SANG JURAGAN 1-10

0
0
Deskripsi

Tentang Ratih yang dipersunting Juragan Kamajaya yang lekat dengan segala kemisteriusanya. Desas desus bagaimana kehidupan konglomerat itu santer terdengar di kalangan rakyat yang membuat banyak wanita memilih pergi dari kampung itu daripada diperistri oleh Kamajaya. 

Lalu bagaimana dengan Ratih? Apakah ia bertahan dan melawan?

PART 1


SANG JURAGAN

 

"Ratih, Juragan Kamajaya kabarnya akan menikah," ujar Mbok Minah di dapurnya sembari menata kayu untuk tungku api.

 

Ratih hanya menghela nafas kasar, membuang pandang ke jendela. Melihat burung yang terbang bebas di alam sana. Aktivitas memarut kelapanya mendadak berhenti.

 

Kabar pernikahan Juragan Kamajaya, bagaikan kabar kematian bagi siapa saja yang menjadi sasaranya. Setiap istri sang juragan selalu di ceraikan setelah malam pernikahan mereka. Konon, Sang Juragan hanya ingin kegadisan para wanita yang dinikahinya untuk menambah kesaktian dan kekayaanya.

 

 

Selepas itu tak jarang mantan istri juragan yang langsung pergi dari wilayah ini, entah kemana, hilang tanpa kabar seperti di telan bumi. Pun tak jarang pula yang hilang kewarasanya.

 

Semua itu membuat para gadis di kaki Gunung Cikandey berduyun-duyun merantau ke kota, agar tidak menjadi sasaran Juragan Kamajaya yang selalu mencari istri seorang gadis.

 

"Pergilah, nak. Emak takut kamu menjadi korban selanjutnya,"

 

Sorot mata yang tajam menghujam serta wajah seram yang membingkai seakan menghipnotis para gadis untuk mau diperistri Juragan, walau sebelumnya mereka tau siapa dan bagaimana latar belakang lelaki yang meminangnya.

 

Ratih terdiam. Bagaimana ia pergi dari kampung ini, sementara emaknya yang sudah renta hanya tinggal sebatang kara.

 

 

Ia juga muak dengan tingkah laku juragan yang membuat wilayah ini kehilangan para wanitanya. Dan kini lebih di dominasi oleh kaum laki-laki. Walau juga tidak sedikit para lelaki yang memperistri orang dari jauh sana, karena sudah langkanya para wanita di wilayah sendiri.

 

 

Sekilas ia menatap tubuh emak yang tidak sekuat dulu, kalau ia pergi dan membawa emak, rasanya juga tidak mungkin, selain faktor fisik dan juga ia sendiri belum tau akan tinggal dan bekerja dimana.

 

"Tidak ada jalan lain selain melawan mak. Kalaupun aku yang akan di peristri juragan, aku pastikan semua akan baik-baik saja. Aku akan buka tabir apa yang sebenarnya menyelimuti. Tidak selalu tinggal diam dan kabur seperti ini. Mau sampai kapan wilayah ini kehilangan wanitanya hanya karena takut pada sebuah pernikahan,"

 

Emak kaget dengan pembicaraan Ratih. Meskipun ia dikenal sebagai gadis yang pintar dan pemberani, namun keadaan ini berbeda.

 

"Nduk, Juragan Kamajaya itu bukan orang sembarangan,"

 

"Ratih hanya takut Tuhan, mak. Tidak selamanya kejahatan terus dibiarkan. Ada saatnya kita bertindak,"

 

Walaupun emak membenarkan dalam hati, dan bangga dengan tekad bulat putrinya, namun tidak dapat ditutupi rasa was-was itu. Ratih memang keras kepala untuk tujuanya.

 

*

 

Laki-laki bertopi koboy itu menatap lurus halaman belakang dari teras lantai dua. Rahang yang keras disertai sedikit bulu halus yang tumbuh menambah wibawanya. Alis tebal serta sorot mata tajam menambah kesan seram pada sosoknya.

 

Dia Juragan Kamajaya, lelaki dengan tongkat kecil yang berhias bentuk kepala naga selalu dibawanya kemana-mana walau tubuh dan kaki itu masih tegap melangkah. Ada yang bilang, letak kekuatan Sang Juragan ada di tongkat itu.

 

Pria yang berumur hampir setengah abad ini menjadi orang terkaya di kaki Gunung Cikandey. Walaupun tubuh yang seharusnya sudah rapuh, termakan usia, tetapi pesona dan kegagahan Juragan Kamajaya nyatanya seperti tidak pudar seiring bertambahnya waktu.

 

"Juragan, semua sudah siap," ujar seorang pelayan dengan menundukan kepala.

 

Tidak ada yang keluar dari mulut itu. Kecuali anggukan kecil dari kepalanya.

 

 

Mobil Mercedez Benz hitam dengan sedikit kombinasi warna keemasan dibawahnya telah terbuka pintunya. Mobil yang sengaja dipesan khusus Sang Juragan dari pabriknya dengan request dilapisi emas asli dibagian bawahnya seakan menjadi simbol siapa  dan bagaimana kaya rayanya seorang Kamajaya. 

 

Juragan memakai pakaian serba hitam dengan jas tanpa kancing dan tanpa dasi menyelimuti tubuhnya, sepatu hitam tanpa kaos kaki membuat aura nya keluar seperti jiwa-jiwa muda.

 


*


Ratih yang tengah membersihkan beras dari kotoran, sesaat terpaku dengan siapa yang datang. Tubuh tegap dan gagah dengan banyak pengawal dibelakangnya telah berdiri di halaman rumah.


 Sorot mata yang katanya mampu menghipnotis para gadis untuk tidak bisa menolak pinanganya tersebut terus menatap tajam Ratih.

 

Gadis pemberani tersebut tanpa takut juga membalas tatapan Sang Juragan. Dan Ratih...

 


🍁🍁🍁

PART 2


Gadis pemberani tersebut tanpa takut juga membalas tatapan Sang Juragan. Dan Ratih sama sekali tidak merasa tatapan mata itu seseram seperti kata orang.


Walau bukan ahli bahasa tubuh, bagi Ratih sebenarnya sorot mata itu terlihat seperti menyimpan beban, namun bingkai wajah Sang Juraganlah yang menutupi itu semua hingga menimbulkan kesan seram.


Mbok Minah yang keluar dari pintu serta merta kaget melihat kedatangan Juragan. Menyadari putri nya yang tengah menantang sorot mata tajam itu segera ia sadarkan.


"Ratih, hey. Lihat ada juragan,"


Ratih terbuyar dari lamunanya. 


Namun tidak ada rasa takut dalam hatinya. Juragan Kamajaya juga manusia. Sama-sama makan nasi. Kenapa harus takut? Begitulah fikirnya.


"Mbok Minah. Kedatangan Juragan kesini tidak lain dan tidak bukan untuk melamar putri anda-Dewi Ratih,"ujar Pak Cokro, salah seorang asisten yang paling dipercaya juragan.


Mbok Minah terlihat bingung. Wajarlah ibu mana yang akan tega putri satu-satunya harus diperistri seseorang yang misterius seperti kata orang.


"Bagaimana Ratih?" tanya Pak Cokro.


"Kenapa harus saya? Apa karena saya adalah satu-satunya gadis didesa ini yang sudah dewasa? Saya tidak cantik, juragan. Juragan kan orang kaya, bisa atuh memilih wanita yang lebih cantik." jawabnya dengan berani. Mbok Minah yang melihatnya tampak ketar ketir. Seberani itukah anaknya.


Pak Cokro melotot. Para pengawal pun langsung menatap tajam ke arah Ratih.


Baru ini wanita yang berani menjawab lamaran dari juragan. Dari gadis sebelumnya, selalu langsung setuju menikah dengan juragan.


"Kamu hanya perlu menjawab iya atau tidak Ratih. Tidak perlu banyak bicara,". Pak Cokro mulai geram.


Namun Ratih tetap terlihat santai.


"Lah Pak Cokro ini bagaimana? Pernah menikah kan? Pernikahan itu bukan main-main. Pernikahan itu adalah ibadah terpanjang. Bagaimana saya bisa langsung setuju, jika saya belum sepenuhnya mengenali calon suami saya," ucapnya panjang lebar sembari sekilas melirik ke arah Jurahan yang diam, namun wibawanya terpancar.


Pak Cokro yang naik pitam, akan berdiri, sepertinya ingin memaki Ratih, namun ditahan oleh tangan Juragan.


"Lalu mau kamu bagaimana?" tanya Juragan dingin.


"Beri saya waktu. Kalian tidak bisa seenaknya langsung datang kesini untuk melamar seorang gadis, dan memaksakan kehendak untuk mau," jawabnya ketus.


"Baik. Selang beberapa.hari, saya akan kesini menagih jawabanmu. Saya permisi," kata Juragan dingin lalu bangkit dari tempat duduknya.

Pak Cokro yang ada di baris paling belakang , mendekati Ratih sebelum meninggalkan rumahnya.

 

"Gadis pembangkang. Melawan saja. Awas kualat kamu,"kata Pak Cokro penuh penekanan.


"Lah emangnya situ dan rombongan itu orang tua saya? hingga mengatakan saya akan kualat?" jawab Ratih tak mau kalah.


Pak Cokro hanya mengepalkan tangan dibawah. Merasa sangat murka, karena ada yang berani melawan dirinya.


'Lihat saja kalau aku jadi istrinya Kamajaya. Tak pecat kamu Cokro,'batin Ratih


"Nduk, bagaimana ini?" tanya Mbok Minah merasa panik.


"Mbok tenang saja. Aku tidak membiarkan semudah itu seorang Juragan Kamajaya meminangku. Aku muak dengan semua gadis yang hanya patuh mbok. Bukankah wanita itu pantas diperjuangkan?"


Penjelasan dari Ratih pun tidak dapat menyembuhkan kegundahan hati Mbok Minah. Justru menjadi was-was dengan semua keberanianya.


"Aku akan mengajukan syarat mbok. Akan ku ubah desa ini. Jika terus begini lama-lama desa ini akan kehilangan penduduknya karena semua pergi ke kota. Apalagi para wanita,"

 

"Nduk jangan main-main kamu,". Mbok Minah mula bergetar.


Namun putrinya Ratih justru tertawa kecil.


"Tenang Mbok. Aku bukan Dewi Songgolangit yang meminta syarat dibawakan  hewan berkepala dua. Pun buka Roro Jonggrang yang minta dibuatkan seribu candi dalam semalam.Tapi aku akan meminta...

 

🍁🍁🍁


PART 3


"...tetapi aku akan meminta sebuah syarat agar kodrat desa ini kembali,"

Mbok Minah semakin tidak mengerti pembicaraan Ratih. Hanya kemelut hatinya yang semakin bertambah waktu semakin takut.


"Dia sekolah sampai mana?" tanya juragan disaat perjalanan pulang.


"Si Ratih hanya sampai SMP juragan. Memang orangnya sok begitu. Sok yes," jawab Cokro.


"Dia cerdas,"gumam juragan.

 

*


"Mbok Minah, makanya suruh si Ratih itu ke kota. Habis dilamar juragan kan?" tanya bu Siam.


Mbok Minah hanya tertunduk bingung.


"Pasti Mbok Minah takut ya. Lagipula sudah tau tradisi desa kita bagaimana. Masih ngeyel saja bertahan,"tambah Bu Lastri.


"Kapan sih Mbok mereka menikah?" 


Mbok Minah menggeleng.

 

"Ratih belum memberi jawaban," jawab Mbok Minah lirih.


"Berani sekali dia mempermainkan Juragan,"

 

Bu Siam dan ibu lainya mulai berbisik-bisik. Mbok Minah segera menyelesaikan acara belanjanya dan segera pulang.

 

Tubuhnya yang sudah tidak sekuat dulu, bertambah penat dengan batin dan cibiran dari para tetangga.


Ratih yang kaget dengan ibunya pulang dengan linangan air mata, segera menghampiri.


"Mbok kenapa?"

 

Mbok Minah terus berderai air mata sembari sesekali mengusapnya.


"Kenaoa kamu tidak pergi saja dari kampung ini Ratih. Lihat semua orang membicarakanmu. Mbok hanya ingin keselamatan kamu,"


Ratih menghela nafaa kasar. Salah satu beratnya hidup di desa adalah menebalkan telinga. 


"Mbok percaya sama aku. Jangan sama mereka. Kamajaya tidak seseram kata orang,"


Tangis Mbok Minah justru semakin menjadi-jadi.


"Ya Allah Nduk. Kamu sudah terkena hipnotisnya untuk mau diperistri Juragan,"


"Bu-bukan begitu Mbok. Sorot mata Kamajaya tidak seram seperti kata orang. Seperti dia menyimpan beban,"


Ratih terus beranggapan seperti itu. Cibiran dari tetangga sering mampir di telinganya, tetapi dia enggan menanggapi. Mereka hanya bisa berkomentar tanpa tau yang sebenarnya. Bagaimana menjadi dirinya yang harus meninggalkan ibu nya yang sudah renta.


Cibiran para tetangga membuat tekadnya justru semakin bulat. Membuat takutnya semakin sirna. Ia akan buktikan bahwa semua baik-baik saja.

Kalaupun ia akhirnya dicerai juga oleh Kamajaya. Setidaknya ia tetap punya kewarasan karena yang dia yakini dia punya iman.

 

*

Istana tujuh lantai itu terlihat lengang. Kamajaya tidak bisa sedikitpun terlupakan bayangan Ratih sejak hari itu.


'Berbeda,"gumamnya.


Para pengawal juga tidak berani bertanya ada apa gerangan Sang Tuan sering tersenyum sendiri.


Para pengawal maupun asisten rumah tangga di rumah sang Juragan berasal dari wilayah lain. Tidak ada yang mengenal meeka disini. Entah berasal dari mana saja.


Mereka juga memiliki tatapan dingin, tidak akan berbicara kecuali diajak bicara. Pernah suatu hari seorang warga dimintai tolong membetulkan saluran air, namun dia justru pulang dengan lari terbirit-birit karena Sang ART menyuguhkan minum dengan tatapan kosong, lurus ke depan. 

Sejak saat itu, istana Kamajaya dikenal dengan nama Sarang Jin. Walaupun warga belum tau pasti kebenaranya.


Selang beberapa hari, rombongan Sang Juragan kembali lagi ke rumah Ratih. Tidak berbasa-basi, Pak Cokro langsung menanyakan jawaban Ratih. Pak Cokro memang terkenal grusa-grusu.


"Bagaimana Ratih?"tanyanya.


"Aku bersedia menjadi istri Juragan, tetapi ada satu syarat,"


Pak Cokro sontak tertawa.


"Memangnya kamu siapa? Berani sekali mengajukan syarat pada seorang Juragan Kamajaya?" olok Pak Cakra.


Ratih masih diam melihat ekspresinya yang berlebihan, tetapi justru juragan diam , tenang menunjukan wibawanya. Bagai langit dan bumi dengan Tuan nya.


"Kamu mau seperti Roro Jonggrang atau Dewi Songgolangit?" tantangnya.


"Syaratku mudah," jawab Rtih lirih.


"Katakan,"ujar Juragan. Ratih bisa merasakan bagaimana getaran lembut dari nadanya.


"Aku ingin ini menjadi pernikahan terakhir Juragan Kamajaya...


🍁🍁🍁


PART 4

 

Aku ingin ini menjadi pernikahan terakhir Juragan Kamajaya,"kata Ratih dengan mantap.


Sontak persyaratan itu membuat para pengawal menjadi kaget dan Pak Cokro menjadi lebih murka. Ia berdiri menudingkan jarinya tepat di depan wajah Ratih.


"Hei siapa kamu berani mengatakan itu pada juragan?"

 

Namun dengan sigap, Ratih meraih jari itu dan memelintirnya. Dan membalas sorot tajam Si Cokro. Ia tidak gemetar sedikitpun walau berhadapan dengan Juragan Kamajaya.


"Duduk Cokro. Tidak sopan kamu,"perintah Kamajaya.


Dia bukan lelaki aneh seperti kata orang untuk yang sudah mengenal. Terbukti dari ucapanya dia masih mempunyai unggah-ungguh bahasa. Begitu fikiran Ratih.


"Bisa datang ke rumah saya?" tanya Juragan dengan dingin.


Sejenak Ratih berfikir.


"Mohon maaf Juragan. Saya wanita. Apa pantas datang ke rumah seorang pria?" tanya nya sesopan mungkin.


"Baik. Jika begitu tunggulah kedatangan saya setelah ini,"

 

Begitulah ucapan Juragan yang menyisakan teka -teki.

 

"Ndhuk, jangan-jangan Juragan merencanakan sesuatu?" tanya Mbok Nah dengan panik.

 

Namun Ratih masih santai.


"Memangnya aku salah apa mbok? Salahnya dimana? Bukankah memang sepantasnya seorang perempuan itu diperjuangkan. R.A.Kartini saja mati-matian berusaha berjuang demi emansipasi wanita."


Ratih memang pandai. Dulu dia selalu menduduki juara kelas. Namun sayang, begitulah adat desa mereka hanya bisa mengenyam pendidikan sebatas SMP. Setelah itu mereka ada yang merantau ke kota khusus wanita yang takut dengan Juragan. Sementara para laki-laki bekerja di sawah. Dan Ratih sendiri juga membantu Mbok Nah bercocok tanam di sawah.

 

*


Sementara itu kegelisahan melanda hati Sang Juragan. Tidak biasanya hal ini terjadi. Apa lagi saat menatap sebuah ruangan dengan pintu berwarna keemasan yang mengkilat, hatinya terasa lara sekali.


Tidak berselang lama seorang perempuan paruh baya dengan pakaian jawa tradisional serta sanggul dibelakang kepalanya mendekat. 


Perempuan itu menunduk.


"Bagaimana?" tanya juragan.


"Masih seperti biasanya," jawabnya masih terus menunduk.


"Aku akan menikah lagi,"lanjut Juragan dingin.


Perempuan itu mendongak kaget.


"Ta-tapi bagaiman jika terulang kembali? Kasihan Kinanti,"


"Dia perempuan yang berbeda. Dia pintar. Bisa melihat dunia dari sudut pandang yang lain. Aku yakin dia bisa menerima ini. Termasuk Kinanti,"


*


"Ratih sudah menerima pinangan Sang Juragan, Mbok?"tanya Pak Kades yang datang ke rumah Mbok Nah hari ini. Tumben sekali.

"Entahlah pak. Ratih masih susah sekali. Mengajukan syarat pula pada Juragan," jawab Mbok Nah menceritakan kegelisahanya.

"Seharusnya jangan main-main dengan juragan Mbok,"


Mbok Nah masih terdiam. Bagaimanapun penilaian dan komentar orang toh Ratih sendiri yang mengambil keputusan akan hal ini. Dia memang mengeraskan kepala untuk sesuatu yang diyakininya benar dalam hati.


"Bagaimana kalau kita menikahkan Ratih dengan anak saya si Suryo ?"tawar Pak Kades.


Mbok Nah terdiam. Antara yakin dan tidak. Mau menolak bagaimana dia anak seorang Kepala Desa , yang konon sainganya Juragan Kamajaya.


"Daripada menikah dengan kakek-kakek begitu. Lebih baik menikah dengan anak saya kan hanya selisih tiga tahun dengan Ratih. Toh kami juga tidak kekurangan harta,"

 

*


"Ratih tidak mau mbok. Si Suryo itu tukang mabuk, tukang judi. Tidak bekerja. Hanya mengandalkan kekuasaan bapaknya saja. Ratih tidak mau menikah dengan pria yang tidak bertanggung jawab dan miskin etika seperti itu."

 

"Memangnya juragan Kamajaya itu kaya etika, Tih? Apa kamu mulai suka dengan Kamajaya?"tanya Mbok Nah


🍁🍁🍁


PART 5

 

Ratih salah tingkah. Namun Mbok Nah menangkap anaknya ini mulai mengagumi sosok Kamajaya yang akhir-akhir ini menunjukan sisi yang berbeda.


"Bukan masalah suka atau tidak mbok. Namun hidup harus realistis. Andai nanti bapaknya si Suryo sudah tidak ada, sementara tabiatnya si Suryo seperti itu, bagaimana melanjutkan kehidupan mbok?"

Mbok Nah mengangguk, mengerti dengan jawaban Ratih.


"Percayalah Mbok. Ratih sudah dewasa. Ratih tau apa yang harus aku lakukan,"


Mbok Nah pasrah. Semoga Gusti Allah selalu melindungi anaknya. Begitulah do'a yang selalu ia langitkan siang dan malam.


Siang ini matahari bersinar sangat terik sekali. Ratih menggantikan Mbom Nah untuk menyiangi rumput di sekitar padi yang mereka tanam. Ibu nya sudah terlalu tua jika harus terus membungkuk, apalagi dengan sinar matahari yang menyisakan sakit kepala di akhir pekerjaan.


Saat Ratih memutuskan pulang, segerombolan pemuda tampak sedang pesta miras. Siapa lagi kalau bukan Si Suryo dan kawan kawanya. Mereka menganggap wilayah ini punya bapaknya hingga bebas melakukan pesta miras dimana pun.


"Hei lihatlah calon istriku. Kepanasan pun tetap cantik,"teriaknya kepada kawan-kawanya.


Dia pasti berfikir Ratih menerimanya. Tidak. Tidak sekarang juga ia mengatakan. Percuma berbicara dengan orang dengan kondisi otak yang tidak bisa berfikir karena pengaruh minuman keras.


Ratih melewati mereka begitu saja. Namun tangan Suryo berhasil mencengkram tanganya hingga ia jatuh ke pelukanya. Bau minuman keras menyeruak menusuk hidup. Membuat Ratih ingin muntah dibuatnya.

"Lepaskan aku,". Ratih mencoba memberontak.

"Ayo kita bersenang-senang dulu sayang. Pemanasan sebelum pernikahan sepertinya seru,"

Ratih ingin sekali menangis detik ini juga. Mereka pasti berfikir akan macam-macam. Ada lima pemuda bersamanya. Jika mereka nekat melakukan tindakan kotor tentu ia akan kalah. 

Percayalah berhadapan dengan Kamajaya yang dikata orang seram dan menakutkan, lebih seram lagi berhadapan dengan orang yang tidak punya otak seperti ini.


"Hei mau kemana kalian?"tanya si Suryo.

"Ikut mencicipi boleh lah Bos. Kan harus saling berbagi."ujar salah satu mereka dengan tampang dosa.

 

"Enak saja. Ini milik ku,". Si Suryo sepertinya juga tersulut emosi tangan kananya ingin menjauhkan kawan mereka dariku. Ratih tau saat ini fokus Suryo pada kawan-kawanya. Oleh sebab itu, ia berusaha melepaskan tangan satunya dan berlari sekencang mungkin


Beruntungnya karena mungkin mereka dalam pengaruh alkohol, ingin berlari mengejarpun tubuh mereka pasti lemah dengan kepala pusing.


Sesampai di rumah Ratih menjatuhkan diri di lantai karena rasa yang sangat lelah sehabis berlari menjauhi manusia laknat itu. Namun air mata terus mengalir. Rasa takut itu seperti masih ada, walau ia sudah aman.

"Kenapa Nduk? Benar kan pasti Kamajaya merencanakan sesuatu yang buruk untuk mu,". Mbok Nah panik sekali dengan keadaan putri nya yang pulang dari sawah dengan keringat bercucuran serta air mata yang tak kalah mengalir.

Ratih menggeleng cepat.

"Bu-bukan Kamajaya Mbok. Tapi Suryo. Hampir saja Ratih diperkosa,"

Mbok Nah memeluk putrinya itu. Beruntung Tuhan masih melindungi.


"Makanya jangan sok mahal padahal memang murahan,". Suara itu tiba-tiba ada di depan pintu. Suara Pak Cokro.


"Aku kesini mengantar ini dari Juragan,"katanya menyodorkan sebuah kotak kecil berbungkus kertas kado bermotif batik warna coklat tua.


"Tadi aku tau kejadianya kok.Tapi aku memang enggan menolong. Biar saja biar hancur pula hidupmu,"kata Cokro dengan angkuh.


Ratih terus menatap Cokro penuh dendam. Gayanya selangit. Karena menjadi asisten pribadi seorang Juragan.


"Andai aku menjadi istri juragan, kamu orang pertama yang akan aku oecat,"ucap Ratih penuh penekanan.


Namun Si Cokro justru tertawa keras.


"Mana bisa wahai gadis kampung. Kamu akan mati terlebih dahulu di tangan Kinanthi,"

🍁🍁🍁

PART 6


Ratih menautkan alis.

Kinanthi?


Nama yang rasanya dulu pernah ia dengar. Tapi siapa? Dan dimana?

Belum sempat bertanya lagi, Si Cokro sudah melesat menjauhi rumahnya begitu saja.


"Tih lihat. Juragan bahkan mungkin sudah menyiapkan liang kubur untukmu,". Mbon Nah berkata sembari gemetar.

 

"Memangnya Kinanthi siapa Mbok? Malaikat maut itu Izrail. Buka Kinanthi," ujar Ratih mencoba santai walau dia terus berfikir keras tentang Kinanthi.


"Pasti itu pesugihan Juragan,"

 

"Mana ada pesugihan di jaman seeperti ini mbok. Setauku Juragan itu punya perkebunan, punya berhektar-hektar sawah, juga punya beberapa usaha yang mungkin letaknya tidak di wilayah gunung seperti ini. Para pengusaha biasanya memilih kota yang dekat dengan pelabuhan. Agar memudahkan dalam proses pengiriman. Maka wajar saja jika juragan kaya raya. Tapi sayang juragan tinggal di desa. Kalau di kota tentu dia dikenal dengan istilah Crazy Rich,"


"Sudahlah Mbok tidak mengerti bahasamu. Sekarang perbanyak do'a ya Tih. Semakin dekatkan diri Pada Sang Pemilik Hidup,"


"Biasanya juga seperti itu mbok. Tanpa dilamar Juragan pun, aku pasti memenuhi kewajibanku,"


Mbok Nah diam dan melirik sebuah kotak di tangan Ratih. Mengerti tentang tatapan ibunya, Ratih segera membukanya.

Harum bunga menyeruak begitu saja. Kotak kayu berukirkan bunga mawar yang indah sekali. Dan setelah dibuka isinya sebuah cincin berlian yang sederhana namun indah luar biasa.


Ratih melongo. Namun Mbok Nah semakin khawatir.

"Jangan dipakai Tih. Nanti kamu bisa mati,"


"Mana ada pakai cincin akan mati mbok. Tapi Ratih juga tidak akan pakai. Sepertinya ini tanda lamaran dari juragan. Sebelum menyetujuinya, Ratih juga tidak akan memakainya,"


*


Hari ini Mbok Nah sedikit tidak enak badan, maka Ratihlah yang akan bersiap diri berbelanja ke pasar. Dia menitih sepeda tua peninggalan almarhum bapaknya. Walau suara reot sana sini terdengar.

Dia sengaja memilih jalan pintas, itu berarti akan melewati rumah Juragan. 


Rumah  berlantai tiga dengan pilar-pilar penyangga yang besar serta lampu kristal yang menjuntai dengan indah di setiap terasnya.


Rumah itu berpagarkan besi pada umumnya berwarna putih. Oleh sebab itu dapat dilihat siapapun yang melintas. Namun sayang karena hanya jalan pintas yang dipenuhi belukar, hingga orang-orang juga jarang melewati kediaman Kamajaya. Tidak sembarang orang bisa masuk ke rumahnya. Termasuk Pak Kades sekalipun yang hanya di temui oleh salah satu penjaga rumah.

Namun anehnya penjaga rumah itu selalu memakai pakaian adat jawa lengkap termasuk blangkon.

Ada yang bilang mereka bukan manusia. Mereka arwah leluhur yang sengaja dipanggil kembali. Rasanya tidak masuk akal.


Sejenak Ratih berhenti di depan istana itu di depan tembok tinggi agar tidak terlihat dari dalam.


Apa ia siap menerima segala keanehan nanti di rumah ini? Namun kalau tidak bertindak apakah selamanya desa ini terbelenggu kekuasaan Kamajaya terlebih lagi untuk kaum perempuan.


Saat Ratih akan mengayuh kembali sepedanya, tiba-tiba ia mendengar suara teriakan dan jeritan dari dalam rumah. Insting Ratih pasti ingin segera ke depan gerbang melihat apa yang terjadi. Namun sejenak kemudian ia memundurkan diri, merasa lancang jika harus mendekat. Ia bukan siapa-siapa mereka. Suara teriakan itu sepertinya berasal lebih dari satu orang. Serta suara hentakan kaki, yang lebih mirip suara prajurit sedang berlari. Seketika tengkuk Ratih merasa merinding.

Ia memutuskan untuk melarikan diri saja. Namun pandangan mata nya tiba-tiba menangkap sebuah tangan kecil yang pucat melambai di lubang pagar.

 

🍁🍁🍁


PART 7


Namun secepat kilat tangan itu sudah tidak ada lagi. Seperti ditarik dari dalam. Dan seketika sunyi senyap tidak ada suara lagi.

Mungkin itu haya halusinasinya, pikir Ratih saat itu. Tapi ia merasakan kejadian itu begitu nyata.


Ratih segera melanjutkan perjalananya. Melewati pematang sawah yang mungkin hanya cukup untuk dua sepeda. 


Di ujung sana diatas batu terlihta seorang laki-laki tampak duduk terdiam di atas batu besar. Lelaki dengan topi koboi yang melekat serta sebuah tongkat bersandar di sebelahmya.

Bisa dipastikan dia adalah Kamajaya. Lalu, mengapa ia berdiam diri sendiri? Apakah itu yang dinamakan dia melakukan semedi ?


Buru-buru Ratih mengayuh sepeda lebih kencang lagi agar lekas sampai. Dia pun tidak berani menoleh kanan kiri lagi.


Hiruk pikuk pasar nyatanya tidak bisa membuat dirinya melupakan kejadian tadi.

Namun omongan seorang ibu-ibu membuyarkan lamunanya.

"Itu ya calon istri Kamajaya? Bodoh sekali tidak kabur ke kota seperti yang lain?"

Seketika Ratih menoleh tajam ke pemilik suara. Dan si empunya terlihat salah tingkah. Tanpa gentar Ratih menghampiri ibu itu.

"Jangan bisik-bisik bu. Saya disini. Sini ngomong di depan saya,"


"Kamu miskin ya? Hingga mau saja diperistri Kamajaya. Pasti dulunya tidak sekolah jadi tidak laku di kota sana,"


Ratih tersenyum kecut.

"Saya memang miskin harta. Tetapi saya tidak miskin harga diri. Apa perlu saya tunjukan pada ibu rapot saya sewaktu sekolah. Silahkan tanya satu-satunya SMP di wilayah ini. Dewi Ratih. Semua guru pasti kenal. Karena saya sering menorehkan prestasi. Dan kalau tidak tau mengapa alasan saya ke kota, tolong jangan sok tau,"katanya tidak gentar sedikitpun.

Ibu tersebut hanya mencibir ke arah lain

Sebenarnya Ratih enggan bersikap kurang ajar seperti itu. Tetapi ada saatnya dimana harga diri seseorang harus dipertahankan.


*


Sesampai rumah, kembali Ratih dikejutkan oleh kedatangan tamu yaitu Pak Kades.


"Ini dia yang ditunggu-tunggu. Bagaimana Ratih? Tanggal berapa kita langsungkan pernikahan?"

 

Ratih menatap ibunya yang terkulai lemas sembari menatapnya was-was.

 

Ia menghela nafas pelan. Ibu nya pasti tidak berani berterus terang. Ibunya terlalu lembut. Dan Ratih keras kepala menurun sifat almarhum bapaknya.


"Pernikahan siapa pak?"


Pak Kades tertawa.


"Ya pernikahan mu dengan si Suryo-putra saya,"

 

"Maaf saya tidak bisa pak,"


Pak Kades berdiri. Sepertinya ia naik pitam.

"Kenapa? Karena Kamajaya? Rendah sekali seleramu,"kata Pak Kades dengan tawa yang meremehkan.


"Justru lebih rendah, jika saya menikah dengan putra anda,"jawabnya sekenanya.


Pak Kades sontak melotot ke arah Ratih.


"Tidak usah munafik pak. Bayangkan saja jika anda sebagai perempuan. Mau tidak diperistri seorang pemabok, penjudi dan tidak punya pekerjaan? Tunggu dulu, saya tekankan bahwa saya tidak menitik beratkan harta orang tuanya karena saya akan hidup dengan suami. Bukan mertua. Saya butuh laki-laki bertanggung jawab,"


"Kamu fikir Kamajaya itu bertanggung jawab? Dimana coba letak kepdulianya terhadap istri-iatrinya yang telah diceraikan? Ada yang menghilang ada pula yang menjadi gila? Dan semoga secepatnya kamu menyusul. Gadis miskin sok jual mahal," cercanya.

 

"Tidak apa pak miskin harta asal tidak miskin moral," kataku sembari menyindirnya beserta anaknya.

 

"Ndhuk, kamu itu perempuan, jangan terlalu keras dan mandiri," pinta Mbok Nah dengan suara lirih dan parau.


"Aku akan memperlakukan orang lain seperti bagaimana dia memperlakukan aku mbok. Pak Kades menjodohkanku dengan anak laki-lakinya yang tak bermoral itu sama saja menghinaku mentang-mentang aku miskin,"


Fikiran orang desa yang rata-rata kolot, memang berbanding terbalik dengan fikiran Ratih yang realistis. Kadang memang nuraninya bertabrakan dengan adat di desa ini termasuk hanya menempuh pendidikan sampai jenjang SMP.


Suara deru montor berhenti di depan rumah. Dari balik tirai jendela, Ratih melihatnya. Seorang pria berjaket dan berhelm hitam turun dari motor sport nya. Gagah sekali.


Sejenak Ratih mengagumi. Dan setelah melepas helmnya, jelas sekali siapa yang datang. Juragan Kamajaya. Lama Ratih memperhatikan, namun tidak ada satupun pengawal yang turut bersamanya.

Ada apa?


🍁🍁🍁


PART 8


Dan benar Juragan Kamajaya datang seorang diri tanpa satupun pengawal.

Kini Ratih dan Kamajaya saling berhadapan. Ratih benar-benar merasakan sorot mata itu teduh penuh wibawa. Tidak tajam seperti kata orang.


Apa konon ia memang sudah masuk dalam hipnotisnya?

Tidak. Dia masih sadar. Dia masih punya iman. Begitu dia meyakinkan diri.


"Apa syaratmu tempo hari masih berlaku Ratih?"


"Tentu saja juragan,"

Senyum tipis itu keluar dari bibir tipis juragan.Walau usia sudah hampir setengah abad, tetapi Ratih akui sisa ketampanan masa mudanya masih terpancar.


"Aku akan menyanggupinya,"


Ratih kaget. Berusaha mencari kebenaran dari sorot mata teduh itu.


"Asal kamu menerimaku apa adanya, aku juga akan menyetujui syaratmu,"


Ratih bingung. Bagaimana ia menerima apa adanya jika ia belum sepenuhnya mengenal siapa Kamajaya. Hanya sebatas kata orang-orang yang mengabarkan bagaimana Kamajaya.


Kali ini wajah Ratih dipenuhi rona kekhawatiran. 

"Tetapi anda bukan psikopat atau pelaku kriminal lainya kan?" tanya Ratih.

Juragan tertawa kecil.


"Aku tidak seseram apa yang orang bilang Ratih,"


Hampir saja Ratih ingin bicara tentang tangan yang melambai dari dalam pagar, tetapi Ratih urungkan. Ia takut dikira sengaja memantau kediaman Kamajaya.


Antara percaya dan tidak. Kamajaya mengajukan syarat tak kalah peliknya. Menerima dia apa adanya. Komplit dengan baik buruknya, teka-teki dan segala keanehan yag terjadi.


Namun hati nurani dan logikanya bertabrakan. Nuraninya mengatakan bahwa Kamajaya adalah seorang yang baik, terlihat dari tutur sapa dan sopan santunya. Tetapi tentang gosip yang beredar tentang siapa Kamajaya dan apa yang di dilihat tempo hari membuatnya bergidik.


"Bagaiamana?".


Lamunan Ratih seketika terbuyar. 


"Anda yakin tentang apa yang anda ucapkan?"tanyanya lagi.


"Yang mana?"

"Jika anda tidak seperti apa yang orang bilang,"


"Yakin sekali Ratih. Kamu berbeda,"


Akhirnya Ratih menyetujui. Dan tentang syarat yang diajukan kepada Kamajaya tentang larangan menikah lagi sampai juga di telinga kalangan warga kampung.

 

Ada yang mengnggap angin segar setelah berpuluh tahun lamanya serasa hidup antara belenggu Juragan Kamajaya. Namun tidak sedikit pula yang mencemoohnya. Sok pahlawan, begitu kata mereka.


Namun mendekati hari H, Ratih justru merasa aneh. Seperti ada yang mengikutnya kemanapun ia pergi, kecuali di dalam rumah. Ke sawah maupun ke pasar, rasanya ada pasang mata mengawasi nya.


Keanehan itu ia pendam sendiri. Ia tidak mau menjadi tambahan beban pikiran baru untuk ibunya.


"Apa mungkin Suryo yang ingin mencelakainya? Karena menolak lamaranya tempo hari?". Begitu fikir Ratih kala itu.


Namun yang ia yakini, ia punya Allah Yang Maha Melindungi. Dia lah Sebaik-Baik penjagaan.


*

Siang ini matahari bersinar begitu teriknya. Namun tidak menyurutkan semangat Ratih untuk mengeringkan padi. Sembari membolak-balik, ia bersenandung kecil. Hingga suara Bulik Tin membuyarkan lamunanya.

 

"Wah calon pengantin kok masih panas-panasan Nduk?"

 

"Iya bulik. Kalau tidak begini ya tidak makan. Mau kemana bulik?"

 

"Ini mau berangkat ke balai desa. Sudah telat sepertinya. Orang-orang sudah bebondong-bondong kesana. Ibumu pasti juga sudah berangkat ya ?"


Ratih menautkan alis.


"Berangkat kemana bulik? Tidak ada undangan,"

"Loh ini para warga diberi sembako gratis lho. Kok kamu tidak?"

Ratih hanya menggeleng. Namun fikiranya tentu langsung menuju pada Pak Kades.

Begini caranya balas dendam? Dengan membedakanya?

 

🍁🍁🍁


PART 9


"Nanti Bulik tanyakan pada Pak Robi selaku kepala dusun," kata Bulik Tin.


Ratih hanya tersenyum tipis. Tidak apa dia tidak mendapat sembako asal dengan alasan logis. Kasihan ibunya, bukan materi yang diharapkan, tetapi kalau dilakukan berbeda, sakitnya pun juga berbeda.


*


"Pak Robi itu si Mbok Nah kok tidak dapat undangan?"tanya Bulik Tin sesaat setelah sampai Balai Desa. Banyak sorot mata menatapnya. Tak terkecuali Pak Robi.


Lalu ia mengisyaratkan Bulik Tin untuk agak menjauh dari kerumunan warga.


"Ini perintah Pak Kades, saya tidak berani melawanya,"bisik Pak Robi lirih.

Bulik Tin mengangguk, walaupun ia juga merasa heran, namun ia tidak berani untuk bertanya lebih lanjut.


"Heh Bu Tin berani sekali bilang begitu. Anak Mbok Nah si Ratih itu menolak lamaran anak nya Pak Kades, dan lebih memilih Kamajaya. Wajar lah kalau Pak Kades sakit hati,"sahut Bu Puji saat Bulik Tin kembali ke barisan.


"Bodoh sekali. Kok justru memilih Kamajaya. Bisa-bisa justru mati si Ratih itu,"lanjut Bu Hindun menambahi.

 


'Duh Ratih kenapa sulit sekali pilihanmu. Bagai buah simalakama,'batin Bulik Tin


"Ya jelas bu ibu. Anaknya Pak Kades kan pemabuk, hobi judi, lontang-lantung tidak jelas, tidak punya pekerjaan. Memangnya ibu-ibu mau dinikahi laki-laki model begitu?"kata Bulik Tin mencoba membela.


"Memangnya Bu Tin juga mau kalau dinikahi Kamajaya? Ih Serem,". Bu Puji kembali menanggapi.


"Kalian hanya tau sebatas gosip. Tidak tau yang sebenarnya," balas Bulik Tin lagi. Walau sebenarnya dia juga ragu dengan ucapanya sendiri.


*


Sebelum pulang ke rumah, Bulik Tin menyempatkan diri mampir ke rumah Ratih.


"Yu Nah, ma'af aku tidak bisa protes ke Pak Robi," kata Bulik Tin dengan lesu.


Ia adalah janda yang ditinggal anak laki-lakinya merantau. Ia adalah tetangga yang paling dekat dengan keluarga  Ratih


"Ini kita bagi ya berasnya," lanjut Bulik Tin sembari menurunkan satu karung beras sembako.

 

"Bulik, tidak usah. Ratih sudah dapat," jawabnya sembari menunjukan tumpukan sembako. Bukan hanya beras saja seperti yang di dapat Bulik Tin. Namun kebutuhan lainya seperti gula, minyak, telur, bahkan buah.


Bulik Tin tertegun melihat itu.


"Ratih kira ini tadi karena Bulik Tin yang mengusulkan,"

Bulik Tin menggeleng pelan. 


"Tadi ada seorang pria pakai masker dan helm katanya mau antar sembako. Ya tak pikir dari kelurahan."


"Mungkin dari Juragan Kamajaya,Tih,"celetuk Bulik Tin.


"Mana tau dia kalau kami tidak dapat sembako, bulik. Sudahlah siapapun yang memberi Ratih pasti mengucapkan banyak terimakasih. Sini bulik kita bagi. Buat tambah di dapur,"

Bulik Tin mengangguk senang.

 

*


"Makanya jangan sok jual mahal. Lihat yang lain dapat jatah beras, sementara kamu harus mengeringkan padi dulu,"kata seseorang yang lewat mengendarai motor dan sejenak berhenti.


Ratih menoleh kepada pemilik suara. Yang tak lain adalah Pak Kades.


"Semoga berkah ya pak. Semoga amanah juga atas jabatanya. Awas lho nanti di akhirat, setiap pemimpin pasti dimintai pertanggung jawaban," kata Ratih membalas. Pak Kades hanya membuang muka.


"Lagipula yang saya lihat bantuan sembako hanya satu karung kecil yang kurang lebih isinya hanya sepuluh kilo ya? Mana cukup untuk pernikahan saya pak? Pernikahan saya mengundang banyak orang. Pernikahan dengan bukan sembarang orang," katanya semakin memanas-manasi Pak Kades.


"Iya bukan dengan sembarang orang karena nikahnya dengan siluman," celetuknya.

"Tidak juga. Juragan kalau jalan juga nempel di tanah. Artinya dia manusia biasa. Jalanya tegap lagi. Tidak sempoyongan seperti orang minum miras oplosan,". Ratih sengaja menyindir Suryo. Hatinya sakit juga karena dibedakan kedudukanya sebagai warga desa karena masalah pribadi.

Dan menolak lamaran itu bukankah sebuah hak asasi?


Wajah Pak Kades merah padam. Apa yang akan dilakukanya terhadap Ratih lagi?

 

🍁🍁🍁


PART 10

 

"Lihat saja pernikahanmu tidak akan bertahan lama," kata Pak Kades lalu beranjak pergi.


Ratih hanya mengangkat bahu.


"Memangnya dia Tuhan," gerutu Ratih dan melanjutkan aktivitasnya.


Hari berlalu begitu cepat. Pernikahan nya sudah di depan mata. Menjelang pernikahan, silih berganti utusan dari juragan mengantarkan seserahan, atau apa saja untuk keperluan pernikahan.

 

Namun muka sinis nan masam juga terus ditunjukan oleh Pak Cokro.

 

Para tetangga pun berduyun-duyun ikut membantu walau hanya sebatas akad. Namun memang begitulah adatnya.


"Tih, wajah kamu semakin hari semakin cantik. Seperti berseri begitu,"puji Bulik Tin.


Ratih meraba wajahnya sendiri. Namun rasanya sedikitpun tidak ada yang berubah


"Bu Tin, bisa jadi itu ciri-ciri orang yang mau meninggal,"bisik Bu Suti.

Namun Ratih mendengarnya walau lirih di telinga.

"Biarlah Bulik. Jodoh, rezeki dan maut sudah menjadi Rahasia Allah dan semua sudah digariskan,"


Bu Suti salah tingkah. Ia tahu saat itu Ratih tengah menyindirnya.


*


Ratih melihat bayangan dirinya di cermin. Cantik. Seperti buka dirinya. Perias pengantin itu utusan dari juragan. Dia pendiam sekali. Berbicara hanya bila diperlukan. Awalnya Ratih takut, namun setelah melihat hasilnya dia kagum sekali.

 

Kebaya putih sampai mata kaki menjuntai dengan mewahnya. Balutan jilbab putih yang sederhana dengan hiasan bunga melati disampingnya dan acesoris mahkota diatas kepala menambah anggunya penampilan Ratih saat itu.


Para warga berbisik bisik. Belum ada pengantin secantik itu di desa mereka. 


"Pasti bukan manusia yang meriasnya,"


"Itu pasti dengan kekuatan gaib nya juragan, hingga Ratih bisa secantik itu. Padahal sehari harinya kan biasa saja."


Ratih memilih diam jika sebelumnya ia menjawab siapapun yang menghinanya. Ia tidak mau merubah suasana sakral hari ini.


Rombongan juragan belum datang juga. Membuat sebagian tamu undangan dan Ratih sendiri pun merasa gusar.

"Apa mungkin Juragan berniat mempermainkan pernikahan ini," batin Ratih. Fikiranya terus berkata buruk.

Hampir saja ia meneteskan air mata.


Namun suara riuh orang dari luar, membuat fokusnya terganti. Rombongan juragan telah datang.

Di paling depan sebuah kereta kencana berhiaskan bunga-bunga segar yang dinaiki seorang kusir dan juragan seorang diri.


Di belakangnya dua kuda yang ditunggangi seperti nya pengawal juragan. Mereka berbadan tegap walau sedang menunggang kuda. Namun tatapanya lurus ke depan. Seperti prajurit. Lalu dibelakanya lagi sebuah mobil agak besar yang di isi para pengiring dengan membawa mahar dan keperluan lain. Mamun mereka juga sama. Tatapan mereka lurus tanpa ekspresi. Bahkan mereka memakai pakaian adat jawa lengkap. Tidak ada komunikasi antar satu dengan yang lainya.


"Mereka manusia atau bukan duh Gusti?" jerit Ratih dalam hati.


Pernikahan itu pun berjalan sakral sekali. Para tetangga di rumah Ratih juga terdiam. Entah mereka mengikuti acaranya dengan saksama atau takut dengan rombongan yang dibawa juragan.

 

Selesai acara, Ratih langsung diboyong ke istana Kamajaya. Mbok Nah pun berderai air mata.

"Janji ya Nduk akan sering menengok mbok," isak Mbok Nah.

Ratih mengangguk dan memeluk ibu nya yang sudah renta itu.


Bergantian Kamajaya yang berpamitan pada Mbok Nah.


"Jangan biarkan hari ini pertemuan ku yang terakhir dengan anak ku,"

Ratih tentu terkejut dengan permintaan ibunya.  Dan ia pun menunggu bagaimana reaksi Kamajaya.

"Terimakasih telah mendidik Ratih. Dia berbeda," ucapnya kala itu yang aku sendiri tidak tau apa maksudnya.


Mbok Nah mengiringi kepergianku dengan derai air mata. Pun dengan tetangga yang menatap sayu. Mereka pasti berfikir ini pertemuan terakhirnya dengan Ratih.

Bulik Tin merangkul Mbok Nah. Menguatkanya.

"Kamajaya dan Dewi Ratih adalah simbol pasangan dalam pewayangan dengan kelanggengan luar biasa. Jangan khawatir. Ratih memang berbeda,"


Selesai acara, para warga pun bergotong royong mwlembersihkan dan merapikan kembali sekitar rumah Mbok Nah.


"Hai kenapa dibersihkan. Besok juga digelar lagi untuk upacara kematian...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya SANG JURAGAN 11-15
0
0
Tentang Ratih yang dipersunting Juragan Kamajaya yang lekat dengan segala kemisteriusanya. Desas desus bagaimana kehidupan konglomerat itu santer terdengar di kalangan rakyat yang membuat banyak wanita memilih pergi dari kampung itu daripada diperistri oleh Kamajaya. Lalu bagaimana dengan Ratih? Apakah ia bertahan dan melawan?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan