, anak jalanan, pengamen, pengais barang bekas di jalan yang tidak bertato, mengirup lem atau memakai obat-obatan keras dan terlarang."
Oke Jagat Paham.
Ia memperhatikan layout Video yang di klik Gaelan tadi dan di sana jelas terlihat para korban yang sepenuhnya berjenis kelamin laki-laki dikumpulkan dalam satu ruangan dengan pencahayaan yang minim.
"Transportasi mereka dari kapal ke kapal hingga berminggu-minggu bahkan berbulan Pak,"
"Jalur gelap?" tebak Jagat pasti.
Gaelan dan Yuda kembali mengangguk membenarkan.
"Dan motif Byan mengincar Mas Saga selain tidak menyukai Mas Saga, Ibu, Bapak, serta Nona Hasya terlebih Nona Binar adalah kali ini penadah ini membutuhkan beberapa orang berkualitas seluruh organ vital di tubuh yang tidak banyak terkontaminasi dengan banyaknya debu, asap, serta dzat-dzat kimia di dalam tubuh ...," Gaelan menjeda hanya untuk menarik napas panjang. "Dan salah satu kandidatnya adalah Byan mengincar Mas Saga untuk dijadikan eksperimen gelap dan ilegal para ilmuwan di sana Pak."
Bajingan!
Jagat memejamkan matanya erat-erat emosinya menderak naik seketika.
"Lalu korban-korban ini dikemanakan setelah dijadikan percobaan, Meninggal?" tanya Jagat serak begitu ia membuka matanya kembali.
"Korban-korban ini ada beberapa yang hidup dan juga yang sudah tidak bernyawa kebanyakan Pak," Yuda yang mengambil alih menjawab. "Jika selamat mereka terbangun dengan tidak ingat apapun bahkan identitas mereka sekecil apapun, di buang ke sembarangan tempat jika nyawanya tidak tertolong mereka mengkremasi jasad itu pada mesin kremasi mereka sendiri Pak."
Perut Jagat benar-benar bergejolak hebat saat ini.
Jagat tahu Byantara gila tetapi Jagat tidak pernah menyangka pria itu sampai segila ini terlibat dalam sindikat perdagangan manusia. Hingga Jagat harus memutuskan menghembuskan napas kasar berulang kali agar ia dapat sedikit mengais kewarasan otaknya.
"Kalian yakin hanya Saga saja, Binar aman?" Jagat meragukan itu.
"Selalu ada kemungkinan sekecil apapun dari sindikat-sindikat seperti ini Pak, bahkan bukan hanya Nona Binar, yang lainnya juga bisa terancam seperti Mas Daniel, Randa, dll." ujar Gaelan kembali memaparkan pendapat nya. "Mereka akan meminta yang lebih lagi jika eksperimen ini berhasil dan memuaskan Pak."
Benar. Sekarang semuanya terasa benar.
Sekarang Jagat benar-benar ingin muntah, jadi ia bangkit dari kursinya dengan cepat. Kaki-kaki nya yang panjang bergegas menuju toilet di ruangan kerjanya. Membungkukkan punggung, Jagat mencoba mengeluarkan apapun yang membuat perutnya tadi bergejolak hebat.
"Pak?"
Jagat sigap mengangangkat sebelah tangannya, meminta agar asisten maupun ajudannya tetap di tempat mereka saja.
Ia sedang dilanda frustasi luar biasa, emosi dan amarahnya saling berlomba menderak naik.
Brengsek! Byantara Cattu Dirga!
Setelah mengeluarkan habis isi perutnya, Jagat melangkah menuju westafel, ia butuh membasuh wajahnya sesaat, kacamatanya ia lepas sebelum menyiram air untuk sedikit bisa menjernihkan pikirannya dengan cepat.
Dan ya, Jagat mendapatkan itu meskipun sedikit.
"Pastikan penyelidikan kalian tidak ada yang mencurigai bahkan terendus di luar sana, apalagi para sindikat itu." pernyataan itu meluncur dari bibirnya begitu ia keluar dari toilet.
Tanpa kembali mengenakan kacamatanya kini Jagat memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya di Sofa ruang kerja.
"Baik Pak,"
"Dalami keterlibatan Byantara sampai sejauh apa dia terlibat dalam kegiatan gelap ini, dan juga dalami semua aspeknya. Kumpulkan lebih banyak bukti-bukti setelah ini secara authentic sebelum kita menyerahkan kasus ini ke ranah hukum."
Yuda dan Gaelan mengangguk patuh.
"Selidiki semuanya secara rinci, temukan koneksinya dan gali sampai akar-akarnya," suaranya terdengar berat dan tajam. "Kirim beberapa orang kamu Gelan ke Jepang dan Cina temukan beberapa korban yang masih hidup dan lacak semua tempat yang digunakan mereka sebagai markas sampai tempat eksekusi eksperimen itu," titahnya seraya mengepalkan kedua tangan nya di atas meja.
"Lakukan dengan benar jangan sampai menimbulkan kecurigaan sebelum kita berhasil mendapatkan yang lebih dari ini." rahang Jagat sontak mengeratkan geram.
Byantara akan tahu siapa ia sesungguhnya dan benar-benar akan menyesal telah berani-beraninya mematik kobaran api darinya
"Baik Pak!"
Kali ini laki-laki bajingan itu tidak akan ia ampuni.
Jagat bersumpah akan hal itu.
"Saya ingin bajingan ini membusuk di penjara dan juga para jaringannya yang lain, jadi pastikan semuanya berjalan dengan baik dan jangan sampai ada yang terlewat!"
Yuda dan Gaelan berpandangan untuk sesaat. Sebelum kemudian Yuda yang kembali menarik napas panjang sebelum membuka suara, "Maaf Pak, kalau langkah Bapak seperti itu apakah bapak akan siap jika kasus ini akan membuat Media dan publik gempar nanti, terlebih ada Mas Saga di sini Pak." Yuda memaparkan pendapat yang kemungkinan akan terjadi jika kasus ini akan dinaikkan ke publik dengan Jagat.
Benar. Publik akan gempar tetapi Jagat tidak akan membiarkan anak-anak, adik, serta calon istrinya diburu media.
"itu akan saya dalami lagi nanti bersama Pak Steve, yang jelas kita pakai jalur belakang dan kita memiliki Pak Richo."
Ya, Bripka Richo Arsya Zsulvan Tahir. Nama Saga pasti akan tersorot tetapi media tidak harus tahu siapa yang membongkar dan menaikkan kasus ini kelak.
Jagat lantas menatap kedua orang andalannya itu lurus-lurus, "Perketat semua keamanan terlebih kepada Hasya, Saga, Binar begitu juga dengan yang lain. Turunkan perintah kepada semua orang keamanan di kantor ibu juga jangan sampai Byantara mendapatkan celah begitu juga dengan semua keamanan rumah dan kantor. Kerahkan semua pengawal dan bodyguard untuk perketat semua sisi."
"Siap Pak." Gaelan dan Yuda menjawab tanpa ragu.
Baiklah Jagat akan mengurus sisanya dengan caranya sendiri.
"Yuda kosongkan jadwal saya hari ini, tunda semua meeting dan pertemuan kita dengan siapapun gantikan dengan besok atau lusa jika mereka bersedia jika tidak tangani seperti biasa."
"Baik Pak."
Jagat mengangguk sekilas, "Kalian boleh keluar."
Setelah mendengar langkah ajudan dan asisten pribadinya menjauh, Jagat menghembuskan napas kasar lalu mengusap wajahnya gusar. Ia lalu bangkit dari kursi, berjalan menuju jendela besar nan luas yang memperlihatkan pemandangan kota ini.
Jagat nampak menimbang saat ponsel sudah di tangannya dan kontak Steve Kano Austin tinggal ia dial namun alih-alih mendial jarinya menggulir layar ponsel itu dan terhenti pada satu kontak di sana.
Tak butuh waktu lama untuk Jagat mendial kontak tersebut.
Tersambung..
"Kalau Haze menghubungiku karena mom mengadu dengan Haze aku nanti gantian mengadu dengan Lottie atau Hasya,"
Mendengar ocehan dari seberang sana alih-alih kalimat sapaan manis begitu panggilan nya disambut membuat Jagat terkekeh.
"Berarti kamu sudah jahil dengan Mom sepagian di Jerman Sweetheart?" balas Jagat.
"Aku tidak jahil Haze, AL yang usil,"
Dan kali ini Jagat sukses tertawa.
"Kamu tidak rindu Haze, hemm?"
"Aku rindu Lottie ku, Hasya, Binar dan Saga,"
Jagat mengulum senyum geli sekilas ia menggelengkan kepalanya sebelum kemudian ia berdehem.
"Princes ...,"
"I'm Cassie," sahut cepat pemilik suara merdu tersebut dari sebrang sana.
Dan senyum Jagat tercetak lebih hangat.
"Haze dan Lottie mu akan menikah dalam awal bulan depan. Haze harap kamu dapat pulang ke sini tidak ada pesta pernikahan hanya akad tetapi Haze dan Lottie Narsa sudah lebih cukup dihadiri dengan orang-orang yang kami sayangi di hari berarti kami." jelas Jagat penuh makna.
Untuk beberapa detik tidak ada balasan dari sebrang sana.
Dan Jagat mengerti.
Ia paham. Adik perempuan nya yang itu juga butuh mencerna kabar yang ia berikan barusan.
Hingga pada detik setelahnya ia mendengar suara hela napas dari seberang sana sebelum suara yang ia rindukan itu kembali terdengar.
"Haze ...,"
"Hmm," Jagat hanya berdehem sebagai respon sebab ia tahu akan ada kalimat selanjutnya.
Dan benar saja.
Namun kalimat itu sangat lah di luar bayangan Jagat karena alih-alih merespon wanita itu memilih menyampaikan hal yang membuat Jagat terkejut luar biasa.
"Aku sudah pegal berdiri di depan ruangan Haze, Haze benar tidak berniat menyambutku?"
Deg
Deg
Jagat sontak mengerjap cepat dan kontan berbalik badan memandangi dimana arah pintu ruangannya. Namun ia masih berdiam di pijakannya
"Kamu ... Cassie--"
"Adik pulang tidak ada yang menyambut haruskah masuk sendiri," tandas wanita itu terdengar kekeh lembut sebelum Jagat benar-benar berlari menuju pintu ruangan nya dengan ponsel yang memang masih terhubung dengan si pemanggil.
Dan saat Jagat berhasil menyentak keras handle pintu ruangannya seketika itu juga ia terpaku.
Presensi perempuan cantik yang ia dan Narsa sangat rindukan kini berdiri sempurna di hadapan nya saat ini dengan senyum yang mengembang indah di bibir tuk merangkum wajah terkejut Jagat tanpa rasa bersalah.
"Cassandra Azli Haling!" gumam Jagat mengambang seraya menurunkan ponselnya yang tadi masih menempel di telinga.
Namun ia tak diizinkan menikmati keterkejutannya berlama lama karena pada detik berikutnya adalah wanita dengan lekuk tubuh sempurna itu segera mengambil langkah dan melemparkan tubuh kurusnya kepada Jagat seraya berseru.
"Ich sehne mich nachdir Haze ...!" serunya ketika berhasil melompat pada dekapan Jagat. "ich bin für dich da." gumamnya sebelum merasakan dekapan Jagat mengerat dan merengkuhnya kuat.
---
TBC
With Love
Ansa
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
